Merdeka.com - Mantan Direktur Utama Bank DKI, Winny Erwindia tersangkut tindak pidana korupsi dalam pembayaran Murabahah (Investment Financing) kepada PT Energy Spectrum untuk pembayaran pesawat udara. Ada pun pesawat yang dibeli tersebut yakni jenis Air Craft ATR 42-500 dari Phonenix Lease Pte Ltd Singapura.

Winny sendiri dalam pembelaan yang pernah disampaikan di Pengadilan Tipikor menegaskan, bahwa permohonan pembiayaan pesawat penumpang ATR 42-500 oleh PT Energi Spectrum kepada Bank DKI telah dilaksanakan sesuai hirarki proses dan prosedur seperti yang tercantum di pedoman kebijakan prosedur Pembiayaan. Hal itu telah sesuai dengan SK DIR No 86 tanggal 24 September 2014, dan Tupoksi pihak-pihak terkait.

Kasus ini pun disayangkan oleh praktisi perbankan Romeo Rissal. Menurut pria yang sudah malang melintang di Bank Indonesia ini, kasus yang menimpa Winny merupakan peringatan atau lampu merah bagi manajemen perbankan Indonesia, khususnya bagi jajaran direksi. Menurutnya, kasus Winny membuktikan bahwa sebuah keputusan yang dilakukan oleh direktur bank bisa berdampak ke pengadilan meski dirinya sudah tidak menempati posisi tersebut.

"Kasus ini harusnya menjadi peringatan atau tepatnya lampu merah bagi manajemen Perbankan Indonesia. Khususnya bagi para Direksi, kenapa lampu merah, ternyata sekarang sebuah keputusan yang dilakukan direksi Bank bisa berdampak ke pengadilan," ujar Romeo Rissal, Sabtu (14/2).

Menurut Romeo, jika kasus ini berlanjut maka merupakan malapetaka bagi Perbankan Indonesia. "Sekarang yang dipermasalahkan bagian yang kurang penting dalam proses yaitu debt equality rasio, rasio utang dengan modal. Memang ada pedomannya utang itu cuma 2,5 kali dari modal. Pertanyaan saya adalah berapa persen perusahaan Indonesia yang mampu untuk itu," ujar Romeo.

Romeo menambahkan seharusnya kredit jangan berhenti ketika masa jabat dirut berganti. "Tidak ada direksi yang akan aman ketika dia berhenti tugas kenapa, karena dimacetin kreditannya di masa yang baru ya wassalam hidupnya," tutur Romeo.