Merdeka.com - Khoe Seng-Seng, korban kriminalisasi yang memiliki kasus surat pembaca di media cetak Kompas dan Suara Pembaruan mengadukan permasalahan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Kedatangannya ditemani oleh kuasa hukumnya Nawawi Bahrudin pada pukul 13.30 WIB. "Untuk mencari jawaban atas permasalahan saya," kata Seng Seng di Balai Kota Jakarta, Selasa (11/6).

Pasca putusan Seng Seng mangaku bingung. Sebab, ia menulis hanya untuk mengeluhkan status tanah berupa ruko yang dibeli oleh ITC Mangga Dua. "Cuman saya tidak tahu mau ngomong apa. Padahal kan cuman nulis surat pembaca," ucapnya.

Untungnya, Seng Seng mengaku masih bisa beraktivitas dengan tenang. Ia mengaku jika ada waktu masih bisa menjalankan bisnis dagangnya. "Tapi kalau belum putusan tetap saya masih deg degan," jelasnya.

Sementara itu Nawawi mengatakan pertemuan dengan Basuki hanya untuk mencari tahu apa benar status tanah tersebut adalah hak guna bangunan atas hak pengelolaan lahan. "Dan Pak Basuki sudah membenarkan," ujarnya.

Dengan ini Nawawi mengaku memiliki senjata kuat untuk menang di peninjauan kembali. Karena dia menilai PT Duta Pertiwi tidak pernah transparan soal status tanahnya. "Berarti saya cuman beli bangunan saja tapi tanahnya bukan milik," ujar Seng Seng menimpali.

Untuk itu Iia menaruh banyak harap kepada putusan Mahkamah Agung. Rencananya mereka akan mengajukan banding pekan depan.

Sementara itu Ahok mengatakan Pemerintah tidak bisa melakukan apa-apa. Sebab, kasus yang dialami Seng-seng sudah masuk ranah hukum. "Karena saat ini kasusnya sudah di Pengadilan," ujar Ahok.

Kasus Seng Seng bermula dari tulisannya di surat kabar Suara Pembaruan dan Kompas pada 2006. Surat pembaca di dua media itu berisi keluhan status tanah yang dibelinya berupa ruko di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara, yang disebut sebagai hak guna bangunan, ternyata hanya diakui hak pengelolaan lahan oleh Pemda DKI.

Pihak pengembang, PT Duta Pertiwi (Sinar Mas Group), selanjutnya melaporkan Seng Seng dan beberapa rekannya yang juga menulis surat pembaca atas tuduhan pencemaran nama baik ke polisi. Seng Seng dijerat secara perdata dan pidana sekaligus.

Gugatan pidana diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sedangkan kasus perdatanya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan Seng Seng bersalah dan dihukum enam bulan kurungan dengan percobaan satu tahun. Dalam kasus perdata, Seng Seng juga dianggap bersalah sehingga mesti membayar denda Rp 1 miliar.