Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jenderal Simatupang: Politikus di parlemen seperti orang gila!

Jenderal Simatupang: Politikus di parlemen seperti orang gila! TB Simatupang. ©sinar harapan

Merdeka.com - Titik terendah hubungan antara politikus dan TNI terjadi tanggal 17 Oktober 1952. Tepat 62 tahun lalu, TNI mengerahkan meriam ke depan istana negara. Mereka memaksa Presiden Soekarno membubarkan parlemen.

TNI merasa DPR terlalu ikut campur urusan tentara. Apalagi mereka merasa, para wakil rakyat yang duduk di parlemen bukan pilihan rakyat. Sebagian besar datang dari perwakilan negara federal buatan Van Mook. Ada juga unsur komunis yang dulu pernah menjadi lawan Angkatan Darat saat peristiwa Madiun 1948.

Demokrasi liberal di Indonesia dari tahun 1950 hingga 1959 diwarnai ketidakstabilan politik. Ada kabinet yang umurnya hanya beberapa bulan saja. Gonjang ganjing politik selalu terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Hal ini diperburuk dengan korupsi yang merajalela.

TNI AD pun saat itu dilanda perpecahan. Kolonel Bambang Supeno menyurati DPRS dan menilai Kolonel Nasution tak pantas memimpin Angkatan Darat. Hal ini jadi pintu masuk para politikus menyerang TNI.

Saat itu Kolonel Alex Kawilarang adalah Panglima Teritorium III Jawa Barat. Dia sebenarnya bukan tentara yang suka berpolitik. Namun akhirnya terbawa emosi juga.

Kawilarang bercerita soal pertemuannya dengan Jenderal Mayor TB Simatupang yang saat itu menjabat Kepala Staf Angkatan Perang.

"Mengapa ribut di parlemen?" kata Kawilarang polos.

Simatupang balik bertanya. "Apa kamu pernah menghadiri sidang di parlemen?" Kawilarang menjawab tidak.

"Itu mereka semua sudah gila," kata Simatupang.

Kisah ini dituturkan Alex Evert Kawilarang dalam biografi Untuk Sang Merah Putih karya Ramadhan KH yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.

Kawilarang pun kemudian mengikuti perkembangan politik. Dia mengaku cepat terbawa emosi, karena saat itu masih muda, baru berusia 32 tahun.

Simatupang sempat mengingatkan para perwira tersebut. "Kritik oke, tapi jangan kup (kudeta)," pesannya.

Maka terjadilah peristiwa 17 Oktober. Massa yang didukung TNI AD berdemo di depan istana. Komandan Resimen Tujuh Mayor Kemal Idris mengerahkan meriam dengan moncong menghadap istana.

Nasution menghadap dan diterima presiden bersama Kolonel M Simbolon, Letkol Kosasih, Letkol M Bakhrum, Letkol Suwondo, Letkol A Gani, Letkol Sutoko, letkol Sukanda, Letkol Suprapto, Letkol Suryo Sunarso, Letkol S Parman, letkol Askari, Letkol Azis Saleh, Letkol Sumantri dan Kolonel Kawilarang. Lalu menyusul TB Simatupang dan Letkol Daan Yahya.

Letkol Sutoko menjelaskan gerakan tersebut pada Soekarno. Mereka datang sebagai anak yang mengadu pada orang tuanya. Sutoko menjelaskan saat itu suasana politik tidak stabil. Umur kabinet hanya 6-8 bulan. Dua pertiga anggota parlemen di DPRS berasal dari negara boneka bikinan Belanda.

"Kami anggap bahaya bagi negara yang masih muda seperti negara kita ini, apabila tidak ada stabilitas politik di dalam negeri. Keadaan partai pada saat ini adalah satu sumber yang menyebabkan labilnya politik di dalam negeri," kata Soetoko mewakili para perwira itu.

"Maka dimohonkan agar presiden sebagai panglima tertinggi juga mengakhiri cara parlemen seperti itu dan membentuk DPR yang baru dalam waktu singkat dengan memperhatikan kehendak rakyat," lanjutnya.

Menghadapi para tentara, Soekarno mengaku memahami kekhawatiran mereka. Tapi dia meminta tentara tak ikut campur masalah politik. Soekarno berjanji akan menyelenggarakan pemilihan umum secepatnya. Tapi dia tak mau membubarkan parlemen.

Gerakan 17 Oktober 1952 gagal. Demonstran yang mendemo Soekarno langsung berbalik berteriak Hidup Bung Karno saat ditemui pemimpin besar revolusi tersebut.

Para prajurit yang mengoperasikan meriam-meriam di depan istana juga tak berkutik menghadapi Soekarno.

Peristiwa 17 Oktober berbuntut panjang dan menimbulkan kisruh di internal TNI AD. Pemerintah akhirnya menggelar Pemilihan Umum tahun 1955, yang disebut sebagai pemilihan paling demokratis dalam sejarah Indonesia.

(mdk/ian)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Politik Dinasti Disebut Tak akan Berdampak Buruk ke Ekonomi, tapi Ada Syaratnya

Politik Dinasti Disebut Tak akan Berdampak Buruk ke Ekonomi, tapi Ada Syaratnya

Syaratnya adalah ada orang lain yang bukan bagian keluarga Kepala Negara tadi juga mendapatkan porsi dan hak yang sama.

Baca Selengkapnya
Jelang Debat Capres, TPN Ganjar Tegaskan Konsep Bebas Aktif Wujudkan Perdamaian Dunia

Jelang Debat Capres, TPN Ganjar Tegaskan Konsep Bebas Aktif Wujudkan Perdamaian Dunia

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud Md, Patria Gintings menegaskan, Ganjar Pranowo akan menekankan konsep politik luar negeri bebas aktif.

Baca Selengkapnya
Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu

Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu

446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Demokrat: Hak Angket Pemilu 2024 Tidak Menghargai Suara Rakyat

Demokrat: Hak Angket Pemilu 2024 Tidak Menghargai Suara Rakyat

Demokrat menilai wacana koalisi 01 dan 03 menggulirkan hak angket sama artinya dengan tak menghargai suara rakyat.

Baca Selengkapnya
Kaesang: Politik Menjadi Satu Bagian yang Seru dan Indah

Kaesang: Politik Menjadi Satu Bagian yang Seru dan Indah

Dengan politik seseorang bisa menerapkan kebijakan baik untuk kepentingan rakyat banyak.

Baca Selengkapnya
Maruarar Sirait Dampingi Prabowo, Begini Respons Ketum Golkar Airlangga Hartarto

Maruarar Sirait Dampingi Prabowo, Begini Respons Ketum Golkar Airlangga Hartarto

Airlangga sendiri belum memberikan sinyal rencana mengajak Maruarar Sirait untuk bergabung dengan Partai Golkar.

Baca Selengkapnya
Respons Puan Maharani Ditanya Maruarar Sirait Keluar PDIP: Terima Kasih

Respons Puan Maharani Ditanya Maruarar Sirait Keluar PDIP: Terima Kasih

Langkah politik ini diakui Maruarar Sirait mengikuti Joko Widodo

Baca Selengkapnya
Pj Kepala Daerah Dicopot karena Tak Netral Jelang Pemilu, BKN Beri Penjelasan Begini

Pj Kepala Daerah Dicopot karena Tak Netral Jelang Pemilu, BKN Beri Penjelasan Begini

BKN terus mengimbau seluruh pegawai ASN untuk berhati-hati di tahun politik, karena banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai ASN terlibat politik praktis.

Baca Selengkapnya
Istana Kutip Pernyataan Ganjar: Jangan Sampai Menganggap Lawan Politik Itu Sebagai Musuh

Istana Kutip Pernyataan Ganjar: Jangan Sampai Menganggap Lawan Politik Itu Sebagai Musuh

Ari lantas mengutip pernyataan Ganjar agar persatuan Indonesia harus terus dibangun melalui kedewasaan berdemokrasi dan berpolitik.

Baca Selengkapnya