IPW cium Jenderal di Propam Polri intervensi kasus DPO polisi
Merdeka.com - Ketua Umum Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengecam adanya intervensi kasus yang kini tengah ditangani oleh Jenderal bintang satu di Propam Polri, dengan mengintervensi perkara yang sudah P-21.
"Akibatnya, Polri menjadi tidak profesional dan diperalat DPO, sehingga proses hukum yang sudah dilakukan seperti yang terjadi dalam satu kasus yang ditangani di Polres Jakarta Utara terhambat," ujar Neta S Pane kepada wartawan, Selasa (29/9).
Menurut Neta, akibat intervensi itu, proses pelimpahan perkaranya dari Polres Jakarta Utara ke Kejaksaan untuk kemudian ke pengadilan menjadi terkatung-katung.
Seperti diketahui, sebelumnya pada 4 Juni 2015 lalu, Kabareskrim Komjen Budi Waseso pada saat itu telah meminta kepada Menkum HAM agar mencekal dua buronan Polres Jakarta Utara, yakni Azhar Umar dan Azwar Umar.
Pencekalan itu sendiri berdasarkan Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dikeluarkan Polres Jakarta Utara No: DPO/43/III/2015/Reskrim tertanggal 11 Maret 2015. Di mana kedua buronan DPO itu sempat ditahan Polres Jakarta Utara pada 27 November hingga 9 Desember 2014.
Kemudian, atas jaminan pengacara Aga Khan keduanya mendapatkan penangguhan penahanan. Tapi akhirnya keduanya melarikan diri hingga Polres Jakarta Utara mengeluarkan DPO.
"Namun saat Komjen Budi Waseso tidak lagi menjadi Kabareskrim, kedua DPO itu bukannya ditangkap tapi malah dilindungi seorang jenderal di Propam Polri. Bahkan, jenderal tersebut melakukan intervensi terhadap perkara yang dilakukan kedua DPO, sehingga perkara yang sudah P21 itu dihentikan dan diusut ulang oleh jenderal Propam tersebut," kata Neta lagi.
Saat ditanya mengenai intervensi yang dilakukan oleh Jenderal tersebut, dengan tegas Neta menjelaskan bahwa intervensi itu adalah para penyidik yang tengah menangani kasus itu ditekan dengan masuk ke dalam materi perkara.
Aksi Jendral polisi di Propam tidak itu saja, kata Neta, berbagai laporan yang terkait kasus itu juga diintervensi karena gugatan yang diajukan bukan hanya pada satu perkara yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan atau P21.
Penyidik tidak boleh dipanggil atau diintervensi bahkan oleh presiden sekalipun jika sedang menangani satu kasus dan hal seperti ini apalagi dilakukan oleh petinggi Polri, tentunya harus dikecam. Yang anehnya laporan yang dibuat oleh DPO yang harusnya ditangkap ketika membuat laporan oleh jendaral polisi ini dan sudah di SP3 diminta dibuka kembali.
"Apa yang dilakukan jenderal Propam itu sudah melampaui wewenangnya. Selama ini tugas Propam adalah memeriksa pelanggaran etika dan profesi yang dilakukan anggota Polri dan bukan memeriksa materi perkara. Sebab pemeriksaan atau pengusutan dugaan adanya kesalahan prosedur dalam menangani sebuah perkara yang dilakukan aparatur Polri adalah menjadi tugas Biro Pengawasan Penyidik (Rowasidik) Bareskrim," paparnya lagi.
Seperti diketahui aksi intervensi dan aksi melampaui wewenang yang dilakukan jenderal Propam Polri ini sangat disayangkan. Jika cara-cara seperti ini dibiarkan, Polri akan makin tidak profesional dan jenderal jenderal Polri akan semakin bersikap semaunya dalam melakukan penegakan. Ini bisa menambah ketidakpercayaan masyarakat yang mencari keadilan.
Untuk itu IPW mengimbau jenderal Propam itu menghentikan intervensi dan aksi yang melampaui wewenang yang dilakukannya serta segera menangkap kedua DPO itu untuk kemudian diserahkan ke Bareskrim atau Polres Jakarta Utara agar kasusnya bisa diproses di pengadilan.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kejati DKI Jakarta memastikan tidak ada konsekuensi apapun, jika polisi belum selesai melengkapi petunjuk JPU meski melewati tenggat waktu.
Baca SelengkapnyaFebry juga salah satu polwan termuda yang menjabat sebagai Kanit PPA Polres Klaten.
Baca SelengkapnyaAkibat peristiwa itu, anggota Polres Jakpus mengalami luka robek pada bagian kepala.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
PDIP juga meminta isu pemakzulan terhadap Jokowi ini bisa segera direspons agar tak menimbulkan gerakan yang lebih besar lagi.
Baca SelengkapnyaKapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.
Baca SelengkapnyaTim Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang dipimpin Pudji Hartanto Iskandar memantau persiapan pengamanan Operasi Ketupat 2024 di wilayah hukum Polda Jatim
Baca SelengkapnyaFadil menjelaskan, netralitas anggota Polri tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Baca SelengkapnyaKesbangpol akan berkoordinasi dengan Satpol PP dan SKPD terkait lainnya di jajaran Pemprov DKI Jakarta.
Baca Selengkapnya