Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Inisiator: Kita Bukan Mau Menghegemonisasikan Keluarga

Inisiator: Kita Bukan Mau Menghegemonisasikan Keluarga Ledia Hanifa Amalia. ©dpr.go.id

Merdeka.com - Sebanyak 146 Pasal disusun lima orang wakil rakyat di Senayan dalam sebuah Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga. Kelimanya adalah Ledia Hanifa (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Sodik Mujahid (Gerindra), dan Ali Taher (PAN).

RUU ini sudah diusulkan sejak DPR periode lalu. Para pengusul telah memaparkan kepada badan legislasi dan akan memasuki tahap harmonisasi.

Setelah muncul ke publik, pembahasan RUU ini menuai polemik. Sejumlah pasal dalam RUU dinilai terlalu memasuki ranah privasi rumah tangga warga.

Ledia Hanifa, sebagai salah satu inisiator menegaskan RUU ini justru untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh. Sebab menurutnya, SDM tangguh akan lahir dari keluarga yang tangguh.

"Jadi RUU ini lebih kepada antisipasinya supaya keluarga ini berkembang maksimal. Kita bukan mau menghegemonisasikan keluarga. Justru keluarga yang punya kerentanan dan punya kondisi kritis difasilitasi untuk tetap bisa tumbuh dan berkembang," kata Ledia saat berbincang dengan merdeka.com, akhir pekan lalu.

Ledia Hanifa menjelaskan secara rinci ide awal merancang RUU ini. Berikut wawancara lengkap dengan Ledia melalui sambungan telepon:

Apa alasan Anda mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga?

Ada beberapa alasan. Pertama, kita sudah ditegaskan oleh Presiden yang mengatakan ingin SDM yang unggul dan maju. Sementara pembentukan SDM itu kan sumbernya dari keluarga. Kedua, kita tahu ternyata 51 persen kepala keluarga kita itu lulusan sekolah dasar. Berarti kira-kira kondisi keluarga dan support SDM-nya di dalam keluarga seperti apa.

Ketiga, angka kematian ibu itu tinggi dan angka kematian itu bukan hanya sekadar ibu yang meninggal, tetapi anak juga kehilangan ibu sebagai pengasuhnya. Kemudian angka kematian bayi tinggi, angka perceraian tinggi, belum lagi kasus lain, narkoba, KDRT. Dan kekerasan dalam rumah tangga itukan sebenarnya simtom dari persoalan intinya, ada yang mendasari sebelumnya, bisa karena ekonomi, bisa karena psikisnya.

Kemudian kita lihat kebijakan berbasis keluarga itu kurang komprehensif. Maka kita usulkan, karena kalau kita mau bikin keluarga yang tangguh, SDM-nya tangguh, maka keluarganya harus tangguh, di situlah tujuan UU ini dibuat.

Kita juga ingin mengoptimalkan fungsi keluarga sebagai sarana membentuk SDM unggul tadi. Selain itu, pembentukan nilai-nilai atau kepribadian itukan dimulainya dari keluarga dasarnya. Makanya kemudian ini menjadi sangat penting.

Sebelum RUU disusun, apakah para pengusul melakukan studi banding. Misalnya pada negara yang lebih dulu menerapkan soal poin-poin dalam RUU ini?

Enggak, enggak ada kunker ke luar negeri.

Penyusunan naskah RUU ini berapa lama?

Ini sudah masuk prolegnas tahun 2015-2019

Saat merancang RUU ini, para inisiator berdiskusi dengan siapa saja?

Kalau masuk dalam Prolegnas itukan sudah 2015-2019 lalu, jadi nyicil diskusinya panjang, periode ini juga kita dorong supaya ada diskusi. Dan sebenarnya inikan baru tahap awal di legislasi, baru keterangan pengusul, tapi keburu rame, kami usulkan kasih masukan tertulis.

Jauh sebelum ada RUU ini, sudah ada UU tentang Perlindungan Anak, UU Pornografi. Apakah nantinya tidak akan tumpang tindih?

Kan basisnya kita keluarga tadi, jadi kita lihat di mana yang belum ada pengaturannya. Misalnya pengasuhan, kita melihat pengasuhan anak dalam keluarga, kalau dalam UU Perlindungan Anak, ada tentang pengasuhan, tapi pengasuhan alternatif yang di panti, bukan di dalam keluarga atau partisipasi masyarakat terhadap suatu keluarga.

Misalnya ada satu keluarga ibunya jadi TKW, lalu siapa yang jalani peran ibunya itu. Maka harus dibantu partisipasi masyarakat tadi. Secara umum, ada yang kita sebut pengasuhan, pengasuhan berbasis masyarakat itu atau dari satu keluarga memberikan pengampunan pada satu keluarga yang lain.

Tetapi konteksnya bukan adopsi. Kalau di Perlindungan Anak (UU) itu adopsi. Dia sampai harus urus administrasi dan segala macam. Kalau ini kan tidak. Situasi kultural kita sebenarnya ada saling membantu tetapi itu belum ada perlindungan nya. Bahwa ada dorongannya dari UU ini supaya ada sistem tadi pengasuhan tadi, apakah itu pengasuhan masyarakat atau pengasuhan dari keluarga lain.

Atau contoh lain, dalam satu keluarga ada disabilitas berat. Kalau di UU penyandang Disabilitas dijelaskan, mereka dapat BJPS, nah dalam keseharian kan harus ada yang mengurus. Jadi dibolehkan pengampuan. Supaya orang gak hit and run. Jadi ini semacam ada declare bahwa saya mengurusi. Jadi kalau dia mau ngurus segala administrasi seperti BPJS, orang yang mengampu ini yang mengurusnya.

Termasuk lansia terlantar. Misalnya anaknya kerja ke luar kota. Dan penghasilan pas-pasan. Memang ada bantuan tapi day by day ya gimana. Nah kita perbolehkan pengampuan.

Jadi dipastikan tidak tumpang tindih dengan undang-undang yang ada sebelumnya?

Ya, jadi diupaya semaksimal mungkin enggak tumpang tindih. Seperti UU KDRT, langsung ketika ada kekerasan, itu langsung lapor polisi kemudian langsung tindak pidana. Kita enggak atur pidananya karena sudah diatur di UU KDRT, tetapi kita memandang harus ada preventif.

Atau kasus lain misalnya kasus incest. Pelakunya bapaknya, lalu dia melakukan pada anak pertama. Si ibu yang misalnya tahu mau ngelaporin bingung juga, ini kan aib keluarga. Nah justru kita mendorong dilaporkan. Supaya apa, untuk direhabilitasi pelaku maupun korban.

Di dalam UU Perlindungan Anak dalam kasus-kasus khusus seperti ini anak-anak itu diberikan rehabilitasi, kalau korbannya anak. Tapi kalau pelakunya anak, atau pelakunya dewasa, enggak. Maksudnya kita preventif. Setelah trauma itu dikurangi, dia akan bisa tetap tumbuh kembang. Supaya tidak muncul triger-triger dalam hidupnya dan membuat dia berprilaku itu

Jika tidak mengurus pidana, RUU ini lebih ke arah sosial?

Ya lebih kepada antisipasinya supaya keluarga ini berkembang maksimal. Kita bukan mau menghegemonisasikan keluarga. Justru keluarga yang punya kerentanan dan punya kondisi kritis, difasilitasi untuk tetap bisa tumbuh dan berkembang

RUU ini jadi polemik karena dianggap terlalu masuk ranah privasi warga. Seperti soal tanggung jawab suami dan istri, kenapa sampai harus diundangkan?

Kalau kita sebetulnya ini masih bisa diperdebatkan, karena memang bukan pengaturan yang menyebabkan ada sanksi. Karena dalam UU tidak semua pengaturan ada sanksi.

Kemudian ada perdebatan semisal soal kenapa ada dituliskan kewajiban istri mengatur rumah tangga, hanya terjemahan mengurus rumah tangga itu oleh sebagian orang diartikan nyuci ngepel, padahal kita maksud, mungkin karena wording-nya juga tapi itu bisa diskusikan lagi.

Tapi kan begini, misalnya dalam rumah tangga itu ada manajemen pengasuhan anak. Ada kesepakatan dong antara suami dan istri anaknya mau diasuh gimana, misalnya apa mau pakai baby sitter, kalau iya berarti ada risiko yang ditanggung bersama. Artinya pembagian tugas dan kewenangan itu di-manage bersama.

UU ini juga mengatur soal seks menyimpang, dasarnya seperti apa?

Kalau terjadi di dalam rumah tangga umumnya orang akan close padahal korbannya adalah anggota keluarga. Kalau kita enggak dorong mereka lapor ke pusat layanan dan direhab, makan akan timbulkan korban berikutnya. Dan kalau gak diselesaikan, traumatiknya kan luar biasa itu.

Padahal bisa jadi saat itu dilakukan, si ayah atau si kakak karena stres, itu perlu dicermati. Pemicunya itu perlu direhabilitasi perlu ada pendampingan. Jadi kita ke arah situ, karena biasanya yang dalam keluarga tidak pernah dilaporkan untuk tidak melindungi keluarga nya sendiri. Makanya kita dorong supaya tidak saling melindungi, maka kita fasilitasi. Dan karena yang berkaitan dengan pidana sudah diatur di tempat lain, maka kita enggak atur lagi.

Sempat juga ada yang katakan UU ini tidak berpihak pada orangtua tunggal, justru itu yang kita jaga, karena engak semua keluarga kondisinya sama.

Apa urgensi pengaturan donor sperma, surogasi dalam RUU ini?

Prinsipnya tadikan memberikan perlindungan juga. Kita juga lihat ada potensi terjadi jual beli. Misal ada donor sperma tidak diketahui siapa ke siapa tidak diberi tahu. Sementara dalam agama itukan ada perwalian ada waris ada hal lain yang jadi hak anak, kalau itu dilakukan kan gak jelas (status anak), kalau suami istri sah gak masalah, kalau orang lain, itu yang perlu dicermati juga.

Atau misalnya terjadi sewa menyewa sperma, karena konteksnya akan ke situ, buat kita itu perlindungan anak. Kalau secara nilai agama, orangtua-kan harusnya jelas siapa keturunannya, perwaliannya, warisnya, jadi harus ke situ.

Ketika seseorang melanggar UU ini, misalnya ibu tidak urus anaknya. Itu ukuran pidananya gimana?

Makanya kita tidak banyak urusan pidana selain jual beli sperma, tiga poin itu. Kita lebih pada pendekatan restoratif. Misalnya orang tuanya berurusan dengan pidana, terus nasib anaknya gimana?

Makanya perlu dilakukan rehabilitasi, tetapi dalam bahasa hukum ternyata rehabilitasi itu artinya lain makanya nanti kita akan cari wording-nya yang pas. Kita harap perilakunya itu diperbaiki. Supaya anak tumbuh kembang dengan baik. Urusan pidana, biarkan UU lain atau KUHP.

Artinya, kalau ada pelanggaran pasal UU Ketahan Keluarga berkaitan dengan pidana, maka masuk ke UU yang sudah ada lebih dulu?

Iya betul, kita gak ikut campur dalam ketentuan pidana itu.

Disebutkan dalam RUU ini soal peran Badan Ketahanan Keluarga dan Pusat Pelayanan Ketahan Keluarga. Siapa yang bertindak dalam hal ini?

Kalau badan kan sudah ada di pusat, negara sudah punya badan yang kelola urusan keluarga BKKBN. Selama ini BKKBN khusus keluarga berencana wabilkhusus pada penyediaan alat kontrasepsi, padahal fungsi keluarga jauh lebih besar dari itu.

Nah kita mendorong agar mereka diperkuat badannya dan mereka ini kan sampai ke provinsi, kita dorong ke kabupaten/kota dan kita dorong lagi sampai ke pusat pelayanan ketahanan keluarga itu bisa melibatkan PKK, akademisi, posyandu, dll.

Jadi kita fasilitasi kepada keluarga mau ngadu ke mana, karena enggak ada sekolah ibu dan bapak, tapi setiap keluarga ada dinamika, dan kadang ada di titik-titik enggak mudah mengatasi itu makanya dibantu.

Jadi konsep kami, badan itu akan punya program yang membangun ketahanan keluarga.

Dalam RUU ini ditekankan ada kerja sama pemerintah daerah dan pusat. Keduanya memang seharusnya menangani kesejahteraan keluarga, tapi sepertinya belum berjalan dengan baik?

Kalau kita lihat ada beberapa hal. Keluarga belum jadi urusan pusat dan daerah. Maka itu kita dorong, karena ini urusan sosial, mereka sama-sama bagi tugas tiap daerah punya kebijakan support pada keluarga itu sendiri.

Memang ada daerah punya aturan siapkan konsultan keluarga, ada juga yang memfasilitasi rumahnya, ada pengasuhannya, tapikan tergantung kecenderungan kepala daerahnya juga. Makanya kita dorong nanti jadi semacam standar pelayanan yang kita tetapkan.

Sudah sampai mana pembahasan RUU ini setelah menjadi polemik?

Ini usulan anggota bukan fraksi, hak anggota dijamin, boleh di-UU MD3, meskipun mundur dibolehkan. Sampai mananya, baru tahap beri keterangan pengusul sebagai anggota, kemudian sudah diputuskan di badan legislasi akan dibentuk panja untuk diharmonisasi. Sehingga masih terima banyak masukan untuk perbaiki. Cuma memang masukan tertulis supaya tahu mana yang harus dibenahi

Sebagai inisiator, bagaimana Anda pribadi memaknai sebuah ketahanan keluarga yang ideal?

Ketahanan keluarga itu memang harus bisa mengoptimalkan seluruh potensi anggota keluarganya dan mereka bisa mengembangkan dan juga dia bisa mengatasi persoalan-persoalan dari dalam maupun tekanan dari luar secara mandiri. Artinya mereka punya kelenturan sehingga ketika ada kasus tidak langsung patah.

Jadi kita bisa melihat lebih dalam apa sih yang bisa diselesaikan, bagaimana kita mengatasinya. Sehingga kita bisa selesaikan persoalan secara mandiri apa lagi dengan kondisi yang dinamis diperlukan kondisi yang dinamik. Sehingga ketahanan keluarga buka cuma ditentukan satu orang tapi seluruh anggota keluarga, termasuk anak dan keluarga di luar inti.

(mdk/lia)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Dalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK

Dalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK

Penyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Baca Selengkapnya
Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional

Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional

Dengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.

Baca Selengkapnya
Masa Jabatan Presiden menurut UUD 1945, Begini Penjelasannya

Masa Jabatan Presiden menurut UUD 1945, Begini Penjelasannya

Masa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Rukun Puasa dan Syarat Sah Pelaksanaannya, Umat Islam Wajib Tahu

Rukun Puasa dan Syarat Sah Pelaksanaannya, Umat Islam Wajib Tahu

Rukun puasa mencakup serangkaian aturan dan tata cara yang harus diikuti secara sungguh-sungguh dan ikhlas.

Baca Selengkapnya
Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.

Baca Selengkapnya
Jelang Masa Tenang Pemilu 2024, Menpan RB Ingatkan ASN Wajib Netral dan Bebas Pengaruh Politik Tak Sehat

Jelang Masa Tenang Pemilu 2024, Menpan RB Ingatkan ASN Wajib Netral dan Bebas Pengaruh Politik Tak Sehat

Sejumlah alasan mengapa ASN harus netral karena sebagai bentuk kewajiban profesionalism.

Baca Selengkapnya
Mengenal Tugas KPU dan Wewenangnya, Perlu Diketahui

Mengenal Tugas KPU dan Wewenangnya, Perlu Diketahui

Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia.

Baca Selengkapnya
UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Ketahui Asas, Prinsip, dan Tujuan

UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Ketahui Asas, Prinsip, dan Tujuan

UU Pemilu mengatur segala sesuatu tentang penyelenggaraan pemilu.

Baca Selengkapnya
Dulunya Memisahkan Daratan Kudus dengan Demak, Ini Jejak Keberadaan Selat Muria yang Masih Dijumpai Kini

Dulunya Memisahkan Daratan Kudus dengan Demak, Ini Jejak Keberadaan Selat Muria yang Masih Dijumpai Kini

Telah lama hilang, namun jejak-jejak yang menjadi bukti keberadaan Selat Muria di masa lampau masih dapat dijumpai kini.

Baca Selengkapnya