Hakim MK minta Farhat Abbas pikirkan efek uji materi UU ITE
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan pemeriksaan terhadap permohonan uji materi Pasal 28 ayat (2) Undang-undang (UU) 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diajukan Farhat Abbas, tersangka kasus penghinaan berunsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) terhadap Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Dalam sidang pemeriksaan permohonan ini, MK meminta kuasa hukum Farhat memikirkan efek yang dapat ditimbulkan jika pasal ini dicabut.
"Seandainya permohonan saudara dikabulkan, apakah saudara bisa membayangkan apa yang terjadi? Bukankah ini malah menimbulkan ketidakpastian hukum yang menimbulkan anarkisme karena orang bisa melanggar hak asasi orang lain," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (3/6).
Pasal yang dimaksud berbunyi 'Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)'.
Arief kemudian meminta pemohon untuk menjelaskan lebih rinci letak pembatasan kebebasan yang terkandung dalam pasal itu. Sebab, dia menilai pasal tersebut tidak mengandung pembatasan yang dimaksud dan tidak melanggar hak orang lain untuk menyatakan pendapat.
"Pasal tersebut sudah memberikan batasan tidak boleh melanggar hak asasi orang lain bahkan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat SARA," kata Arief.
Selanjutnya, Arief justru tidak dapat membayangkan jika pasal ini dicabut. "Bisa berakibat jauh sekali," terang dia.
Sementara itu, kuasa hukum Farhat Abbas, Windu Wijaya tetap ngotot pasal ini telah menghalangi warga negara menjalankan haknya dalam menyampaikan pendapat termasuk melalui media sosial Twitter. Sehingga, menurut dia, permohonan ini tidak akan ditarik.
"Kami menempuh jalan hukum, permohonan ini tetap akan dilanjutkan. Ini bentuk perjuangan seorang Farhat untuk melindungi hak warga negara lain. Kepentingan bangsa, agar dalam menyelesaikan persoalan bernuansa SARA jauh lebih mulia melalui pendekatan perubahan paradigma," ungkap Windu usai persidangan.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua MK: Hakim Tidak Boleh Cawe-Cawe di Sidang Sengketa Pemilu, Enggak Bisa Panggil Saksi Ahli
Suhartoyo memastikan, MK tidak akan berpihak dan berpegang pada fakta sidang juga saksi berdasarkan saksi dihadirkan pelapor dan terlapor.
Baca SelengkapnyaRektor Unika Mengaku Ditekan Polisi, Komjen Fadil Imran Angkat Bicara
Kabarhakam memastikan apa yang dilakukan pihaknya sesuai dengan ketentuan dan aturan.
Baca SelengkapnyaHadir di Acara Tabrak Prof!, Difabel Ini Dibantu Mahfud Akhirnya Bisa Gunakan Hak Pilih di Pemilu
Warga bernama Destares itu sebelumnya mengaku sempat mengalami penolakan di KPUD saat mengurus surat pindah untuk memilih di Yogyakarta.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Senyum Eks Penyidik KPK saat Hadiri Sidang Putusan Gugatan Firli Bahuri
Sidang Putusan Gugatan Firli dipimpin oleh hakim tunggal Imelda Herawati telah membuka proses sidang.
Baca SelengkapnyaLulus S3 dan Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum, Intip Potret Lawas Brigjen Hengki Haryadi Jalani Masa Pendidikan
Brigadir Jenderal Hengki Haryadi baru saja meraih gelar Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro.
Baca SelengkapnyaHaris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Divonis Bebas Kasus Dugaan Pencemaran Nama Luhut Pandjaitan
Majelis hakim menilai Haris dan Fatia tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan pencemaran nama baik Luhut.
Baca SelengkapnyaDikirim ke Kejaksaan, Dito Mahendra Tinggal Tunggu Waktu Berhadapan dengan Hakim
Dito terjerat kasus kepemilikan belasan senjata api ilegal
Baca SelengkapnyaCak Imin Sebut Dukungan KB HMI ke AMIN Tidak akan Sia-Sia
Cak Imin tak menampik bahwa untuk mencapai perubahan dibutuhkan perjuangan. Namun, dia mengajak pendukung tidak patah semangat.
Baca SelengkapnyaMahfud Ungkap Hak Angket Siap Diajukan, Naskah Setebal Lebih dari 75 Halaman
Bahkan, kata Mahfud, naskah akademik yang disusun untuk hak angket sangat tebal sekali.
Baca Selengkapnya