Gerindra: Kinerja KPK Tidak Ditentukan Status Ad Hoc Atau Permanen
Merdeka.com - Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria tak sepakat usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lembaga permanen lewat amandemen UUD 1945. Dia menilai kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi tidak ditentukan status sebagai lembaga ad hoc atau permanen.
"Ya kinerja KPK itu tidak ditentukan apakah dia ad hoc atau permanen. Nggak ada. Jadi jangan minta dipermanenkan supaya kinerjanya lebih baik, tidak," kata Riza di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/12).
Dia menegaskan, status KPK sebagai lembaga ad hoc tidak membatasi kerja komisi antirasuah tersebut. KPK bahkan masih bisa bekerja dengan lebih baik lagi jika jajaran mulai pimpinan hingga komisioner memahami regulasi pemberantasan korupsi.
"Sekalipun dalam posisi seperti sekarang ini ad hoc, dia bisa lebih baik apabila para pimpinannya, komisioner dan jajarannya betul-betul memahami, mengerti ketentuan regulasi dan membuat kebijakan-kebijakan dan meningkatkan kinerjanya agar korupsi bersih," ujar dia.
KPK Diminta Meningkatkan Kinerja
Menurut dia, saat ini yang perlu dilakukan KPK tak lain meningkatkan kinerja. Terutama pada upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
"Iya. Peningkatan kinerja dan fokusnya di pencegahan," ujar juru bicara Partai Gerindra ini.
Riza pun menjelaskan bahwa tugas pemberantasan korupsi sebenarnya ada di kepolisian dan kejaksaan. Sejauh ini, yang dia ketahui belum ada wacana mempermanenkan KPK.
"Jadi KPK itu memang ad hoc. Sejauh ini, kami merasa nanti komisi III yang bisa menjawab lebih baik, tapi menurut hemat saya sejauh ini belum ada pemikiran untuk tidak mempermanenkan KPK tuh belum ada. Pemikiran, wacana seperti itu saya belum dengar," kata Riza.
Fokus Pencegahan Korupsi
KPK saat ini diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya saat ini, sembari mengimplementasikan Undang-Undang KPK yang baru. Ke depan pencegahan harus menjadi fokus perhatian KPK.
"Saya kira kita masih beri kesempatan kepada KPK untuk terus berbenah, meningkatkan, menyempurnakan kinerja produktivitasnya, tugas dan fungsinya apalagi sekarang ada Undang-Undang yang baru, KPK tentu perlu adaptasi dan fokus KPK ke depan itu lebih kepada pencegahan. Pak Jokowi sudah menyampaikan juga, fokus KPK di pencegahan. Kita dukung memang KPK itu pencegahan," katanya.
Dia berpandangan, bahwa kesuksesan kerja KPK tidak diukur dari banyak atau sedikitnya koruptor yang tertangkap, banyak atau tidak operasi tangkap tangan (OTT).
"Bukan itu ukurannya. Ukurannya justru kita ingin memastikan bahwa pemerintahan ini bersih. Jauh dari suap dari gratifikasi dari korupsi dan lain sebagainya. Justru kalau nanti sedikit yang korupsi yang korupsi itu baru prestasi dari KPK dan fungsi pencegahan itulah yang kita tunggu," tandasnya.
Pimpinan KPK Usul Pemberantasan Korupsi Masuk Amandemen UUD 1945
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan pentingnya dukungan regulasi bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia bahkan memandang pemberantasan korupsi perlu dimasukkan dalam konstitusi alias UUD 1945.
Hal tersebut, kata dia, jauh lebih penting dibicarakan dalam kaitan dengan amandemen UUD 1945 daripada polemik soal masa jabatan presiden. Sejauh ini, sudah ada sekitar 81 negara yang memasukkan pemberantasan korupsi dalam konstitusinya.
"Badan-badan antikorupsi ini harus masuk di dalam konstitusi negara kita. Jadi ini bicara amandemen, jangan bicara periode tiga periode dua. Itu lebih bagus," kata dia di Jakarta, Minggu (8/12).
Masuknya poin pemberantasan korupsi dalam konstitusi bakal memperkuat KPK. Terlebih dari segi sumber daya manusia (SDM) KPK saat ini masih minim.
"Penyidik kurang dari 200. Ada 20 satgas. Surat yang masuk, pengaduan yang masuk 7.000, 30 persen ada potensi korupsi," jelas dia.
"Kita seharusnya kan memenjarakan lima orang satu hari. Sampai hari ini sejak kita berdiri 2002, kita baru kurang dari 1.000 orang kita penjarain. Jadi sedikit sebenarnya yang ditindak. Masih sedikit," imbuhnya.
Selain itu, dukungan dana dari APBN akan makin besar jika pemberantasan korupsi masuk dalam konstitusi.
"Tahun ini anggaran Rp1 triliun kurang. Sebanyak Rp2.500 APBN kita sekarang dijaga oleh Rp1 triliun. Tidak masuk akal," tegasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kejagung dan KPK Dinilai Perlu Koordinasi Bongkar Kasus Korupsi LPEI, Ini Alasannya
KPK telah menaikkan status penanganan kasus korupsi LPEI.
Baca SelengkapnyaKPK Tetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif Pegawai
AS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR Sudah Ingatkan Potensi Korupsi Timah: Angkanya Fantastis
Politikus Partai Gerindra tersebut juga mengungkap bahaya dari korupsi SDA yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kejagung Koordinasi dengan BPK soal Kerugian Negara dari Korupsi Timah
Sejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
Baca SelengkapnyaAkui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaDipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaKPK Tagih Komitmen Prabowo-Gibran dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
KPK ingatkan pasangan Prabowo-Gibran dalam hal memperkuat KPK
Baca SelengkapnyaKPK Sebut Korupsi Rumah Jabatan DPR RI Bikin Negara Rugi Miliaran Rupiah
enurut Ali, peningkatan status perkara ke tahap penyidikan sudah disepakati.
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo Siap Hadir Jika Diundang KPK
KPK berencana mengundang capres untuk melihat konsentrasi mereka dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca Selengkapnya