Gereja Immanuel Malang, Bekas Gudang Beras yang Menjadi Simbol Keharmonisan
Merdeka.com - Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel menjadi salah satu simbol keharmonisan umat beragama di Kota Malang, Jawa Timur. Posisinya dengan Masjid Jami' An-Nur hanya dipisahkan oleh sebuah bangunan.
Dua tempat ibadah ini sama-sama berada di sisi barat alun-alun, tepatnya di Jalan Merdeka Barat Kota Malang. GPIB Immanuel berada di ujung paling utara atau pojok sisi dalam pertemuan Jalan Merdeka Barat dan Jalan Arif Rahman Hakim.
Jika perjalanan menuju Alun-Alun Kota Malang dari arah Jalan Basuki Rahmat (Surabaya) akan nampak bangunan tinggi yang dilengkapi ornamen-ornamen gereja nan klasik. Begitupun saat melewati Jalan Arief Rahman Hakim, maka di sisi kanan akan melihat detail lengkungan jendela-jendela besar berikut struktur beton bangunan tinggi.
Gereja Immanuel didirikan 31 Oktober 1861 dan ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya Kota Malang. Pemerintah Kota Malang juga menentukan 31 benda budaya lainnya, dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 dan Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya.
Usia gereja Immanuel yang melintasi abad dinilai tidak mengalami perubahan bentuk struktur bangunan. Keasliannya tetap dipertahankan hingga saat ini, selain telah merekam banyak sejarah kehidupan.
"Beberapa kali mengalami perbaikan, di antaranya tahun 1998 dan 2015. Pihak gereja memperbaiki kayu rangka atap yang mengalami pelapukan dan menggantinya dengan besi. Tetapi perbaikan itu tidak sampai mengubah keaslian bentuk bangunan gerejanya," jelas Agung H Buana, Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang, Selasa (22/1).
Bangunan Gereja Immanuel berdiri dua lantai dengan luas tanah ±1.375 M persegi. Lantai I terdapat tiga ruangan yaitu ruang peribadatan, ruang perpustakaan dan ruang konsistori. Sementara lantai II terdapat ruang serbaguna untuk kegiatan kesekretariatan gereja.
Selain itu juga dibangun ruang tambahan di samping bangunan gereja utama yang keaslian bangunannya juga tetap terjaga. Ruang tambahan tersebut digunakan untuk pengajaran umat.
Gereja ini juga pernah dibongkar pada 1912 dan dibangun kembali dengan bentuk yang sama seperti tampak sekarang. Semula memang masih memiliki halaman luas yang hijau, seolah menyatu dengan pepohonan di alun-alun.
Namun perkembangan dan letaknya tepat di persimpangan jalan utama, halaman gereja menjadi semakin sempit. Kondisi tersebut juga terjadi di bangunan-bangunan di sekitarnya.
Pihak gereja masih memiliki sebuah gambar desain rancangan yang pembuatannya tercantum 25 April 1910 di Kota Semarang. Gambar rancangan tersebut dicetak di kertas biru yang hingga saat dipajang di salah satu sisi ruangan gereja.
Gambar rancangan sedikit berbeda dengan bangunan aslinya, di antaranya jumlah jendela yang hanya lima buah. Padahal di bangunan gereja berjajar sejumlah tujuh jendela.
"Selain keaslian bentuk bangunan, Gereja Immanuel banyak memiliki ornamen dan peninggalan Belanda yang saat ini masih disimpan," katanya.
Gereja Immanuel juga masih menyimpan rapi dua buah Alkitab Bibbel berusia lebih dari empat abad dengan angka cetakan 1618 masehi. Alkitab tersebut bersampul kulit dan dilengkapi pengait sampul depan dan belakang terbuat dari bahan kuningan. Ketebalannya sekitar 10 Cm dengan berat hampir 5 Kg.
Selain itu juga menyimpan sebuah brangkas besi dengan ketebalan sekitar 5 Cm yang dipergunakan untuk menyimpan berkas-berkas berharga milik gereja.
Sementara di lantai dua terdapat piano klasik yang menemani setiap prosesi peribadatan. Sayang piano itu sudah tidak lagi digunakan dan hanya menjadi pajangan di sisi ruang serbaguna.
Lebih unik lagi, puncak menara gereja dilengkapi jam dan lonceng yang masih asli seperti sejak awal gereja dibangun. Lonceng berdiameter lonceng sekitar 1 M dengan ketebalan 5 cm berbahan besi.
Ketika hendak menuju puncak menara, akan melewati tangga besi berbentuk spiral yang juga seumur gereja. Dari lantai dua menuju menara dihubungkan dengan sebuah tangga dari kayu jati.
Gereja Immanuel Malang awalnya hanya digunakan sebagai tempat ibadah orang-orang Belanda dan Eropa. Pendeta dan pejabat gereja, guru agama berasal dari Belanda dan menggunakan bahasa Belanda dalam peribadatannya. Pendeta J.F.G Brumund tercatat sebagai pemimpin pertama Gereja Immanuel Malang. Brumund hingga akhir hayatnya dan meninggal dunia di Malang tahun 1863.
Sementara kaum pribumi kemudian dibangunkan gereja setengah gedek yang terletak di Jalan Klojen Lor (sekarang Jalan Arief Rahman Hakim ) nomor 10 Malang. Gereja yang tidak jauh dari Gereja Immanuel itu diperuntukkan bagi golongan bumiputera, termasuk para tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) beserta keluarganya. Tetapi pendeta dan pejabat gereja atau majelis dijabat oleh orang Belanda. A.E. Pattipeilohy pada 25 Oktober 1936 terpilih sebagai diaken (syamas) atau pelayan khusus.
Saat itu terdapat 2 majelis gereja yaitu Majelis Gereja Belanda dan Majelis Gereja Melayu. Tetapi Majelis Gereja Melayu belum diakui oleh pejabat gereja pemerintah (Kerkbestuur). Sehingga urusan keuangan tetap dipegang oleh Bendahara Majelis Gereja Belanda. Kemudian, 18 September 1938 Kerkbestuur baru mengakui Majelis Gereja Melayu dan memberi otonomi keuangan diurus dan dipertanggungjawabkan oleh Gereja Melayu.
Ketika Perang Dunia II, gedung gereja berfungsi sebagai tempat Perkumpulan Kerohanian Kristen. Sementara pada masa pendudukan Jepang, para jemaah dari kalangan Belanda melarikan diri. Gedung dalam kekuasaan tentara Jepang dan digunakan sebagai gudang beras.
Tetapi 3 Desember 1948, segala hak milik jemaat Belanda diserahkan kepada GPIB Jemaat Malang termasuk Panti Asuhan Kristen (PAK Kampar). Keputusan itu berdasarkan Staatsblad Indonesia tahun 1948 No.305 tanggal 3 Desember 1948 tentang penetapan GPIB sebagai gereja berdiri sendiri dan sebagai badan hukum. Sejak saat itu, pendeta dan pejabat gereja dijabat oleh orang-orang Indonesia dan anggota jemaatnya terdiri dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menelusuri Sejarah GPIB Immanuel, Rumah Ibadah Protestan Tertua di Kota Medan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) di Kota Medan menjadi rumah ibadah tertua sekaligus memiliki cerita dan nilai sejarah yang tinggi.
Baca SelengkapnyaFakta Unik Masjid Agung Nur Sulaiman Banyumas, Cagar Budaya Sarat Sejarah yang Telah Berusia 3,5 Abad
Banyak penutur sejarah yang menyebut bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1755,
Baca SelengkapnyaMenengok Sejarah Masjid Agung Palembang, Warisan Peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam Abad 18
Kota Palembang memiliki ragam bangunan kuno yang sampai sekarang masih bisa dijumpai.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Masjid 10 Lantai di Malang Berdiri Megah tanpa Arsitek, Dibangun Malam Hari Didesain Seorang Kiai
Ada anggapan bahwa masjid ini tiba-tiba ada dan pembangunannya dibantu jin
Baca SelengkapnyaIni Alasan Kenapa Imlek 2024 Disebut Sebagai Tahun Naga Kayu
Imlek 2024 disebut sebagai tahun Naga Kayu berdasarkan kalender Tionghoa.
Baca SelengkapnyaSejarah Masjid Al-Mahmudiyah Suro, Masjid Tertua di Palembang yang Punya Tradisi Unik
Masjid yang konon sudah berusia lebih dari satu abad ini memiliki nuansa Melayu yang begitu kental serta tradisi unik.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Nganggung, Bentuk Gotong Royong Masyarakat Bangka Belitung
Biasanya, tradisi ini dilaksanakan ketika hari besar Islam yaitu Idulfitri, Maulid Nabi, dan juga Iduladha.
Baca SelengkapnyaKisah Gereja Tua Kaliceret, Bangunan Kayu Tanpa Paku yang Telah Berusia Ratusan Tahun
Bangunan ini dulunya sempat miring karena tertiup angin, namun bisa tegak kembali karena tertiup angin dari arah yang berbeda
Baca SelengkapnyaMenilik Sejarah Masjid Kiai Muara Ogan, Berdiri di Pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan Sejak Tahun 1871
Masjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.
Baca Selengkapnya