Edi Mulyadi, calon pimpinan BPK dicurigai berstatus PNS Jabar
Merdeka.com - Direktur Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menanggapi adanya dugaan kecurangan dalam proses seleksi pimpinan BPK. Dia menyatakan kekecewaannya lantaran BPK merupakan lembaga yang bertanggungjawab atas kejujuran audit keuangan negara
Dia pun memaparkan bahwa Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI adalah lembaga tinggi yang dibuat dalam berdasarkan UUD 1945.
"BPK itu kan merupakan lembaga yang bertanggung jawab pada keuangan negara. Di UUD 45 ada UU yang mengatur BPK dan menunjukkan pentingnya BPK sebagai lembaga negara. Nah BPK sebagai pengelola negara punya peran yang penting untuk menjadikan negara yang bersih dan mencegah kerugian negara," ujar Karyono saat mengisi diskusi di Cheese Cake Factory, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (21/9).
Selain diatur dalam UUD 1945, tujuan dibentuknya BPK itu sendiri merupakan salah satu bentuk pengamalan salah satu sila yang terdapat dalam pancasila. Sila yang menyebutkan unsur keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan seharusnya diamalkan oleh pimpinan-pimpinan BPK yang baru.
"Dan ada tujuan yang harus diperjuangkan pimpinan BPK untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur dan sejahtera seperti disebut pancasila," tuturnya.
Dari tujuan tersebut, menurutnya, pemilihan pimpinan BPK oleh Komisi XI DPR harus menjunjung tinggi kejujuran dan sesuai dengan peraturan yang dikandung dalam undang-undang. Dia pun memaparkan isi dari pasal 13 huruf C tentang peraturan pemilihan pimpinan BPK.
"Dalam pemilihan ketua BPK seharusnya ada spirit dari pancasila tersebut. UU no 15 tahun 2006 mengatur tentang syarat pemilihan ketua BPK. Dalam pasal no 13 tentang persyaratan calon dan di huruf c jelas disebutkan selambat-lambatnya 2 tahun sudah meninggalkan lingkungan pengelola negara seperti PNS," jelasnya.
Karyono mengatakan bahwa kasus adanya kecurangan dalam pengangkatan Edi Mulyadi sebagai pimpinan BPK tidak bisa dibiarkan dan harus ditelusuri. Hal ini karena akan berdampak pada pemilihan pimpinan BPK lainnya.
"Kalau ada calon pimpinan BPK masih berstatus PNS atau pengelola negara pasti akan jadi Edi Mulyadi selanjutnya. Kalau faktanya Edi Mulyadi statusnya 2 tahun terakhir belum mundur dari Deputi Investigasi BPKP Jabar maka hasil pemilihannya harus ditinjau kembali oleh komisi XI," tegasnya.
Jika dibiarkan dan dipaksakan, menurutnya, hasil yang diambil oleh Komisi XI DPR tersebut adalah produk yang cacat hukum. Karyono mengatakan, apabila DPR dan BPK tidak ingin di cap sebagai lembaga yang melanggar undang-undang maka harus melakukan peninjauan ulang terhadap pemilihan tersebut.
"Kalau dipaksakan tentu hasilnya nanti yang dilakukan DPR produk cacat hukum. Oleh karena itu agar DPR tidak dituduh lembaga yang melanggar UU yang dibuatnya sendiri, mereka harus meninjau ulang pemilihan pimpinnan BPK," katanya.
Dia pun menyepakati apa yang dikatakan Koordinator Investigasi FITRA, Uchok Sky tentang kasus Edi Mulyadi harus dibawa ke MA supaya memiliki payung hukum yang jelas dan mengaturnya.
"Saya sepakat ini dibawa ke MA supaya ada payung hukum yang jelas. Untuk mendeteksi Edi Mulyadi berstatus PNS atau tidak karena ini harus dilacak apakah dia berkegiatan di lingkungan negara atau tidak. Sebenarnya gampang ditemukan, fakta dari status kepegawaian. Namun semua data dari Edi Mulyadi sudah tidak ada lagi," ujarnya
Dia pun memaparkan tentang status kepegawaian Edi Mulyadi di BPKP Jabar yang masih aktif hingga sekarang. Dia mengatakan bahwa dalam struktur organisasi, nama Edi Mulyadi masih tercantum di website BPKP Jabar. Namun tiba-tiba menghilang seiring disahkannya dirinya menjadi pimpinan BPK.
"Di situs resmi BPKP tidak ada nama Edi Mulyadi sama sekali. Dan ini menunjukkan ada penghapusan upaya sistematis untuk menghapus rekam jejak Edi Mulyadi sebagai Deputi Investigasi BPKP Jabar," ungkapnya.
"Ini indikator kuat jangan-jangan dia masih berstatus PNS. Saya searching di BPKP ada kegiatan yang menunjukan dia di BPKP tapi tahun 2011," lanjut dia.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK Duga Pemotongan Dana ASN Sidoarjo untuk Keperluan Pribadi Bupati Ahmad Muhdlor Ali
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Siska Wati sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaKPK Jawab Desakan Pencabutan Status Tersangka, Minta Hakim Tolak Seluruh Gugatan Eks Wamenkum HAM Eddy Hiariej
Hal itu diungkapkan Biro hukum KPK dalam sidang lanjutan praperadilan gugatan penetapan tersangka diajukan Eddy Hiariej
Baca SelengkapnyaKalah Praperadilan, KPK Kaji Penerbitan Sprindik Baru Eks Wamenkum HAM Eddy Hiariej
KPK mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat dalam mengawal dan mengawasi proses hukum dalam penanganan kasus yang menjerat Eddy Hiariej.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Adi Prayitno: Kalau Anies Menang, Sangat Mungkin Ormas yang Dibubarkan Dipulihkan Kembali
Adi menilai, bisa saja nantinya AMIN memulihkan status FPI yang sempat dibubarkan
Baca SelengkapnyaKPK Soal Hakim Gugurkan Status Tersangka Eddy Hiariej dengan KUHAP: 20 Tahun SOP Digunakan Tidak Ada Persoalan
Penetapan Eddy Hiariej sebagai tersangka oleh KPK dinyatakan gugur setelah praperadilan guru besar Ilmu Hukum Pidana itu dikabulkan Pengadilan Negeri Jaksel.
Baca SelengkapnyaPakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya
Rullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.
Baca SelengkapnyaSidang Paripurna, PDIP dan PKB Minta Pimpinan DPR Serius Sikapi Wacana Hak Angket Pemilu
Sebab, dia menilai saat ini pengawasan DPR RI pada Pemilu 2024 tak ada marwahnya.
Baca SelengkapnyaMantan Wamenkum HAM Eddy Hiariej Vs KPK: Kuasa Hukum Desak Cabut Status Tersangka & Kembalikan Aset!
Eddy Cs menggugat KPK terkait penetapan status tersangka kasus dugaan gratifikasi dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Baca SelengkapnyaJubirnya Kena Kasus Pajak, Ini Respons Anies
Calon Presiden nomor urut satu, Anies Baswedan menghormati proses hukum terhadap jubirnya, Indra Charismiadji yang terjerat kasus dugaan penggelapan pajak.
Baca Selengkapnya