Duit kotor buat honor auditor
Merdeka.com - "Pengeluaran uang kopi dan uang makan itu dikasih ke siapa?," tanya Hakim Pangeran Napitupulu.
"Ke tim yang ada surat tugas bersama tim dari BPKP," jawab Tini Suhartini.
"Waduh BPKP ikut di situ? BPKP ikut nikmati?" tanya Hakim Napitupulu lagi dengan logat Batak dan nada terperanjat.
"Iya Pak," ujar Tini singkat.
"Hah! BPKP dapat honor dari uang itu?! Mereka enggak tanya uang itu buat apa?" tanya Hakim Napitupulu setengah tak percaya.
"Iya pak," sergah Tini.
"Mau dibawa ke mana negara ini," tandas Hakim Napitupulu.
Itulah sekelumit tanya jawab antara hakim dan saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi kegiatan fiktif dan pemotongan biaya perjalanan dinas dalam kegiatan audit bersama antara Badan Pengawas Keuangan Pembangunan dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional (kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) pada 2009, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (11/7).
Duduk di kursi pesakitan adalah mantan Inspektur Jenderal Kemendiknas, Mohammad Sofyan alias H. Andy Sofyan Lakki.
Dari persidangan kemarin terungkap beberapa hal unik. Ternyata menurut saksi Bendahara Pembantu Pengeluaran Inspektorat I Itjen Kemendiknas, Tini Suhartini, beberapa auditor dari BPKP ikut menikmati honor dari kegiatan yang diselewengkan, yakni penyusunan Standar Operasi Prosedur audit bersama Pengawasan Pemeriksaan Sarana Prasarana di Itjen Kemendiknas pada 2009.
"Mestinya kegiatan itu dilakukan di Bogor. Tetapi malah dilaksanakan di lantai V Gedung Itjen Kemendiknas selama empat hari. Inspektorat I sampai IV bergiliran memberikan konsumsi buat para peserta selama empat hari itu," ujar Tini.
Tini mengakui diperintah langsung atasannya, Inspektur I Itjen Kemendiknas Suharyanto, membuat laporan seolah kegiatan itu dilakukan di Bogor. Dia juga membeberkan meski tidak sesuai rencana, duit anggaran kegiatan dicairkan seluruhnya, yakni lebih dari Rp 319 juta. Suharyanto membenarkan hal itu, dan berdalih melakukan itu atas arahan Sofyan.
"Yang dapat (honor) auditor, inspektur, dan unsur sekretariat," jawab Suharyanto.
Pengakuan Suharyanto membuat Hakim Ketua Gusrizal Lubis memburunya dengan pertanyaan lain. Dia ingin tahu atas inisiatif siapa hal itu dilakukan. Tetapi, awalnya Suharyanto selalu mengelak setengah mati menyebut nama Sofyan. Mungkin dia masih sungkan dengan bekas atasannya itu. Alhasil Hakim Ketua Gusrizal Lubis pun geram dibuatnya.
"Siapa yang tentukan! Jangan mutar-mutar saudara," bentak Hakim Ketua Gusrizal Lubis.
"Yang menentukan enggak usah di Bogor, yang penting administrasi beres terdakwa," kata Suharyanto.
"Nah, gitu saja susah sekali bicaranya," ujar Hakim Ketua Gusrizal dengan nada kesal.
Lebih mengherankan lagi, Tini mengakui sempat ada urunan 'uang terima kasih' buat para auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan, saat akan melakukan audit di Itjen Kemendiknas. Tini mengatakan duit Rp 100 juta itu dikumpulkan dari lima bagian, yakni Inspektorat I, II, III, IV, dan Inspektorat Investigasi.
"Yang mengkoordinir pak Sam Yhon (Pelaksana Harian Sekretaris Itjen Kemendiknas)," kata Tini.
"Sudah berapa lama praktik seperti ini? Hmm? Saksi Suharyanto?" tanya Hakim Napitupulu.
Suharyanto pun kembali terbata-bata saat akan menjawab pertanyaan itu. Sebelum menjawab dia sempat berpikir sesaat. Dia malah berkelit tidak tahu karena baru menjadi Pejabat Pembuat Komitmen kegiatan itu pada 2009.
"Bukan itu pertanyaannya. Sudah sering praktik seperti ini? Hmm? Ayo jawab," sergah Hakim Napitupulu.
"Iya Pak," jawab Suharyanto pelan.
"Kalian berdua tahu kalau itu melanggar hukum kan. Kenapa masih mau saja," tegas Hakim Napitupulu.
"Iya Pak," jawab Tini dan Suharyanto bergantian.
Aneh memang kedengarannya, tapi itu fakta yang tak bisa dipungkiri. BPKP dan BPK sebagai lembaga negara bertugas sebagai pengawas dan pemeriksa keuangan semestinya menjunjung tinggi prinsip integritas. Tetapi dalam praktik, para auditornya tetap melakukan hal sama. Diam-diam mereka diduga menerima honor di luar ketentuan, padahal tahu itu salah.
Setelah era reformasi, BPK dan BPKP dianggap sebagai salah satu ujung tombak pemberantasan korupsi. Saban hari mereka berkutat memeriksa uang negara, diperoleh dari hasil peras keringat rakyat disetor buat pajak dan utang luar negeri. Tetapi kalau kenyataannya seperti itu ya mau berharap apa. Bahkan, wewenang menghitung kerugian keuangan negara jika terungkap kasus rasuah ada di tangan kedua institusi itu.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika Anda butuh hiburan disaat bosan, pantun lucu bikin ngakak sampe sakit perut adalah solusinya.
Baca SelengkapnyaLendir dan bau amis belut pada belut sering kali sulit untuk dihilangkan. Yuk simak caranya!
Baca SelengkapnyaBayu Krisnamurthi menegaskan kegiatan penyaluran Bantuan Pangan Beras yang saat ini tengah disalurkan oleh Bulog bebas dari kepetingan apapun.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Luhut meminta BPKP untuk melakukan audit dan tidak segan untuk melaporkan temuan kepada Kepala Negara.
Baca SelengkapnyaBegini jadinya seorang penjahat kasus kejahatan serius disuapi polisi usai ditembak kakinya.
Baca SelengkapnyaPenduduk di Perbatasan Skouw RI-PNG ada suku dari berbagai daerah di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenjadi anak kos adalah salah satu langkah menuju hidup mandiri.
Baca SelengkapnyaBeruntung rombongan tersebut akhirnya berkenan untuk kembali dan menjemput Gunawan di Pos Polisi.
Baca SelengkapnyaCak Imin akhirnya buka suara soal dulu dukung pembangunan IKN, sekarang malah menolak
Baca Selengkapnya