Dua orang tersangka korupsi PT Pos ditahan Kejagung
Merdeka.com - Jaksa Pidana Umum Kejagung akhirnya menahan dua orang tersangka kasus korupsi pengadaan Portabel Data Terminal (PDT) di Kantor PT. Pos Indonesia (Persero) Tahun anggaran 2012-2013. Dua tersangka itu adalah Senior Vice Presiden Teknologi Informasi PT Pos Indonesia, Budhi Setyawan dan pegawai PT Pos Indonesia, Muhajirin.
"Iya dilakukan penahan terkait kasus PT Pos," kata Kasubdit Tipikor Kejagung Sarjono Turin kepada awak media di Kejagung, Jakarta, Selasa (2/12).
Turin mengatakan, kedua tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Mengenai penahanan terhadap tersangka lain termasuk Direktur Utama PT Pos Indonesia, Budi Setiawan yang terlibat dalam kasus tersebut, Turin mengatakan masih dalam proses penyidikan. "Segera kita akan proses," katanya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka sejak Oktober hingga November 2014; Direktur Utama PT Pos Indonesia, Budi Setiawan, SVP Teknologi Informasi PT Pos Indonesia, Budhi Setyawan (BdS), karyawati PT Datindo Infonet Prima, Sukianti Hartanto, pegawai PT Pos Indonesia, Muhajirin dan Direktur PT Datindo Infonet Prima, Effendy Christina.
Kasus dugaan korupsi bermula dari proyek pengadaan alat PDT pada Mei hingga Agustus 2013. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam ini akan dipakai oleh pengantar pos untuk mengirim barang kepada penerima. Data dari pengantar pos kemudian terkirim ke server pusat.
Status tersangka itu setelah Kejagung menyita 1.725 unit alat pelacak barang dan surat atau biasa disebut portable data terminal (PDT) di Kantor Pos Area IV Jakarta Pusat. Alat-alat itu menjadi barang bukti kasus dugaan korupsi.
Kasus dugaan korupsi ini sendiri bermula saat proyek pengadaan alat PDT pada Mei hingga Agustus 2013 di PT Pos Indonesia. Saat itu, PT Pos menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet.
Proyek itu sebetulnya ingin membuat si pengirim lewat kantor Pos ke tempat tujuannya. Alat pengantar itu diubah bentuknya mirip telepon genggam supaya si pengantar pos mudah untuk mengirim barang kepada penerima. Data dari pengantar pos kemudian terkirim ke server pusat.
PT Pos lalu membeli PDT dari PT Datindo dengan nilai total Rp 10,5 miliar. Dana tersebut berasal dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Belakangan diketahui, alat yang sudah terlanjur dibeli itu tak berfungsi sesuai spesifikasi dalam kontrak.
Dari 1.725 unit alat yang dibeli PT Pos, hanya 50 unit yang beroperasi tapi tetap tidak sesuai spesifikasi. Berdasarkan perjanjian kerja sama, seharusnya alat itu memiliki fitur alat pelacak lokasi atau Global Positioning System (GPS).
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dengan tidak memenuhi panggilan penyidik sebanyak tiga kali tanpa alasan.
Baca SelengkapnyaKejagung telah menetapkan belasan orang sebagai tersangka dalam perkara ini
Baca SelengkapnyaSebanyak 48 orang saksi diperiksa sebelum penetapan tersangka
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Empat direktur perusahaan itu diperiksa sebagai saksi untuk tujuh tersangka.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyoroti penanganan perkara tersebut.
Baca SelengkapnyaKetut menyebut, penetapan lima tersangka itu dilakukan pada Jumat, 16 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaNawawi belum memberikan keterangan lebih lanjut soal sektor pengadaan barang dan jasa yang menyeret bupati Labuhan Batu.
Baca SelengkapnyaGaji seluruh karyawan PT DI untuk bulan November 2023, baru dibayar rata sebesar Rp1 juta.
Baca SelengkapnyaKejagung telah menaikan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
Baca Selengkapnya