Din Bicara Pemakzulan Versi Islam, PDIP Nilai Masukan Penting
Merdeka.com - Politikus PDIP Hendrawan Supratikno menilai, pernyataan Din Syamsudin terkait pemakzulan merupakan masukan yang penting. Dosen Pemikiran Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu bicara tiga syarat memakzulkan kepala negara merujuk pendapat pemikir politik Islam, Al Mawardi.
"Komentar Pak Din merupakan masukan penting. Sifatnya masih normatif," kata Hendrawan melalui pesan singkat, Selasa (2/6).
Hendrawan menilai, syarat yang dibicarakan Din berlaku umum. Dia mengatakan, perlu program kerja dan kepemimpinan nasional yang menekankan keadilan, kedaulatan ekonomi dan pelaksanaan strategi cerdas berbasis data agar syarat tersebut tidak terpenuhi.
"Agar syarat tersebut tidak dipenuhi, program-program kerja dan kepemimpinan nasional memang menekankan komitmen untuk keadilan, kedaulatan ekonomi dan pelaksanaan strategi yang cerdas berbasis data yang akurat," kata Hendrawan.
Hendrawan mengatakan, masalah pemakzulan presiden sudah diatur dalam UUD 1945. Dia mengatakan, pernyataan Din tak perlu diperkeruh dan ditafsirkan bermacam-macam.
"Jadi tidak perlu diperkeruh atau ditafsirkan macam-macam. Dan kita jangan menghabiskan energi untuk bicara hal-hal yang tidak penting dan tidak produktif," kata dia.
Anggota Komisi XI DPR itu meminta sebaiknya fokus untuk menghadap Covid-19.
"Sekarang fokus kita adalah membangun gotong royong dan jiwa juang berskala besar. Kita harus menggerakkan roda ekonomi sekaligus aman dari ancaman Covid-19," ucap Hendrawan.
Diberitakan, Dosen Pemikiran Politik Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Din Syamsuddin mengungkapkan, ada tiga syarat untuk memakzulkan kepala negara. Tiga syarat ini merujuk pada pendapat pemikir politik Islam, Al Mawardi.
Syarat pertama, tidak adanya keadilan. Pemimpin bisa dimakzulkan bila tidak bisa berlaku adil, misalnya hanya menciptakan satu kelompok lebih kaya.
"Prinsip freedom menyerukan kepada rakyat untuk melawan pemimpin yang zalim, kepemimpinan yang tidak adil terutama jika kepemimpinan itu membahayakan kepentingan bersama seperti melawan konstitusi," kata Din.
Syarat kedua, lanjut Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu, ketika pemimpin tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. Pemimpin tersebut juga tidak memberi ruang bagi dunia akademik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Kalau ada pembungkaman kampus, pembungkaman akademik, pemberangusan mimbar akademik itu sebenarnya bertentangan secara esensial dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam praktik-praktik sebaliknya adalah pembodohan kehidupan bangsa," jelas Din.
Terakhir, pemimpin bisa dimakzulkan ketika dia kehilangan kewibawaan dan kemampuan memimpin, terutama dalam masa kritis. Terlebih, jika dalam situasi kritis, pemimpin mudah didikte atau ditekan orang di sekelilingnya atau pihak luar.
"Seorang pemimpin itu akan dilihat saat situasi kritis, bisakah dia memimpin? Maka oleh para ulama mengatakan bisa dimakzulkan jika seorang pemimpin tertekan oleh kekuatan-kekuatan lain, terdikte kekuatan-kekuatan lain, terdikte oleh orang baik warga atau orang terdekatnya untuk bisa menjalankan kepemimpinannya," papar Din.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Respons Puan Maharani Ditanya Maruarar Sirait Keluar PDIP: Terima Kasih
Langkah politik ini diakui Maruarar Sirait mengikuti Joko Widodo
Baca SelengkapnyaDebat ke-3 Pilpres 2024, Akademisi Menilai Capres Tak Perlu Bermain Gimik Politik
Para akademisi dan pengamat politik berharap para capres tetap berdiri pada substansi masing-masing, pada debat ketiga Pilpres 2024, Minggu (7/1/2024).
Baca SelengkapnyaSilaturahmi ke 18 Pesantren di Medan, Mahfud: Berpolitik adalah Satu Tugas Mulia
Kedatangan Mahfud disambut langsung oleh Pengasuh Pesantren Al Kautsar Al Akbar Kota Medan, Syech Ali Akbar Marbun.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Soal Isu Pemakzulan Jokowi, PDIP Ingatkan Pemimpin Harus Jalankan Amanah Rakyat
PDIP juga meminta isu pemakzulan terhadap Jokowi ini bisa segera direspons agar tak menimbulkan gerakan yang lebih besar lagi.
Baca SelengkapnyaSivitas Akademika Unipdu Jombang Serukan Pemilu Damai dan Tolak Politik Praktis
Mahasiswa juga menyuarakan agar ASN, TNI dan Polri tetap netral dan bekerja sesuai dengan porsinya.
Baca SelengkapnyaBegini Detik-Detik Budi Djiwandono Keponakan Prabowo jadi Mualaf, Disaksikan Langsung Sang Capres
Politikus Partai Gerindra resmi menjadi mualaf di hadapan sosok capres dan Imam Besar Masjid Istiqlal. Ini informasinya.
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP Kritik Kenaikan Pangkat Kehormatan Prabowo: Seperti di Era Orde Baru
TB Hasanuddin menegaskan, dalam militer saat ini tidak ada istilah pangkat kehormatan lagi.
Baca SelengkapnyaPDIP soal Akademisi Buat Petisi Kritik Pemerintah: Demokrasi Hadapi Masalah Serius
Hasto mengatakan, perguruan tinggi merupakan cerminan dari kekuatan moral.
Baca SelengkapnyaMenag Minta Khatib Salat Jumat Sampaikan Pesan Pemilu Damai dan Hargai Perbedaan Pilihan Politik
Yaqut mengatakan, pemilu sebagai pesta demokrasi yang diselenggarakan lima tahun sekali sehingga dijalankan dengan penuh riang gembira.
Baca Selengkapnya