Dari LSM sampai pengacara kondang gugat UU Pilkada ke MK
Merdeka.com - Belum genap seminggu disahkan dalam rapat paripurna DPR, sejumlah elemen masyarakat sudah mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada lewat mekanisme DPRD ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagian para pemohon menilai pemilihan kepala daerah lewat mekanisme DPRD menciderai kedaulatan rakyat.
"DPRD bukanlah pemegang kedaulatan tertinggi sehingga Pilkada lewat DPRD bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat," kata salah satu pemohon dari Institute for Criminal Justice Reform, Erasmus Napitupulu, usai menyerahkan berkas permohonan UU Pilkada, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (29/9).
Pemohon menilai, mekanisme Pilkada lewat DPRD menciptakan ketidakpastian hukum, karena bertentangan dengan undang-undang seperti Pasal 10 UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dan Pasal 65 UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU khusus daerah itu berbunyi pemilihan kepala daerah lewat langsung.
Pemohon melanjutkan ketentuan Pasal 3 UU Pilkada juga dianggap bertentangan dengan asas–asas pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta mengingkari prinsip-prinsip pemilihan secara demokratis.
"Berdasarkan alasan itulah, maka Para Pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 3 UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945," kata dia.
Sebelumnya, sudah 10 pemohon yang mengajukan uji materi. Mereka adalah Supriyadi Widodo Eddyono, Wiladi Budiharga, Indriaswati D Saptaningrum, Ullin Ni'am Yusron, Anton Aliabbas, Antarini Pratiwi, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), dan Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial).
Kelompok ini membawa berkas permohonan uji materi UU Pilkada, surat kuasa pemohon, dan daftar bukti dan bukti pemohon, masing-masing sebanyak 12 rangkap, serta soft copy permohonan pemohon sebanyak satu file. Permohonan tersebut diterima dan ditandatangani oleh perwakilan MK, yakni Agusniwan Etra.
Selain itu, pengacara kondang OC Kaligis pun ikut bereaksi terkait disahkannya UU Pilkada ini. Menurutnya, banyak makna demokrasi hingga kini yang salah diartikan.
"Perlu pendekatan filosofis dan historis supaya mendapat rumusan yang sesuai dan ideal," kata Kaligis usai menyerahkan berkas permohonan UU Pilkada, di Gedung MK.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menjelaskan pemenang Pilkada tak perlu memperoleh suara 50+1 seperti pada aturan Pilpres.
Baca SelengkapnyaTetapi, keputusan akhir tetap ada di DPP karena diyakini tidak akan sembarangan menentukan dukungan untuk calon gubernur maupun wakil gubernur yang diusungnya
Baca SelengkapnyaGus Mudhlor ditetapkan KPK sebagai tersangka seteah diduga terlibat melakukan pemotongan dana insentif ASN.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
AS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaMK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
Baca SelengkapnyaRullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.
Baca SelengkapnyaJokowi mengajukan ke MK agar jadwal Pilkada 2024 dimajukan September dengan alasan agar pelaksanannya mudah
Baca SelengkapnyaNantinya dana tersebut akan dialokasikan untuk kebutuhan dan seluruh tahapan penyelanggaraan Pilkada.
Baca Selengkapnyasidang perdana besok merupakan pemeriksaan pendahuluan dengan agenda menyiapkan permohonan pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan.
Baca Selengkapnya