Cerita akulturasi warga etnis China di Semarang

Merdeka.com - Etnis Tionghoa pertama kali berlabuh di Kota Semarang, Jawa Tengah bertujuan untuk melakukan perdagangan. Mereka berlabuh di wilayah Mangkang, Kecamatan Semarang Barat yang saat itu bisa disinggahi kapal besar jenis Jonk atau Wakang Tjoen. Saat ini, tempat itu menjadi sentra kawasan industri dan pabrik berbagai produk mulai dari makanan, tekstil, logam serta kebutuhan pokok lainnya.
Saat datang ke Semarang, para kaum pria China berpenampilan seperti dalam film-film mandarin. Rambut mereka panjang dan dikuncir. Saat itu mereka ada yang berdagang dan menetap di sebuah desa di Wilayah Mangkang yang disebut dengan Desa Ngaliyan. Dalam bahasa Indonesia, Ngaliyan yang merupakan bahasa Jawa berarti perpindahan atau berpindah.
"Pecinan di Kota Semarang, tidak sama seperti pecinan wilayah Indonesia lainnya. Karena mereka dibikin dan dikondisikan sama Belanda. Pemukiman etnis Tionghoa yang terkenal saat itu ada di Daerah Simongan, Daerah Mangkang dan daerah Ngaliyan. Waktu itu terjadi pemberontakan terhadap kaum Belanda yang dilakukan oleh etnis Tionghoa. Yang saat itu, kaum etnis Tionghoa bersatu dengan Amangkurat I kompak melawan Belanda di sekitar wilayah Lasem, dekat dengan Jepara. Maka tak heran sempat muncul cikal bakal batik Lasem di sana," ujar tegas Sejarawan Semarang, Jongkie Tio saat ditemui merdeka.com di Rumah Makan Semarang di Jalan Gadjahmada, Kota Semarang, Jawa Tengah yang merupakan tempat tinggalnya, Jumat(4/2) malam.
Nama Desa Ngaliyan sendiri, dalam buku berjudul 'Kota Semarang Dalam Kenangan' karya Jongkie Tio berasal dari seorang ilmuwan Tionghoa bernama Na Lie Ang dari Gedung Batu. Dalam perjalanannya saat berguru dengan Ki Dapu di wilayah Boja, Kota Semarang, Na Lie Ang kemudian meninggal dan untuk mengabadikan namanya dinamakanlah wilayah itu dengan nama Ngaliyan.
"Mulai saat itu banyak warga etnis Tionghoa yang masuk ke pedalaman dan membuat pemukiman seperti di wilayah Kranggan, Damaran dan Petudungan. Beberapa dusun-dusun yang muncul karena etnis Tionghoa yang membaur bersama warga pribumi di Kota Semarang seperti Jeruk Kingkit, Ambengan dan Pandean," terang pria yang mempunyai dua nama lain yaitu Tio Tek Wan dan Dedy Budiharto ini.
Dalam urusan perdagangan para pendatang etnis Tionghoa lah yang maju dan menonjol. Tak heran jika saat itu, para pejabat pemerintah Belanda mengangkat seorang Ketua atau Kepala Etnis Tionghoa untuk urusan perdagangan. Munculah seperti; Lauitenant der Chinesen, Kapten ataupun Mayor. Kapiten der Chinesen yang saat itu ternama pada tahun 1672 adalah Tn Kwee Kiauw yang merupakan saudagar terkenal saat itu.
"Orang Belanda dulu datang ke sini (Kota Semarang) tidak bisa lepas hubungannya dengan etnis Tionghoa. Mereka malah memerlukan sekali orang China. Karena yang bisa membelikan palawija di wilayah pedalaman ya si China itu. Om saya tukang beli palawija kawin dengan anak Lurah di salah satu wilayah di Magelang. Makanya si Londo (Belanda) itu sangat perlu dan dekat dengan Om saya. Jadi sudah bisa dilihat bagaimana hubungan penjajah Belanda, orang China dan pribumi Jawa di Kota Semarang. Mangan seko kunu, sandangan seko kunu (Makanan dan pakaian ya dari sana). Sudah melebur menurut saya," tutur pria yang rambutnya serba putih ini.
Kemudian pada abad ke-17, sekitar tahun 1530, sesuai dengan buku Oversich van the Javanche Geschidenis karangan orang Belanda, JH Tops, beberapa orang Tionghoa mendatangkan tukang-tukang dari Batavia untuk membangun rumah. Rumah mereka yang dulunya hanya dari bambu dan anyaman kini berganti menjadi tembok tebal, dengan ujung atap khasnya.
"Atapnya berbentuk kotak khas. Biasanya disebut dengan Sadle Horse, tempat duduk atau pelana kuda diatapnya. Namun saat ini rumah-rumah tersebut sudah banyak berkurang di wilayah pecinan seperti di Pekojan, Gang Baru, Gang Besen, Gang Lombok dan sekitar lainya,"" ungkap pengusaha toko emas ini.
Maka saat itulah mulai terjadi pembauran antara etnis Tionghoa dan warga pribumi Kota Semarang. Apalagi beberapa lelaki etnis Tionghoa saat itu tidak membawa serta para istri mereka dari China. Munculah etnis Tionghoa yang merupakan keturunan dari penduduk asli Kota Semarang. Tak heran, mulai saat itu munculah beberapa para wanita keturunan etnis Tionghoa mengenakan kebaya, berambut konde (sanggul) dan mengunyah kinang (daun sirih) layaknya pribumi asli Kota Semarang.
Demikian juga dari segi bahasa sehari-hari, banyak kata-kata dari bahasa China yang digunakan untuk pergaulan sehari-hari mereka. Seperti kata-kata Cat atau Cet (cairan untuk mewarnai) berasal dari kata Hokkian 'Tjhat'. Kemudian kata Anglow, tempat api untuk memasak dari tanah liat diberinama Anglo dari kata 'Hanglow' dan lain-lainya.
Selain itu, saat itu mulai munculah beberapa kuliner atau masakan yang identik dengan bangsa etnis Tionghoa seperti; Bakso, Bakmi, Tahu, Bolang baling. Muncul juga bolang-baling yang jenis kurang manis dengan sebutan Gelek. Kemudian dikenal pula makanan seperti kue Ku, Bakpao, Wedang Tahu, Wedang Ronde, Kue Pia dan salah satu makanan khas Kota Semarang yang sudah mendunia yaitu Lumpia. Lalu makanan lainnya seperti; Siomay, Bihun, Misoa, Pangsit, Kue Moho, Kue Mangkok dan lain-lainya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Warga Negara Inggris ini Bersepeda Sendirian dari China ke Australia, Begini Keseruannya saat Tiba di Semarang
Ia mempelajari budaya dan mencicipi kuliner baru pada setiap negara yang disinggahi
Baca Selengkapnya
Kapal Nelayan Rute Jakarta-Lombok Angkut 37 Orang Tenggelam di Selayar, 2 Meninggal dan 24 Hilang
Namun saat berada di 52 NM dari Pelabuhan Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar, kapal tersebut dihantam cuaca buruk.
Baca Selengkapnya
'Orang Kaya Pada Masanya', Cerita Pasangan Kakek Nenek Naik Haji Tahun 1966 Berangkat Pakai Kapal Laut, Begini Suasana Mekkah
Tak terkira, suasana kota Mekkah tempo dulu cukup berbeda dengan saat ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.

Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial
Sebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.
Baca Selengkapnya
Sejarah Orang-orang Jawa Imigrasi ke Pulau Sumatera, Bekerja Jadi Buruh Tani Milik Belanda
Sejak tingginya aktivitas imigrasi orang-orang Jawa ke Sumatera, mereka menetap dan membentuk sebuah komunitas.
Baca Selengkapnya
Bea Cukai Tangkap Kapal Pembawa Ratusan Kantong Pakaian Bekas Impor di Riau, 2 Orang Jadi Tersangka
Bea Cukai Riau kembali menangkap kapal pembawa pakai bekas impor yang masuk ke wilayah Indonesia
Baca Selengkapnya
Dua Bangkai Kapal Berusia Ratusan Tahun Ditemukan di Laut China Selatan, Muatan 100.000 Porselen dan Kayu Masih Utuh
Dua kapal ini berasal dari masa Dinasti Ming, yang berkuasa di China dari tahun 1368-1644.
Baca Selengkapnya
Kota Semarang Dulunya adalah Lautan, Begini Sejarahnya
Wilayah Kelenteng Sam Poo Kong dulunya berada di pinggir laut. Kini jaraknya sekitar 7 km dari bibir pantai
Baca Selengkapnya
Sejarah Kota Pariaman, dari Kawasan Pelabuhan Penting sampai Dinamika Perdagangan di Era Penjajahan
Setiap tahunnya 2 sampai 3 kapal India bersandar di Pariaman untuk mengirim kain kepada penduduk lokal.
Baca Selengkapnya