Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Cara-cara ini ditempuh supaya UU KPK tidak jadi direvisi

Cara-cara ini ditempuh supaya UU KPK tidak jadi direvisi Demo pegawai KPK. ©2015 merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Sejak revisi UU KPK dibahas di Baleg DPR beberapa waktu lalu, penolakan terus mengalir dari berbagai kalangan. Mereka menilai, semangat atau roh revisi atas lembaga anti rasuah itu akan melemahkan dan bahkan mematikannya.

Revisi tersebut didukung enam fraksi di DPR yakni Fraksi PDIP, NasDem, PKB, Hanura, PPP, dan Golkar. Meski penolakan terus mengalir, para politikus di Senayan tetap kukuh mendukung. Berbagai argumen dilontarkan mereka mengapa UU KPK perlu direvisi.

"Sebagai salah satu inisiator, kita (DPR) ingin mengembalikan sistem tata negara kita, penegakan hukum yang kaitannya dengan institusi Kepolisian dan Kejaksaan. Undang-undang ini sebagai alat untuk memperkuat dua lembaga tersebut," kata Anggota DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/10).

Tentu penolakan itu bukan tanpa sebab. Ada banyak hal yang membuat khalayak menolak tegas dalam draf revisi UU tersebut. Penolakan yang mencolok adalah soal umur KPK (12 tahun), KPK tidak lagi memiliki tugas dan kewenangan melakukan penuntutan, KPK kehilangan tugas dan kewenangan melakukan penuntutan, KPK hanya bisa menangani perkara korupsi dengan kerugian negara Rp 50 miliar ke atas, pemberhentian penyelidik dan penyidik harus berdasarkan usulan Kejaksaan dan Polri, KPK lebih diarahkan kepada tugas pencegahan Korupsi, serta beberapa poin penting lainnya.

Untuk menghentikan revisi tersebut, berbagai cara sudah dan disarankan ditempuh. Apa saja cara-cara tersebut? Berikut rangkumannya:

Prihatin KPK mau dilemahkan, ratusan santri gelar salat Hajat

Prihatin dengan kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus digoyang agar runtuh, ratusan santri Padepokan Singo Ludiro, Sukoharjo menggelar salat hajat dan istighosah, Jumat (9/10) malam. Acara salat hajat dan istighosah dilakukan usai salat Isya' di Masjid Ponpes Kholifatullah Singo Ludiro, Dukuh Mojo RT 1 RW 4, Desa Laban, Kecamatan Mojolaban.Dengan mengenakan baju koko, peci dan sarung, para santri khusyu mengikuti ibadah yang dipimpin pengasuh ponpes, KH Agung Syuhada. Kepada wartawan, para santri mengaku prihatin dan sedih jika KPK terus digoyang. "Korupsi di negeri ini masih merajalela. Namun keberadaan KPK kok malah terus dipersoalkan. Kami hanya bisa membantu dengan berdoa," ujar Adi Bahtiar (17) salah satu santri.Pengasuh ponpes, KH Agung Syuhada menambahkan, dukungan terhadap KPK yang dilakukan para santrinya, tidak cukup hanya melalui aksi atau petisi anti pelemahan KPK di situs change.org/janganbunuhkpk yang sudah mencapai puluhan ribu orang. Namun juga melalui doa yang dipanjatkan kepada Tuhan."Dukungan juga harus kita lakukan dengan berdoa dan salat hajat serta dengan istighosah," katanya.Agung mengatakan, salat hajat, maknanya sangat dalam. Pihaknya juga mengajak pesantren di belahan Bumi Pertiwi untuk ikut mendoakan KPK. Cobaan yang dialami KPK agar roboh, kata dia, terus dilakukan berbagai pihak. Salah satunya dengan usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).Menurut dia, saat ini rakyat sudah pintar dan tidak bisa dibodohi oleh anggota DPR. "Masak KPK mau dilemahkan dengan pasal-pasal, masak KPK tidak ada kewenangan menyadap dan menuntut," ungkapnya.Dengan salat hajat sebanyak enam rakaat itu, dia berharap bisa menjadi senjata ampuh agar anggota DPR dibukakan hati nuraninya, sehingga revisi UU KPK dibatalkan. Tidak hanya itu, doa pelengkap dengan bacaan ayat suci Alquran melalui istighosah, bisa menguatkan KPK dalam menghadapi cobaan demi cobaan."Dari pinggir Bengawan Solo, kami menentang pelemahan KPK. Sudah seharusnya KPK diperkuat dengan UU. Bukan diperlemah," pungkas dia.

Tolak revisi UU KPK, koalisi masyarakat antikorupsi gandeng Demokrat

Rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dikecam banyak pihak lantaran dianggap melemahkan kewenangan lembaga antirasuah tersebut. Salah satunya disuarakan oleh koalisi masyarakat sipil antikorupsi.Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho menjelaskan, koalisi masyarakat sipil antikorupsi untuk melobi sejumlah partai untuk menolak revisi tersebut.Dia menjelaskan, partai yang pertama dilobi adalah Partai Demokrat. Demokrat sendiri mengatakan akan mendukung gerakan tolak revisi tersebut."Meminta kepada Demokrat untuk menolak revisi Undang-undang KPK ini sekaligus juga tadi ada simbolisasi penyerahan petisi sebanyak 34 ribu itu petisi penolakan KPK dibunuh," kata Emerson saat mendeklarasikan gerakan tolak RUU KPK, di Menteng, Jumat (9/10).Emerson menegaskan, lobi fraksi di DPR untuk menolak RUU KPK ditujukan kepada semua fraksi di DPR. Termasuk enam partai yang mengusung RUU tersebut."Ya semua. Semua partai kita lobi. Kemarin kita juga sudah hubungi PKS, mereka baru bisa kasih tanggapan Kamis," ujarnya.Emerson menambahkan, selain meminta dukungan kepada partai-partai, pihaknya juga meminta dukungan kepada masyarakat dengan cara membuat petisi di change.org."Dalam waktu kurang dari dua hari, petisi ini sudah didukung hampir 34 ribu orang," ujarnya.Dukungan ini turut dihadiri anggota Partai Demokrat, Amir Syamsudin, Didi Irawadi Syamsudin, Inggrid Kansil, Ichsan Modjo, dan Kastorius Sinaga.

Tolak revisi UU, para akademisi datangi KPK

Belasan orang yang tergabung dalam gerakan anti korupsi lintas perguruan tinggi mendatangi gedung Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Anggota gerakan yang merupakan akademisi dari sejumlah perguruan tinggi ini menyatakan dukungannya kepada KPK untuk menolak revisi UU KPK yang diusulkan DPR. "Kami menolak revisi UU KPK yang diajukan oleh anggota partai di DPR. Kami juga tegaskan bahwa, siapa saja yang berupaya melemahkan KPK akan berhadapan dengan masyarakat, dan kita harus lawan," ujar salah seorang anggota yang tak disebutkan namanya di depan gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (9/10). Lanjut dia, KPK dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi tidaklah berjalan sendirian. Mereka, kata dia, akan mendukung KPK dari belakang untuk terus lawan korupsi. "Kami juga datang ke KPK dan katakan, kita di belakang KPK. Ada pun yang dilakukan KPK adalah satu misi yang mengatasnamakan rakyat dalam memberantas korupsi," tegas dia. Setelah menyampaikan dukungannya kepada KPK, kelompok ini berencana akan mendatangi gedung DPR untuk menyatakan sikap menolak revisi UU KPK yang sementara ini tengah dibahas di DPR. "Kita akan ke DPR, kami akan sampaikan bahwa 45 nama (anggota DPR) yang ajukan ini (revisi) akan berhadapan dengan masyarakat. Karena jelas ini upaya pelemahan KPK dan pro koruptor," pungkas dia. Pantauan merdeka.com, setelah diterima Plt KPK, Taufiqurrahman Ruki, para akademisi ini melancarkan aksinya dengan membawa sejumlah sepanduk bertuliskan tolak korupsi. Selain itu, mereka juga terlihat kompak memakai kaus tangan berwarna merah yang bertulis 'gak' (dengan korupsi).

Romo Benny ajak masyarakat bikin petisi online tolak revisi UU KPK

Pro kontra terus terjadi saat DPR dan pemerintah berencana merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tokoh Agama, Romo Benny Susetyo memberikan tanggapan keras terkait rencana usulan tersebut.Romo Benny menilai rencana untuk merevisi UU KPK telah membuat kegaduhan di masyarakat. Untuk mengantisipasi hal itu, kata Romo Presiden lah yang dapat meredam semua kegaduhan tersebut, caranya adalah cepat memberikan sikap untuk menarik rencana revisi tersebut."Makanya sekarang dalam situasi ini supaya tidak mengalami kegamangan, sehingga publik dibuat permainan seperti ini dan muncul pro-kontra dan itu tidak kondusif bagi pertumbuhan ekonomi kita. Ya lebih baik presiden mengambil sikap menarik itu (rencana revisi UU KPK). Sehingga kegaduhan selesai," kata Romo Benny di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu, (11/10).Lebih lanjut, Romo Benny menambahkan bahwa rencana merombak UU Lembaga Ad Hoc ini adalah hal yang lumrah, tujuannya adalah untuk melindungi para pejabat negara yang terlibat kasus korupsi agar terlepas dari pidana."Jadi gini, ini kan sebuah hal dalam kekuasaan itu kan ada hal saling melindungi. Jadi politik lempar tangan itu sesuatu yang biasa. Jadi sebenarnya kalau mau jujur ya keduanya yang menginginkan (revisi UU KPK), baik pemerintah maupun DPR," jelasnya.Oleh sebab itu, menurut Romo upaya revisi terhadap UU KPK akan terus ada sampai kapan pun selama para pejabat negara masih memiliki niatan melakukan praktik korupsi."Makanya selama kita tidak melihat bahwa KPK sebagai lembaga yang dibutuhkan untuk bangsa ini keluar dari persoalan korupsi yang sudah berabad-abad itu, ya selalu akan ada upaya revisi," terang Pendiri Serata institute ini.Menurut Romo langkah lainnya adalah dengan melakukan petisi online. Petisi online untuk DPR menjadi upaya konkret yang menunjukkan bahwa masyarakat tidak menginginkan adanya perubahan UU yang mengatur lembaga anti rasuah tersebut."Langkah kongkrit publik menurut saya tidak cukup hanya dengan mengekang. Kita harus punya kesadaran politik. Misalnya sikap politik kita dengan mengatakan kepada presiden, kami memilih anda karena bersih dan berharap korupsi bisa diberantas. Maka kalau anda tidak melakukan ini, ya kami bisa mencabut dukungan terhadap kebijakan-kebijakan anda," kata Romo Benny."Sebenarnya publik bisa dengan petisi online atau mendatangi DPR, menunjukkan bahwa publik ingin peradaban bangsa ini dibangun dengan cara bersih-bersih dari korupsi yang sudah mengakar itu," tambahnya.Oleh karena itu, Romo menilai peran publik menjadi sangat penting dalam kondisi seperti sekarang. Publik diminta untuk lebih proaktif jika memang ingin agar revisi UU yang mengatur lembaga anti rasuah ini dibatalkan."Jika publik di mana-mana menyuarakan agar revisi UU KPK ini dihentikan, maka pemerintah akan berpikir 2 kali. Tapi kalau publiknya diam, ya akan jalan. Jadi ini ada persoalan bahwa publik harus proaktif dengan membuat aksi di mana-mana menyatakan tekad bahwa mereka memang tidak menginginkan revisi itu," imbuhnya.

(mdk/hhw)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
DPR Minta KPK Usut Terduga Pelaku yang Bocorkan Informasi OTT

DPR Minta KPK Usut Terduga Pelaku yang Bocorkan Informasi OTT

Akibatnya, kebocoran infomasi kerap membuat gagal operasi tangkap tangan (OTT).

Baca Selengkapnya
PKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika

PKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika

Dia meminta harus bisa dihentikan dan tidak menjadi tren.

Baca Selengkapnya
PKS Tentukan Jadi Oposisi atau Gabung Pemerintah Setelah Hasil Pemilu Diumumkan KPU

PKS Tentukan Jadi Oposisi atau Gabung Pemerintah Setelah Hasil Pemilu Diumumkan KPU

Posisi PKS di pemerintahan bakal diputuskan lewat Musyawarah Majelis Syuro PKS.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
KPU Siap Buka-bukaan dengan Komisi II DPR Terkait Dugaan Kecurangan Pemilu

KPU Siap Buka-bukaan dengan Komisi II DPR Terkait Dugaan Kecurangan Pemilu

RDP dengan Komisi II kemungkinan baru akan digelar setelah rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Dewas Benarkan Ada Laporan Jaksa KPK Peras Saksi: Sudah Penyelidikan

Dewas Benarkan Ada Laporan Jaksa KPK Peras Saksi: Sudah Penyelidikan

Meski demikian dari informasi yang dihimpun jika inisial Jaksa KPK itu adalah TI yang diduga memeras saksi dalam sebuah kasus sebesar Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya
AHY Sebut Politik Uang di Pemilu 2024 Ugal-Ugalan Luar Biasa, Demokrat bakal Dorong Revisi UU Pemilu

AHY Sebut Politik Uang di Pemilu 2024 Ugal-Ugalan Luar Biasa, Demokrat bakal Dorong Revisi UU Pemilu

AHY Sebut Politik Uang di Pemilu 2024 Ugal-Ugalan Luar Biasa, Demokrat bakal Dorong Revisi UU Pemilu

Baca Selengkapnya
DPR Sahkan RUU DKJ jadi Undang-Undang, PKS Menolak

DPR Sahkan RUU DKJ jadi Undang-Undang, PKS Menolak

DPR mengesahkan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi UU dalam rapat paripurna ke-14.

Baca Selengkapnya
DPR dan Pemerintah Setujui RUU Desa, Masa Jabatan Kepala Desa jadi 8 Tahun 2 Periode

DPR dan Pemerintah Setujui RUU Desa, Masa Jabatan Kepala Desa jadi 8 Tahun 2 Periode

Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyetujui Revisi UU Desa.

Baca Selengkapnya
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.

Baca Selengkapnya