Merdeka.com - Ratusan buruh di Yogyakarta menggelar aksi menuntut kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) di sepanjang Jalan Malioboro, Kamis (31/10). Aksi ini digelar bertepatan dengan rencana penetapan UMK oleh Pemerintah DIY.

Sebelumnya, dewan pengupahan mengusulkan UMK 2014 sebesar 1.170.000 di Kota Yogyakarta, 1.165.000 di Sleman, 1.125.000 di Bantul, 1.160.000 di Kulonprogo, dan 1.007.000 di Gunungkidul.

Namun usulan itu ditolak oleh sejumlah serikat buruh. Kinardi, Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta mengatakan jumlah tersebut tidak mengalami kenaikan signifikan dari tahun 2013. Padahal, sejak kenaikan BBM sejumlah barang kebutuhan hidup mengalami kenaikan yang signifikan.

"Rendahnya upah buruh ini akibat survei KHL dari dewan pengupah yang ngawur," kata Kirnadi.

Menurut Kinardi, berdasarkan Permenaker no.60/13/2012 harga sewa kamar/tempat tinggal buruh harus bisa menampung 60 item KHL. "Ini tidak masuk akal, faktanya buruh punya anak istri yang tidak mungkin tinggal di kamar ukuran 3x3," jelas Kinardi.

Karena itu, Kirnadi dan massa aksi yang bergerak menuju kantor Gubernur DIY, meminta Gubernur DIY, Sri Sultan HB X untuk menolak usulan dewan pengupahan karena tidak sesuai dengan fakta kebutuhan buruh. Mereka menuntut Gubernur agar menaikkan UMK 2014 sebesar 50% dari UMK 2013 dengan rincian 2.091.521 di Kota Yogyakarta, 2.084.542 di Sleman, 2.067.264 di Bantul, 1.893.326 di Gunungkidul dan 1.906.029 di Kulonprogo.

Selain itu para buruh juga menuntut penghapusan sistem outsourcing, pendidikan gratis untuk keluarga buruh dan meminta Gubernur menolak Inpres No.9/2013 tentang upah murah yang menjadi standar upah minimum nasional.

Di Jakarta, ribuan buruh juga melakukan aksi unjuk rasa. Demo digelar di depan Balai Kota.