Belum ada standar untuk penerima BLSM, UU APBNP digugat ke MK
Merdeka.com - Karut marutnya pembagian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) hingga saat ini masih terus terjadi. Belum jelasnya parameter yang digunakan untuk memperoleh BLSM menjadi salah satu biang keladi.
Atas hal ini, Front Pemuda Merah Putih (FPMP) mengajukan judicial review atas UU No 19 Tahun 2012 Tentang APBNP Tahun 2013, terkait program kenaikan harga BBM dan BLSM terhadap pasal 33 ayat 3 dan pasal 34 ayat 1 UUD 1945.
Koordinator Front Pemuda Merah Putih (FPMP) Dahlan Wattiheluw dan Abdullah Kelrey menilai BLSM adalah program yang mubazir, banyak yang tidak tepat sasaran dan tidak membuat masyarakat mandiri.
"Kenapa saya bilang BLSM itu program yang mubazir? Karena gini, BLSM itu saja malah menjadi kontradiksi pada saat waktu pembagian di lapangan, banyak orang yang mengatakan bahwa, kok saya tidak dapat, sedangkan saya ini benar-benar orang yang tidak mampu dan lain-lain, itu kan sempat keluar di pemberitaan media-media juga," kata Dahlan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/7).
Dahlan menjelaskan, UU No 19 tahun 2012 tentang APBNP tahun 2013 yang membuat kenaikan harga BBM dan BLSM tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 dan Pasal 34 ayat 1 UUD 1945.
"Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya itu kan untuk kemakmuran rakyat. Kalau kita kaitkan dengan kenaikan BBM kan itu sudah jadi kontradiksi,"
"Selanjutnya Pasal 34 ayat 1 menyangkut dengan yang namanya fakir miskin dan anak-anak terlantar itu dipelihara oleh negara, program BLSM yang dikeluarkan oleh negara ini kan sama saja tidak mendidik masyarakat untuk mandiri. Jadi harusnya pemerintah punya metode lain yang memang masyarakat tidak diberikan dana. Dana Rp 300 ribu atau berapalah itu kalau sebulan juga tidak cukup untuk zaman sekarang," papar Dahlan.
Menurut Dahlan, seharusnya pemerintah juga mempunyai metode lain untuk program BLSM tersebut. Karena untuk uang dari pemerintah yang berjumlah Rp 300 ribu untuk dua bulan tersebut tidak akan cukup memenuhi kebutuhan masyarakat miskin dalam sebulan. Dahlan pun juga mencontohkan masyarakat miskin seperti pengamen yang belum mendapat kepastian tentang BLSM.
"Sekali lagi standar untuk orang miskin itu seperti apa? Ini kan jadi membuat BLSM tidak pro dengan masyarakat kita. Jangan jauh-jauh, kita lihat aja pengamen. Pengamen itu sudah sangat banyak di Jakarta. Yang jadi persoalan, mereka itu dapat BLSM nggak?," imbuh Dahlan.
\r\n (mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penanganan pelanggaran atau kecurangan secara TSM itu ranahnya ada di Bawaslu, bukan MK.
Baca SelengkapnyaPerlu diketahui, regulasi barang bawaan ke luar negeri telah berlaku sejak tahun 2017 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203.
Baca SelengkapnyaAturan tentang pelaporan barang sudah dijalankan sejak tahun 2017 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kenaikan pajak BBM non subsidi sebesar 10 persen untuk kendaraan pribadi, dan 50 persen untuk kendaraan umum dari kendaraan pribadi meninggalkan tiga catatan.
Baca SelengkapnyaMengutip Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja.
Baca SelengkapnyaPanji diduga memakai dana yayasan untuk kepentingan pribadinya.
Baca SelengkapnyaBesaran nominal tunjangan kinerja yang dibayar per bulan itu dibagi atas 17 tingkatan kelas jabatan,
Baca SelengkapnyaBahkan YLKI pun mengusulkan kebijakan serupa diterapkan di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaIni tanggapan Menteri Trenggono soal penghapusan BBM subsidi untuk nelayan.
Baca Selengkapnya