Merdeka.com - 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia berkumpul dan memproklamirkan sumpah pemuda. Mereka bertekad, berbangsa, bertanah air dan berbahasa Indonesia. Peristiwa kongres pemuda kedua itu merupakan tonggak penting dalam sejarah Bangsa Indonesia.

Namun bagaimana dengan kondisi di era sekarang? Masihkah kita bangga menjadi bangsa Indonesia? Masihkah kita bangga menggunakan Bahasa Indonesia?

Cukup miris tentunya ketika melihat banyak orangtua (pasangan muda) di Indonesia yang justru mengajarkan anak-anak mereka dengan bahasa Inggris sebagai bahas utama. Ada trend bahwa bila anak mereka yang masih kecil fasih dan pintar berbahasa Inggris adalah sebuah kebanggaan. Bahasa Indonesia dianggap tidak keren dan tak penting.

Rasa nasionalisme akan ke-Indonesia-an semakin lama semakin menipis. lalu apa yang mesti dilakukan?

"Harus tobat kebangsaan tuh. Masa orang Indonesia ga bisa bahasa Indonesia atau lebih pilih bahasa lain. Orang tua yang sakit kalau gitu sih. Memang harus ada upaya sadar nasional, sadar kebangsaan. Sadar itu dapat dilakukan dengan pendidikan. Pendidikannya dengan cara ya itu dengan bela negara," ujar sejarawan Yahya Andi Saputra kepada merdeka.com, Selasa(27/10) kemarin.

Hal nyaris serupa juga kita jumpai ketika ada warga negara Indonesia yang bekerja atau menimba ilmu di luar negeri. kecenderungannya, anak-anak mereka tidak bisa berbahasa Indonesia.

Hal ini terjadi bukan saja karena lingkungan di luar yang menggunakan bahasa setempat, tetapi juga orangtuanya tidak pernah mengajarkan bahasa Indonesia.

Orangtua yang dalam posisi bekerja di luar negeri pun diminta untuk tetap mengajarkan bahasa Indonesia dan kecintaan terhadap bangsanya.

"Dulu ada peribahasa, hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri tetap pilih negeri sendiri. Jadi ya wajiblah orangtua mendidik anaknya biar cinta sama negeri sendiri dulu walaupun di sana hujan emas di sini hujan batu," tambahnya.