Amnesty International Soroti Tren Hukuman Mati di Indonesia Meningkat Tiap Tahun
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menentang vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada 13 orang oleh Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dia menilai, vonis hukuman mati tersebut merupakan preseden buruk. karena kata dia, 142 negara sudah menghapus hukuman mati.
“Sudah ada 142 negara yang menghapus hukuman mati. Banyak pula yang paling tidak telah melakukan moratorium penundaan pelaksanaan hukuman mati," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/4).
Sepanjang tahun 2020, Amnesty International mencatat bahwa tren hukuman mati di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Setidaknya ada 117 orang yang divonis dengan hukuman mati, 101 di antaranya terkait kasus narkotika. Jumlah 117 vonis itu meningkat signifikan. Diketahui, pada tahun 2019, ada 80 vonis hukuman mati, padahal pada 2018 jumlahnya hanya 48.
“Ini kembali menunjukkan tren vonis mati di Indonesia yang justru semakin meningkat di tengah tren global yang menunjukkan penurunan dalam hal menjatuhkan vonis mati," ujarnya.
Dia mengatakan, Indonesia sudah dikenal dunia sebagai negara yang tergolong sebagai negara yang cenderung terbuka pada moratorium. Dia berharap, Indonesia bisa menunjukkan komitmen serius terhadap hak-hak asasi manusia dengan bergerak menuju penghapusan hukuman mati sebagai tahap lanjutan setelah moratorium. Bukan malah menambah jumlah orang yang menunggu eksekusi.
“Kami tidak menentang hukuman bagi orang yang terbukti melakukan tindakan kriminal, tapi apa pun kejahatannya, apa pun latar asal usul kebangsaannya, hukuman yang dikenakan harus menghormati komitmen Indonesia untuk tidak menjatuhkan hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia,” katanya.
Dalam kerangka hukum nasional, hak untuk hidup dan untuk tidak disiksa juga diatur dalam Konstitusi Indonesia dan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sehingga kata dia, hukuman mati telah melanggar hak untuk hidup yang diatur dalam Protokol Opsional Tambahan Kedua dari Kovenan Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Selain itu, menurutnya hukuman mati akan memberikan siksaan mental dan fisik kepada narapidananya.
"Hukuman mati melanggar komitmen Indonesia yang juga sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (CAT) melalui UU Nomor 5 tahun 1998," kata dia.
Sebagai bagian dari Dewan HAM PBB, kata Usman, Indonesia seharusnya memiliki tanggung jawab atas komitmennya untuk melaksanakan kovenan maupun konvensi tersebut. Dalam hal ini termasuk menghapus hukuman mati. Secara ilmiah, hukuman ini tidak terbukti telah memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan.
Tidak hanya eksekusi mati itu sendiri yang merupakan bentuk hukuman yang paling kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, namun fenomena deret tunggu eksekusi mati (death row phenomenon) juga dapat dikategorikan sebagai bagian dari penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi yang merupakan bagian dari penyiksaan.
"Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksan, Juan E. Mendez pernah mengatakan bahwa waktu yang lama dalam deret tunggu eksekusi mati, bersama dengan kondisi-kondisi buruk yang menyertainya merupakan pelanggaran terhadap larangan penyiksaan itu sendiri,” kata Usman.
"Sehingga Amnesty International dengan tegas menentang hukuman mati untuk segala kasus tanpa terkecuali – terlepas dari siapa yang dituduh melakukan kejahatan, sifat kejahatan, bersalah atau tidak bersalah, ataupun metode eksekusi yang digunakan,"
Sebenarnya, kata dia, Amnesty International tidak menolak penghukuman terhadap pelaku tindak kejahatan. Namun menurutnya, apapun jenis kejahatannya, bentuk hukumannya harus bebas dari segala bentuk penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menjatuhkan vonis mati kepada 13 terdakwa kasus narkotika pada 6 April lalu. Empat di antara terdakwa adalah warga negara asing, sementara sembilan lainnya adalah warga negara Indonesia.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengenal Sosok Putri Handayani, Wanita Indonesia Pertama yang Jejakkan Kaki di Kutub Selatan, Banjir Apresiasi
Berkat aksinya, Putri menuai apresiasi dari warganet hingga kalangan pejabat.
Baca SelengkapnyaTernyata Ibu Tien Soeharto Cuma Mau Diwawancara Pemuda ini, Sosoknya Kini Jadi Capres 2024
Tak disangka, Ibu Tien Soeharto hanya ingin diwawancara oleh pemuda ini. Siapakah dia? Berikut sosoknya.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR Soroti Kasus TPPO Modus Ferienjob ke Jerman: Jangan Sampai Korban Bertambah
Komisi III DPR menilai kasus tersebut adalah masalah hukum serius.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Persaudaraan Jangan Sampai Memudar karena Tidak Bisa Menerima Hasil Pemilu
Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaLibur Akhir Tahun, 291 Ribu Lebih WNI Tinggalkan Indonesia
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta, menyiagakan 603 personel.
Baca SelengkapnyaDi Hadapan Muslimat NU, Jokowi Bersyukur Indonesia Tidak Jadi Pasien IMF
Jokowi mengajak masyarakat patut bersyukur karena Indonesia sampai saat ini mampu melewati berbagai tantangan dunia
Baca SelengkapnyaSederet Kecurangan Pemilu 2024 yang Digulirkan Lewat Hak Angket, Bukan Untuk Pemakzulan Jokowi
Megawati Soekarnoputri semangat menggulirkan Hak Angket untuk membongkar kecurangan Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaSosok 2 Jenderal TNI Beda Bintang Dulu Atasan & Bawahan, Kemudian Hari si Anak Buah Melejit Sama-sama Bintang 5
Dua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.
Baca SelengkapnyaPrabowo: Dunia Soroti Indonesia Sebagai Raksasa Sedang Bangun
Prabowo menilai kadang-kadang orang asing ke Indonesia memiliki niat tidak baik dengan mengambil harta kekayaan di tanah air.
Baca Selengkapnya