Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

5 Profesor ini sebut guru bukan yang menentukan Matematika

5 Profesor ini sebut guru bukan yang menentukan Matematika soal matematika. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Sejumlah profesor Matematika ikut menyumbangkan pendapatnya soal PR Matematika milik Habibi, murid SD kelas 2 yang heboh di Facebook.

Dengan berbagai argumen yang dimiliki, para profesor mencoba menjawab pertanyaan 4+4+4+4+4+4 = ... x ... = 24. Yang benar 6 x 4 atau sebaliknya.

Selain menjelaskan jawaban yang benar, para profesor juga mengkritik cara guru dalam mendidik muridnya.

Seperti apa kritikan tersebut? Berikut penjelasannya:

Guru bukan sumber kebenaran

Dosen Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB, Prof. Dr. Iwan Pranoto ikut menanggapi ramainya pembahasan soal PR kelas 2 SD.Menurut Iwan, sang guru lebih pantas untuk disalahkan. Menurutnya, di Matematika tak ada kebenaran, yang ada hanyalah kesahihan. Jika penalarannya sahih, maka bissa terima, walaupun kesimpulannya mungkin aneh."Di Matematika, guru bukan sumber kebenaran," kata Iwan di akun @iwanpranoto, Selasa (23/9).3 X 4 diartikan 4+4+4 itu betul, kata Iwan. Sedang 3 X 4 diartikan 3+3+3+3 juga betul. Tergantung kita memaknainya bagaimana.Dia menilai cara bertanya guru kebanyakan di Indonesia mungkin yang salah. Juga termasuk cara mengoreksinya. Seharusnya, saran Iwan, guru harus paham cara memeriksa pemahaman perkalian.Kalau sekadar tanya 34 = .... ya tentu anak kita boleh menjawab sesuai pengertiannya. Pertanyaan sekadar 34 = ... harus dibenarkan jawaban 3+3+3+3 atau 4+4+4. Salah gurunya tak beritahu dalam instruksinya yang mana yang diminta," terang Iwan.Masih menurut Iwan, pertanyaan guru seharusnya begini "Jika 2 X 3 = 3 + 3, tentukan 3 X 4". Jika dengan pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah salahkan."Matematika itu lebih sebagai kata kerja, ketimbang kata benda. Pengetahuan sangat sedikit, ketimbang Keterampilan. Mungkin ada yang berargumen, kalau pertanyaannya begitu anak ya bisa. Ya, memang anak supaya bisa! Kalau mau menjebak, bukan di Matematika," kritiknya.

Guru Matematika overacting

Profesor Matematika dari fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (ITB), Hendra Gunawan. Hendra mengatakan ada beberapa isu dalam permasalahan itu."Pertama, apakah anak kelas 2 SD memang sudah waktunya diajak 'bermain' dengan definisi? Menurut saya, sang guru overacting bila secara sadar dia sudah menuntut anak bekerja dengan definisi (yang ketat pula)," tulis Hendra dalam blog pribadinya yang dikutip merdeka.com, Selasa (23/9).Kedua, lanjut Hendra, yang namanya definisi itu kesepakatan. Hendra mempertanyakan sikap guru yang mengajak anak Kelas 2 SD, yang masih berpikir dalam tahap konkrit, untuk bersepakat tentang sesuatu yang baru akan dipelajari dengan guru, manusia dewasa, yang sudah bisa berpikir abstrak."Bijak kah? Lagi pula, dalam matematika, definisi tidak harus unik. Beberapa definisi (yang setara) bisa dibuat untuk satu hal yang sama," jelas dia.Ketiga, masalah penyajian soal. Hendra menuturkan, penjumlahan berulang memang diajarkan lebih dahulu daripada perkalian. Namun, soal di atas jelas memperlihatkan bahwa perkalian dianggap sebagai 'singkatan' dari penjumlahan berulang."Padahal, penjumlahan berulang bisa dipandang sebagai metode atau cara untuk menyelesaikan persoalan perkalian. Karena itulah, sebelum belajar perkalian, penjumlahan berulang diperkenalkan terlebih dahulu. Tujuannya, ketika anak belajar perkalian, senjatanya sudah ada," tutur Hendra.

Ada kemungkinan guru keliru

Pakar pendidikan Profesor Arief Rachman mengatakan, dalam pembelajaran Matematika proses mendapatkan hasil jawaban sangat penting. Meski melalui proses yang berbeda dan mendapatkan hasil sama menurutnya tidak ada yang bisa disalahkan."Keunggulan proses lebih penting daripada keunggulan hasil. Bagaimana proses mereka mendapatkan hasil itu yang harus diargumentasikan," kata Arief kepada merdeka.com, Senin (22/9).Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini melanjutkan, di dalam evaluasi ada kebenaran ilmu tertentu secara ilmiah. Kebenaran ilmu bisa diuji oleh diskusi. Menurutnya kalau mengacu dari permasalahan tersebut tentu yang disalahkan adalah sang guru."Tapikan kita belum tahu bagaimana cara guru tersebut menilai. Ini memang sering terjadi, ada kemungkinan guru keliru ada kemungkinan murid keliru. Semua ini seharusnya didiskusikan oleh yang bersangkutan," jelas Arief.

Cara mengajar guru Matematika kaku

Dalam Matematika, menguji kemampuan lebih utama ketimbang pengetahuan. Dengan demikian, Jika penalarannya sahih, maka bisa diterima jawaban siswa tersebut, walaupun kesimpulannya mungkin aneh."Mengubah sikap guru Matematika yang luwes bernalar merupakan tantangan bagi institusi penyiapan guru kita, LPTK. Pembenahan sikap, budaya dan cara berpikir calon guru Matematika ini serius. Ini menyangkut hakikat bermatematika," kata Profesor Iwan Pranoto.Dia pun mencontohkan kebiasaan mengajar kebanyakan guru Matematika yang terkesan kaku. "Ini dalil Pitagoras. Ini contoh soalnya. Ini latihan soalnya.""Kita sebagai guru, harus mengurangi kata salah keluar dari mulut kita. Murid kita yang harus menyadari sendiri jika dia salah. Dari mulut kita guru cukup pertanyaan yang menggiring murid kita sadar, bahwa pekerjaan sebelumnya salah. Senjata guru hanya mendengar dan bertanya," terang Iwan.Dari kasus tersebut, lanjut Iwan, dapat dipahami budaya kebanyakan guru yang dinilai tidak sehat."Tak nyaman berbeda pendapat, tak mampu menghargai pendapat orang lain yang berbeda, haus kekuasaan pemerintah untuk mengatur berpikir. Ini semua perlu dibereskan segera. Apakah pemerintahan mendatang paham seriusnya budaya bernalar ini? Entah!" kritik Iwan mengakhiri penjelasannya.

Prosesnya harus bertahap

Menurut Profesor Hendra, guru seharusnya memulai dengan soal perkalian, lalu meminta anak untuk menyelesaikannya dengan menggunakan penjumlahan berulang. Hendra menuturkan, guru harus memilihkan soal yang cukup konkret buat anak. Sebagai contoh, mintalah anak menghitung banyak ubin pada lantai, yang terdiri dari 4 baris, masing-masing baris terdiri dari 6 ubin.Bagaimana anak menghitungnya? Ingat, anak sudah diajarkan penjumlahan berulang sebelumnya. Dalam hal ini, anak bisa menghitungnya baris per baris: 6 + 6 + 6 + 6 = 24. Tetapi, ini bukan satu-satunya cara. Anak juga bisa menghitung 'kolom per kolom': 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24. Bahkan, anak yang belum mantap dengan penjumlahan berulang bisa juga mencacah ubin tersebut: 1 + 1 + ... + 1 = 24. Semuanya benar.Guru kemudian memberi soal serupa, misalnya: Ada 3 baris ubin, masing-masing terdiri dari 9 ubin. Berapa ubin semuanya? Setelah cukup bermain dengan ubin; guru pindah ke papan tulis, dan menulis (misalnya): Ini adalah 4 x 6.Bagaimana menghitungnya? Berdasarkan permainan dengan ubin sebelumnya, 4 x 6 dapat dihitung baris per baris sebagai 6 + 6 + 6 + 6 atau kolom per kolom sebagai 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4. Mau pilih yang mana?"Kalau ada anak yang bertanya, "Bu, kalau saya anggap itu 6 x 4, boleh ngga?". Kenapa tidak, nak? Kalau kamu anggap 6 x 4, memangnya bagaimana kamu akan menghitungnya? Bisa baris per baris, 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4, atau kolom per kolom 6 + 6 + 6 + 6, ya kan? Di sini, baris bertukar dengan kolom. Tapi angka-angkanya itu-itu juga," jelas Hendra.Jadi berapa 4 x 6? 24. Berapa 6 x 4? 24 juga. Nah, dalam perkalian, 4 x 6 = 6 x 4, ya anak-anak! Sifat yang serupa juga kita temui dalam penjumlahan: 5 + 7 = 7 + 5."Tapi jangan berpikir semua operasi bisa dibolak-balik, contohnya 4 2 tidak sama dengan 2 4. Hati-hati ya!" tutup Hendra.

(mdk/cob)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pembagian Pecahan dalam Matematika, Ini Pengertian dan Cara Hitungnya

Pembagian Pecahan dalam Matematika, Ini Pengertian dan Cara Hitungnya

Jelajahi konsep pembagian pecahan dan bagaimana hal itu dapat diterapkan dalam berbagai situasi.

Baca Selengkapnya
Siapa Penemu Ilmu Matematika? Ternyata Bukan Orang Arab, Romawi atau Yunani, Tapi dari Afrika

Siapa Penemu Ilmu Matematika? Ternyata Bukan Orang Arab, Romawi atau Yunani, Tapi dari Afrika

Matematikan dikenal dalam berbagai peradaban seperti Romawi, Yunani, Mesir, China, dan Babilonia.

Baca Selengkapnya
Angka 0 Bilangan Genap Ataukah Ganjil? Ternyata Ini Jawabannya

Angka 0 Bilangan Genap Ataukah Ganjil? Ternyata Ini Jawabannya

Angka 0 merupakan bagian dari bilangan dalam matematika. Namun termasuk paritas apakah angka 0? Ganjil atau genap?

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Arkeolog Temukan Rumus Perkalian Tertua di Dunia, Bentuknya Mirip Benda Ini

Arkeolog Temukan Rumus Perkalian Tertua di Dunia, Bentuknya Mirip Benda Ini

Arkeolog Temukan Rumus Perkalian Tertua di Dunia, Bentuknya Mirip Sumpit

Baca Selengkapnya
Guru Ini Bagikan Cerita Muridnya yang Hidup dari Keluarga Berantakan, 'Saya Mau Merasakan Keluarga Utuh Kaya Teman-teman'

Guru Ini Bagikan Cerita Muridnya yang Hidup dari Keluarga Berantakan, 'Saya Mau Merasakan Keluarga Utuh Kaya Teman-teman'

Berikut cerita salah seorang murid yang hidup dari keluarga berantakan.

Baca Selengkapnya
Tak Tega Lihat Sepatu Anak Didiknya yang Sudah Rusak, Aksi Terpuji Guru Ini Tuai Pujian Warganet

Tak Tega Lihat Sepatu Anak Didiknya yang Sudah Rusak, Aksi Terpuji Guru Ini Tuai Pujian Warganet

Guru bernama Pak Marga ini pun menyiapkan kejutan untuk siswanya ini.

Baca Selengkapnya
Mengenal Sosok Profesor Keturunan China Pemilik IQ Tertinggi Dunia saat Ini

Mengenal Sosok Profesor Keturunan China Pemilik IQ Tertinggi Dunia saat Ini

Ini sosok orang yang punya IQ tinggi tahun 2024. Mengalahkan Einstein?

Baca Selengkapnya
Kecerdasan Buatan Kini Dimanfaatkan untuk Belajar Mengaji, Begini Kisah di Balik Pembuatannya

Kecerdasan Buatan Kini Dimanfaatkan untuk Belajar Mengaji, Begini Kisah di Balik Pembuatannya

Dengan AI, kegiatan belajar mengaji yang umumnya mewajibkan pendampingan guru secara langsung atau tatap muka, kini bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun.

Baca Selengkapnya
12 Tanda Anda Adalah Individu Cerdas yang Mungkin Tidak Anda Sadari

12 Tanda Anda Adalah Individu Cerdas yang Mungkin Tidak Anda Sadari

Kita cenderung meremehkan diri sendiri & mungkin merasa jauh dari gambaran orang cerdas & pintar. Namun, ada beberapa tanda kecerdasan yang jarang disadari.

Baca Selengkapnya