Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

4 Kecaman KPK pada UU MD3, disebut jegal pemberantasan korupsi

4 Kecaman KPK pada UU MD3, disebut jegal pemberantasan korupsi Rapat Paripurna DPR. ©2014 merdeka.com/muhammad lutfhi rahman

Merdeka.com - DPR baru saya mengesahkan Undang-undang MPR , DPR , DPRD, dan DPD (MD3). UU itu baru saja direvisi. UU disahkan pada 8 Juli 2014 lalu.

Banyak kritik ditujukan ke DPR setelah undang-undang itu disahkan. Apalagi tak semua anggota fraksi DPR mendukung. PDIP, PKB, Hanura, menolak mentah-mentah pengesahan undang-undang tersebut.

Undang-undang MD3 juga dinilai malah menjegal pemberantasan korupsi. KPK gerah dengan pengesahan undang-undang tersebut. Berikut ini reaksi KPK atas pengesahan undang-undang MD3:

Manfaat UU itu apa?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan mempertanyakan manfaat UU MD3 yang salah satunya memuat aturan mengenai perlunya izin dari Mahkamah Kehormatan DPR saat penegak hukum ingin memanggil dan meminta keterangan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana."Manfaatnya UU itu apa? Bagi demokrasi dan aparat penegak hukum malah menjadi potensi kerugian, karena dengan izin Mahkamah Kehormatan DPR yang paling lambat 30 hari itu, bukti bisa hilang, padahal penegakan hukum harus cepat," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Jakarta.

Ayat menabrak equality before the law

Busyro Muqoddas mengatakan, karena UU KPK bersifat "lex specialis" atau bersifat khusus, maka penerapannya didahulukan dibanding UU yang bersifat umum. KPK tetap berjalan terus, meski ada UU MD3 itu."Kami jalan terus, atas nama kewenangan dan kewajiban pemberantasan korupsi, kami akan jalan terus, karena kami bersifat 'lex specialis'. Tapi kalau UU MD3 juga bersifat 'lex specialis', sehingga ada dua 'lex specialis' , caranya bagaimana?, maka kembalikan ke asas-asas hukum yaitu kembali ke 'equality before the law' yang berlaku secara internasional," tandas Busyro.Arti "equality before the law" menurut Busyro adalah kesamaan kedudukan di hadapan hukum, sedangkan penerapan UU MD3 ini malah membuat pengkhususan anggota DPR tidak dapat diperiksa penegak hukum tanpa izin Mahkamah Kehormatan DPR."Ayat itu menabrak asas fundamental dalam hukum, yaitu 'equality before the law', mengapa hanya anggota DPR yang dikecualikan? Penyelenggara negara kan bukan hanya anggota DPR. Mengapa DPR menabrak azas? 'Legal drafting' seperti apa?," ujar dia.Fraksi-fraksi yang menyetujui UU tersebut, menurut Busyro malah menciptakan citra yang tidak menguntungkan bagi DPR. "Kami khawatir ini akan menimbulkan 'image' yang kurang menguntungkan posisi DPR saat ini, dan kalau itu benar, adalah tamparan terbuka kepada capres masing-masing yang dalam pilpres itu topik utamanya adalah pemberantasan korupsi. Ini adalah petir pada siang hari untuk capres yang diusung," tandas Busyro.

DPR dan pemerintah tak ingin berantas korupsi

Ketua KPK Abraham Samad menegaskan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tidak boleh dihalangi oleh aturan-aturan yang baru dibuat, termasuk produk MD3. "Sebab, kalau MD3 memuat aturan tentang itu, berarti DPR dan pemerintah tidak punya keinginan memberantas korupsi secara sungguh-sungguh," tandasnya.Padahal, menurut Abraham, korupsi di Indonesia sudah sangat masif, sehingga diperlukan tindakan yang progresif, bukan membuat aturan yang melemahkan pemberantasan korupsi.Dalam UU MD3 pasal 245 ayat 1 menyatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.Dalam ayat 2 disebutkan bahwa persetujuan tertulis diberikan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan paling lama 30 hari.Namun, ada pengecualian pada ayat 3 yaitu pihak Kepolisian, Kejaksaan dan KPK tidak perlu meminta izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPR jika (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana, (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dan (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.

Korupsi butuh tindakan progresif

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi mengkritik pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pada sehari menjelang pelaksanaan pemilihan presiden 2014. Menurut dia dalam perbaikan beleid itu sengaja dibuat guna menjegal pemberantasan korupsi.Samad menilai revisi UU MD3 justru menghalangi proses penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Utamanya pengesahan ihwal pemeriksaan anggota DPR terlibat tindak pidana mesti seizin presiden. Hal itu menjadi permasalahan buat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan."Padahal korupsi di negeri ini sudah sangat marak sehingga diperlukan tindakan yang progresif. Bukan justru membuat aturan yang melemahkan pemberantasan korupsi," kata Samad melalui pesan singkat, Kamis (10/7).Apalagi, lanjut Samad, dengan mengesahkan UU MD3 terbukti lembaga legislatif dan eksekutif tidak menunjukkan itikad baik buat membenahi negara dari tindak pidana korupsi. "Karena kalau UU MD3 memuat aturan tentang itu, berarti DPR dan pemerintah tidak punya keinginan memberantas korupsi secara sungguh-sungguh," lanjut Samad.

(mdk/has)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres

Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres

Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Baca Selengkapnya
DPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi

DPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi

Penghitungan kerugian ekonomi negara bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara korupsi.

Baca Selengkapnya
Komisi III DPR Minta Kejagung Tak Tutup Ada Tersangka Lain di Korupsi Kereta Besitang-Langsa

Komisi III DPR Minta Kejagung Tak Tutup Ada Tersangka Lain di Korupsi Kereta Besitang-Langsa

Modusnya, para pelaku melakukan korupsi dengan sengaja memecah proyek

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi, Begini Reaksi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali

Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi, Begini Reaksi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menyatakan menghormati langkah (KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka korupsi.

Baca Selengkapnya
Komisi III DPR Sudah Ingatkan Potensi Korupsi Timah: Angkanya Fantastis

Komisi III DPR Sudah Ingatkan Potensi Korupsi Timah: Angkanya Fantastis

Politikus Partai Gerindra tersebut juga mengungkap bahaya dari korupsi SDA yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya
KPK Cegah 7 Orang ke Luar Negeri Terkait Korupsi Pengadaan Rumah Dinas DPR RI

KPK Cegah 7 Orang ke Luar Negeri Terkait Korupsi Pengadaan Rumah Dinas DPR RI

Terhadap ketujuh orang tersebut dicegah untuk enam bulan pertama hingga bulan Juli 2024 mendatang.

Baca Selengkapnya
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK

Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK

Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.

Baca Selengkapnya
PKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika

PKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika

Dia meminta harus bisa dihentikan dan tidak menjadi tren.

Baca Selengkapnya
KPK Sebut Tersangka Korupsi Rumah Jabatan DPR Lebih dari 2 Orang

KPK Sebut Tersangka Korupsi Rumah Jabatan DPR Lebih dari 2 Orang

KPK belum membeberkan nama-nama tersangka dimaksud.

Baca Selengkapnya