3 Media dibredel Soeharto karena berita korupsi kapal perang
Merdeka.com - Sekitar tahun 90-an, ramai kasus pembredelan tiga media oleh Presiden Soeharto kerena memberitakan ada dugaan mark-up dalam pembelian kapal perang Jerman Timur. Bahkan kala itu, di tiga media tersebut ikut terseret nama Menristek BJ Habibie dan Menteri Keuangan Marie Muhammad. Keduanya dituding turut mempunyai andil melakukan mark-up.
Saat menjadi narasumber di acara perayaan HUT Aliansi Independen (AJI) semalam, BJ Habibie memberikan klarifikasi. Dia menceritakan kembali duduk persoalan yang sebenarnya.
"Saya dipanggil oleh Pak Harto, ini ada berita armada Jerman Timur yang terdiri dari peluru kendali dan 36 kapal dijual. Itu baru kata dia. Coba kamu usahakan," kata Habibie mengenang awal mula proyek ini digagas, Jakarta (29/8).
Karena dipercaya sebagai negosiator, akhirnya Habibie berhasil mengajak Jerman bekerja sama, dan menjual peralatan militernya tersebut pada Indonesia. Padahal saat itu, Jerman enggan menjual kepada negara yang dilanda krisis.
"Waktu saya boleh beli, saya runding seluruh armada dan sparepart dapat USD 12,5 juta. Saya dapat semua dan suku cadang. Saya setor ke Pak Harto," lanjutnya.
Habibie mengklaim dia hanya mengurusi urusan pembelian sampai tahap itu. Sedangkan soal pembayaran dan keuangan sepenuhnya diserahkan ke Kementerian Keuangan dan Kemenhan.
"Yang implementasi itu Fasial Tanjung. Harga saya sudah serahkan ke Pak Harto yang membawa itu militer Menhankam," jelas mantan Presiden RI ketiga ini.
Entah bagaimana selanjutnya kemudian ramai pemberitaan ada dugaan mark up hingga membuat harga armada militer ini membengkak berkali-kali lipat. Masalah ini lantas diberitakan tiga media yakni majalah Tempo, tabloid DeTik, dan majalah Editor. Karena dianggap memprovokasi isu, tiga media ini kemudian dibredel.
Saat pembredelan ini, Habibie mengaku langsung menemui Harmoko yang saat itu adalah Menteri Penerangan. Jelas Harmoko melakukannya atas perintah Soeharto.
"Kenapa dibrendel, lho itu orang-orang pinter kritis. Kita mau bangun SDA Indonesia kenapa ditakut-takutin," ucap Habibie.
Habibie pun menegur Harmoko dan menyuruhnya mengabarkan ke tiga media itu silakan melanjutkan tulisan mereka kembali.
"Tidak mengapa, tidak perlu semua dilarang, kalau enggak bener ditegur," kata Habibie pada Harmoko.
Namun Harmoko mengaku tak bisa membatalkan pembredelan ini. "Soalnya saya sudah tandatangani. Sudah dilaksanakan," kata Habibie menirukan ucapan Harmoko kala itu.
Majalah Tempo yang terbit 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur dari USD 12,7 juta menjadi USD 1,1 miliar. Sepekan sebelumnya, majalah Tempo mengungkapkan pembengkakan harga kapal bekas sebesar 62 kali lipat.
Pada 9 Juni 1994, Soeharto marah besar. Dia memerintahkan menindak tegas majalah Tempo, tabloid DeTik, dan majalah Editor.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Puluhan Orang Tertipu Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Miliaran Rupiah
Baca SelengkapnyaSesaat setelah diberi pangkat, Soeharto mengabadikan momen dengan sosok jenderal bintang 4.
Baca SelengkapnyaPresiden ke-2 RI resmikan 275 pabrik di 21 provinsi secara serentak.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi mengaku sudah memerintahkan Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mencari beras dengan harga murah.
Baca SelengkapnyaPotret lawas Presiden SBY saat hadir di Hari Pramuka beberapa tahun lalu sempat mencuri perhatian, terlebih ada sosok Presiden Jokowi yang menerima penghargaan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi mengungkapkan bahwa urusan pemerintah dalam mengelola pangan untuk 270 juta penduduk Indonesia bukan hal yang mudah.
Baca SelengkapnyaPresiden Soeharto menyambut hangat kedatangan Sri Paus Paulus VI saat berkunjung ke tanah air tahun 1970. Momen lawas tersebut sekaligus membawa pesan penting.
Baca SelengkapnyaJokowi juga memuji sejumlah peralatan media yang diklaim tercanggih yang terpasang di dalamnya.
Baca Selengkapnya"Cek di pasar Johar naik atau tidak, turun atau tidak, cek, sudah turun," kata Jokowi
Baca Selengkapnya