Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sashimi Prinus setelah lama mupus

Sashimi Prinus setelah lama mupus kapal feri. shutterstock

Merdeka.com - Inilah mayat hidup berikutnya di BUMN: PT Perikanan Nusantara (PT Prinus). Perusahaan ini sebenarnya praktis sudah mati. Tidak ada aktivitas berarti di dalamnya. Karyawannya pun sudah tiga tahun tidak bergaji.

Ini sangat ironis. Di negara yang luas lautannya 2/3 dan daratannya hanya 1/3, perusahaan negara yang bergerak di bidang kelautan malah tidak bisa berkembang.

Untuk membuatnya hidup kembali juga tidak mudah. Kepercayaan dari stakeholder sudah hilang. Bahkan kepercayaan pada diri sendiri pun sudah lenyap. Utangnya menumpuk. Sampai lebih Rp 50 miliar. Termasuk utang pajak Rp 12 miliar.

Ibarat orang mau merangkak, dia harus bisa keluar dulu dari lubang yang dalam. Tidak masuk akal perusahaan perikanan mati di kolam ikan.

"Tidak ada modal," begitu selalu kilah yang terucapkan. "Minta PMN," itu ujung-ujungnya. Minta penambahan modal negara.

Saya tidak mau dua-duanya. Modal hanya bisa diberikan kepada yang biasa kerja, kerja, kerja. Modal tidak boleh diberikan kepada yang tidak mau bekerja. Yang biasanya juga tidak mau berpikir. Yang biasanya juga mudah mengeluh. Yang biasanya juga mudah menyerah. Yang biasanya juga mudah menyalahkan orang lain.

Karena itu saya tidak mau menjanjikan modal. Saya minta mereka bekerja dulu. Kerja. Kerja. Kerja. Apa yang bisa dikerjakan? "Apa saja," jawab saya. Maka dicarilah apa yang bisa dikerjakan.

Muncullah gagasan ini. Datangnya dari direktur keuangan (waktu itu) Abdussalam Konstituanto. Cari upah dari memperbaiki kapal orang lain. Menjual jasa. Tanpa modal. Kecuali tenaga.

Toh PT Prinus punya galangan kapal. Bahkan di lima lokasi. Pekalongan, Surabaya, Bitung, Ambon, Sorong. Kelimanya berada di pusat-pusat kekayaan perikanan Indonesia.

Dulunya, galangan kapal itu dimaksudkan untuk dipakai sendiri. Ketika PT Prinus masih jaya. Masih memiliki banyak kapal. Kalau ada kapal yang rusak tinggal diperbaiki di galangan sendiri.

Belakangan lima perusahaan perikanan di lima kota itu bermasalah. Semuanya. Mismanagement. Secara berjamaah. Sakit. Sempoyongan. Semaput. Sekarat.

Tahun 2004 muncul ide menyehatkannya: digabung menjadi satu perusahaan dengan nama PT Perikanan Nusantara (Persero).

Menyatukan lima perusahaan sekarat ternyata ibarat orang lumpuh menggendong orang pingsan. Tidak jalan.

Sampai tiga tahun kemudian tidak bergerak. Penyatuan itu ibarat hanya mengumpulkan lima orang sekarat dalam satu kamar pengap. Tidak ada obat dan tidak ada dokter.

Baru pada tahun 2007 statusnya diperjelas: diberi direksi dan diberi injeksi. Bayangkan apa yang bisa diperbuat oleh gabungan lima perusahaan lumpuh itu. Lima perusahaan yang secara spiritual sudah rusak bertahun-tahun.

Tentu, saat diangkat jadi menteri saya tidak bisa membiarkannya. Mayat itu harus diurus. Dikubur. Atau dihidupkan. Saya mencoba memilih yang kedua. Rasanya tidak akan sesulit pabrik kertas Leces. Dunia kian tidak memerlukan kertas. Dunia kian memerlukan ikan.

Untuk langkah pertama saya minta utang-utang PT Prinus diselesaikan. Beres. Lalu muncul ide dari Abdussalam untuk mendayagunakan galangan kapal itu. Kerjakan. Kerja. Jalan. Bernafas.

Tahun berikutnya Abdussalam saya naikkan jadi direktur utama. Berkibar. Lima galangan kapal di lima kota itu kian sibuk. Uang mengalir masuk. Tidak ada lagi yang bocor. Dulu galangannya sibuk tapi uangnya entah ke mana.

Jumat lalu saya ke Ambon. Meninjau PT Prinus Cabang Ambon. Tanda-tanda kehidupan tampak dengan nyata di situ. Galangan kapalnya sibuk. "Sampai Desember nanti sudah penuh. Kami sudah menolak-nolak order," ujar Ferdinand Wenno, Kepala Cabang Ambon PT Prinus.

"Banyak sekali kapal ikan yang antre perbaikan," tambahnya. "Bahkan kapal ikan Taiwan pun diperbaiki di sini," katanya. Terlihat ada kebanggaan di sorot matanya.

Demikian juga di Surabaya, Bitung, dan Sorong. Semua sibuk bekerja. Bangga. Hope itu cepat menjalar. Merambat. Menular. Mewabah. Setelah galangan kapalnya bergairah, Abdussalam mengayunkan langkah baru. Menghidupkan pabrik es di lima kota.

Kapal ikan perlu es. Dalam jumlah besar. Nelayan mulai mendatangi PT Prinus. Untuk mendapat es.

Abdussalam pandai memanfaatkan hope dan optimisme. Dia jadikan itu mesiu untuk melesatkan cita-cita. Galangan dan pabrik es bukanlah cita-cita yang sebenarnya. PT Prinus bukan perusahaan es. Dia perusahaan perikanan. Galangan dan es hanyalah sasaran antara. Jembatan.

Awal tahun 2013 Abdussalam menyeberangi jembatan itu. Masuk ke jantung perusahaan: membangun pusat pengolahan ikan. Di lima kota.

Di Ambon saya kaget. Ada tiga orang Korea dan satu orang Amerika. Pagi itu mereka lagi menyeleksi hasil pengolahan ikan Prinus. Agar layak diekspor. Tidak ditolak di negara tujuan. Tidak diklaim.

Itu langkah yang cerdas sekaligus prudent. Perusahaan yang baru hidup seperti Prinus masih menghadapi banyak kerawanan. Belum memiliki keahlian. Kalau ekspor ikannya sampai ditolak Prinus akan kembali mampus.

Saya sungguh bangga pada Prinus. Mayat itu kini sudah hidup. Bahkan sudah mampu berjalan. Cukup jauh. Hanya perlu waktu dua tahun. Tanpa suntikan modal sama sekali.

Sorenya saya ke Sorong, Papua Barat. Di sini tanda-tanda kehidupan itu lebih nyata. Galangannya, pabrik esnya, pengolahan ikannya, sangat istimewa. Tentu semua itu baru awal kebangkitan. Abdussalam masih menyimpan dendam yang sangat dalam: menjadikan Prinus benar-benar perusahaan perikanan kelas dunia.

Dia lahir di Bangkalan, Madura. Dia alumni akuntansi Unair. Dia doktor ekonomi IPB. Dia mencintai laut. Dan isinya.

Sore itu dia sudah menyiapkan sashimi fresh untuk saya. Tapi heli yang akan membawa saya ke Kais tidak bisa menunggu. Di Kais, pedalaman Sorong Selatan itu, Perum Perhutani sudah siap membangun pabrik sagu pertama.

Saat menuju Kais saya minta heli terbang rendah di 80 km selatan kota Sorong. Di sinilah konsorsium PT Pelindo akan membangun pelabuhan laut internasional sebesar yang di Makassar.

Dua proyek itu lebih menggiurkan untuk dilihat. Saya tinggalkan sashimi. Saya telan kembali liur yang sudah terlanjur mengucur.

(mdk/bmo)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Dulunya Pengemis dan Suka Mabuk, Pria ini Tobat Kini Bisnis Ikan Cakalang Omsetnya Puluhan Juta Rupiah

Dulunya Pengemis dan Suka Mabuk, Pria ini Tobat Kini Bisnis Ikan Cakalang Omsetnya Puluhan Juta Rupiah

Cerita pria dulunya pengemis dan suka mabuk kini berhasil mengubah hidupnya menjadi pribadi lebih baik.

Baca Selengkapnya
Ibu Jubaedah Mekaarkan Senyum Di Desa Miskin

Ibu Jubaedah Mekaarkan Senyum Di Desa Miskin

Ibu Jubaedah bercerita bahan dasar yang digunakan kerupuk ini adalah kencur.

Baca Selengkapnya
Pria Ini Dulu Hidup di Jalanan, Kini Sukses Bangun Usaha Sablon Omzet Ratusan Juta Rupiah Per Hari

Pria Ini Dulu Hidup di Jalanan, Kini Sukses Bangun Usaha Sablon Omzet Ratusan Juta Rupiah Per Hari

Sempat hidup di jalanan, kini pria ini mampu bangkit dari keterpurukan dan berhasil membangun usaha sablon.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Tak Mau Jadi PNS, Suami Istri Ini Malah Nekat Bikin Usaha Fesyen dan Hasilnya di Luar Perkiraan

Tak Mau Jadi PNS, Suami Istri Ini Malah Nekat Bikin Usaha Fesyen dan Hasilnya di Luar Perkiraan

Mereka berhasil membanggakan kesuksesan mereka sebagai pemilik usaha fesyen yang sukses di Lamongan, Jawa Timur.

Baca Selengkapnya
17 Tahun Jadi Karyawan BUMN dan Pilih Resign, Pria Desa Ini Sukses Bangun Bisnis Kayu dan Ekspor ke 17 Negara

17 Tahun Jadi Karyawan BUMN dan Pilih Resign, Pria Desa Ini Sukses Bangun Bisnis Kayu dan Ekspor ke 17 Negara

Dia memilih usaha bisnis penggergajian kayu di Majenang, Jawa Tengah bersama dengan salah satu rekannya.

Baca Selengkapnya
Atasi Permasalahan Pupuk, Gibran Berencana Menghapus Kartu Tani

Atasi Permasalahan Pupuk, Gibran Berencana Menghapus Kartu Tani

Gibran juga mendapat masukan dari para nelayan, yang mengeluhkan masalah penangkapan ikan terukur hingga solar.

Baca Selengkapnya
Hidup Memprihatinkan dan Tak Lulus SD, Subaidi Sukses Jadi Bos Minimarket Setelah 47 Kali Gagal Menjalankan Bisnis

Hidup Memprihatinkan dan Tak Lulus SD, Subaidi Sukses Jadi Bos Minimarket Setelah 47 Kali Gagal Menjalankan Bisnis

Di usia 13 tahun, dia sudah merantau ke Malaysia untuk menjadi TKI sebagai kuli bangunan.

Baca Selengkapnya
Lebaran Bawa Berkah, Pedagang Ikan Hias Raup Omzet Rp5 Juta dalam Semalam

Lebaran Bawa Berkah, Pedagang Ikan Hias Raup Omzet Rp5 Juta dalam Semalam

Bila sebelumnya paling banyak menghasilkan Rp1,5 juta, dia mengaku kali ini ada puluhan ikan peliharaannya itu diborong pembeli.

Baca Selengkapnya
Ikan Paus Ini Hidup Sejak Zaman Purba, Punya Paruh Seperti Tang dan Telurnya Beracun

Ikan Paus Ini Hidup Sejak Zaman Purba, Punya Paruh Seperti Tang dan Telurnya Beracun

Ikan ini juga disebut "fosil hidup" karena masih eksis sejak jutaan tahun lalu.

Baca Selengkapnya