Salat wajib dikerjakan dalam tiga waktu

Merdeka.com - Pintu aula atau husainiyah itu berukiran khas Timur Tengah. Di kiri dan kanan dinding dekat pintu foto-foto tokoh ulama Syiah, termasuk mendiang pemimpin Revolusi Islam di Iran, Imam Khomeini. Ketika melangkah masuk, bau harum menyeruak dari dalam aula selebar lapangan futsal itu. Ruangan juga dilengkapi sejumlah perabotan dan hiasan dinding.

Beberapa kursi kayu ditaruh berjejer di belakang husainiyah, berdekatan dengan lemari kaca berisi tumpukan Alquran. Di muka aula ada mihrab dengan ukiran Timur Tengah, kayu bertatahkan kaligrafi Arab berwarna mencolok: putih, hitam, dan kuning. Di sampingnya terdapat panggung berukuran sekitar 3x4 meter dengan latar foto Kabah berukuran jumbo.

Di atas podium itu ada mimbar, kursi, meja, plus hiasan bunga-bunga. Podium biasa digunakan buat jemaah salat Jumat atau kegiatan lainnya. Selain kain rumbai-rumbai, di beberapa sudut dinding terdapat rak kayu buat menaruh turbah atau tanah kering berbentuk bulat tipis untuk alas sujud. jemaah lelaki dan perempuan dipisahkan dengan hijab dari kain berwarna hijau setinggi paha orang dewasa.

Seluruh lantai husainiyah juga dilapisi karpet Turki selebar 2x2 meter. Sebab itulah setiap jemaah harus menggunakan turbah buat memenuhi syarat sahnya salat sesuai tuntunan figih ahlul bait. Merdeka.com siang itu ikut salat zuhur berjemaah. Azan zuhur dikumandangkan tanpa alat pengeras suara. Namun kalimat azan di husainiyah sedikit berbeda dengan kumandang azan di masjid atau musala kaum Sunni.

Usai dua kalimat syahadat dalam azan, Syiah menambahi dengan lafaz Asyhadu anna Aliyan waliyullah (Aku bersaksi sesungguhnya Imam Ali bin Abi Thalib wali Allah). Sebelum penutup juga ada tambahan Hayya ala khairul amal (Mari mengerjakan amal baik). Menurut Direktur Pendidikan ICC Abdullah Beik, memang ada pemahaman berbeda antara Sunni dan Syiah mengenai azan. Syiah menambah dengan kesaksian terhadap Imam Ali karena meyakini dia adalah pemimpin umat setelah Rasulullah. "Kami percaya itu. Itu penghormatan kepada Ali sebagai pelanjut Rasulullah," katanya kepada merdeka.com, Rabu pekan lalu.

Zuhur kala itu diimami oleh Sayyid Musawwi, tokoh Syiah dari Iran. Usai muazin membaca iqamah, satu per satu jemaah membentuk shaf. Ada 12 orang berderet dalam dua barisan di belakang imam. Lalu takbir dimulai setelah semua menaruh turbah di lantai. Berdasar kitab fiqih ahlul bait, Abdullah Beik melanjutkan, tempat sujud tidak boleh memakai sajadah.

"Harus menyentuh tanah atau segala sesuatu tumbuh dari tanah. Boleh beralas jerami, pandan, daun pepohonan, atau lantai dari bebatuan bumi. Yang jelas tidak boleh dari bahan kimia," di menjelaskan. Bagaimana bila salat di masjid umum tanpa ada turbah padahal lantai tertutup karpet? Dia menjawab, "Bila kondisinya tidak mungkin dibolehkan."

Empat rakaat salat zuhur selesai ditunaikan dengan segala rukun dan syarat sah salat versi Syiah, misalnya membaca doa qunut dibaca di semua salat wajib. Imam Salat berdiri lagi diikuti jemaah di belakang, lalu menunaikan salat asar. Padahal waktu masih pukul setengah satu siang. Rupanya, menurut Abdullah Beik, Syiah meyakini zuhur dan asar satu waktu. "Salat asar dikerjakan setelah zuhur, waktunya satu. Misalnya kalau salatnya sore jam lima, tetap zuhur dulu, baru asar," ujarnya.

Salat magrib dan isya juga dikerjakan dalam satu waktu. Sebab itulah waktu azan magrib dan buka puasa kelompok Syiah lebih lambat sekitar lima belas menit dari kaum Sunni. Saat masjid-masjid lain sudah azan, muslim lain sudah berbuka, penganut Syiah masih berdoa. Baru seperempat jam kemudian, ketika mega di langit timur sudah gelap, mereka menyantap takjil.

Setelah itu salat magrib disusul isya. "Kalau buka puasa pakai minuman takjil dulu, setelah itu salat magrib dan isya, baru kemudian berbuka dengan makanan. Malamnya tidak ada tarawih," kata Odong, staf pemasaran di Toko Buku ICC.