Merdeka.com - Pengoperasian bus Transjakarta boleh saja dianggap sebagai salah satu kemajuan dalam sistem angkutan massal di ibu kota. Namun, konsep itu tidak akan berhasil jika fasilitas-fasilitas pendukungnya tidak mendapatkan perawatan dan perhatian.

Lihat saja halte-halte busway di beberapa koridor. Meski selintas tampak kokoh, nyatanya halte-halte ini sangat memprihatinkan. Halte tidak sekadar dijadikan jembatan penyeberangan tapi juga dijadikan lapak dagang. Mulai dari pedagang makanan sampai ke pedagang casing handphone, payung, dan lain-lain. Bahkan tunawisma pun tak jarang ditemukan tertidur lelap atau sekadar mengemis kepada mereka yang melintas di jembatan.

Tak hanya itu, infrastrutur di halte-halte juga kurang mendapatkan perhatian. Buktinya saja, masih banyak ditemui lantai yang menganga, kanopi yang terlepas serta semprotan cat pilox di tiang-tiang halte.

Memasuki ruang tunggu bus, permasalahan belum selesai. Tidak adanya batas antrean membuat calon penumpang terkadang saling menyerobot. Bahkan awalnya, antara penumpang pria dan wanita tidak dibedakan. Belum lagi kalau kipas angin tak menyala dan antrean membludak, bisa dibayangkan betapa gerah dan sesaknya mencari udara segar. Kalau sudah begitu aroma menyengat pun mulai menyesakkan napas.

Sebagian halte memang dilengkapi televisi layar datar, namun, tidak jelas apa fungsinya. Tayangan-tayangan yang diputar berulang kali bukannya informasi perjalanan bus, melainkan iklan-iklan produk yang sesekali disisipi iklan Transjakarta.

Pintu antrean menuju bus pun banyak yang rusak. Demi mendapatkan kursi, calon penumpang rela menunggu di luar batas pintu antrean. Padahal itu sangat membahayakan keselamatan.

Dari segi pelayanan tiket, di awal Transjakarta beroperasi setelah penumpang membayar maka akan ditukarkan dengan card single trip. Karena dianggap rawan kebocoran, sistem tiket berubah menggunakan selembar karcis. Padahal, dari segi efisiensi dan ramah lingkungan, penggunaan card lebih efektif ketimbang menggunakan karcis.

Di tahun 2012 ini, BLU Transjakarta telah berjanji akan melakukan perbaikan menyeluruh baik sarana maupun prasarana. Bahkan untuk sistem tiket, rencananya akan diberlakukan tiket elektronik yang akan bekerja sama dengan Bank DKI. Akankah semua itu benar terwujud atau hanya isapan jempol belaka?