Politik rasis belah Malaysia
Merdeka.com - Para pendukung Barisan Nasional boleh saja bersuka selepas hasil pemilihan umum digelar Ahad pekan lalu. Koalisi partai dikomandoi oleh UMNO (Organisasi Bangsa Melayu Bersatu) memelihara kekuasaan sudah mereka pegang sejak Malaysia merdeka pada 1957 hingga lima tahun mendatang.
Tapi Perdana Menteri Najib Razak tidak benar-benar bergembira. Setidaknya kesan itu muncul saat dia menyampaikan pidato kemenangan malamnya. Dia tampil bukan seperti seorang pemimpin rakyat Malaysia, tapi layaknya tokoh Melayu garis keras. Dia menyerukan rekonsiliasi nasional, namun di sisi lain dia menyebut etnis China sebagai ancaman.
Dia menuding MCA (Asosiasi Malaysia-China) yang tergabung dalam Barisan Nasional tidak lagi setia. "Kita tidak lagi memperoleh banyak sokongan dari orang-orang China," kata Najib.
Hasil pemilihan ke-13 ini menjadi bukti pembangkangan kaum China terhadap pemerintah. Mereka tidak lagi menyokong. MCA kehilangan setengah kursinya ketimbang pemilu lima tahun lalu. Kali ini mereka mendapat tujuh kursi di parlemen, sebelumnya 15.
Sebaliknya DAP (Partai Aksi Demokratik) di kubu oposisi juga berbasis etnis China meroket. Perolehan kursi mereka naik 10 menjadi 38 dibanding pemilu 2008. Posisi tawar mereka kini lebih kuat ketimbang PKR (Partai Keadilan Rakyat).
Sejatinya, jucapan rasis Najib bukan hal mengejutkan. Generasi muda Malaysia sudah terbiasa hidup terbelah berdasarkan etnis. kaum melayu yang dominan (60 persen dari sekitar 26 juta penduduk Malaysia) selalu merasa menjadi warga negara kelas wahid lantaran hak-hak istimewa dari pemerintah.
Ini menimbulkan kecemburuan bagi etnis minoritas China - jumlah mereka seperempat, tapi menguasai perekonomian negara - dan warga keturunan India. Alhasil, jangan heran pentas politik di negara jiran ini selalu diwarnai hal-hal berbau rasis. Insiden mutakhir di tengah kampanye adalah munculnya Injil berbahasa Melayu memakai kata Allah. Padahal, orang melayu muslim menentang keras kata Allah digunakan oleh golongan non-muslim.
Seorang politikus senior UMNO mengakui politik rasis di Malaysia bakal membuat negara itu kian lemah. Persatuan di Malaysia selama ini semu. "Politik multikultural harus menjadi masa depan Malaysia. PKR adalah contoh bagus," katanya saat ditemui merdeka.com di rumahnya kemarin.
(mdk/fas)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Curhat Eks Napiter Kembali ke Pangkuan NKRI Sumpah Setia pada Pancasila
Munir berharap agar masyarakat tetap damai dan rukun meskipun memiliki perbedaan pilihan politik.
Baca SelengkapnyaJelang Masa Tenang Pemilu 2024, Menpan RB Ingatkan ASN Wajib Netral dan Bebas Pengaruh Politik Tak Sehat
Sejumlah alasan mengapa ASN harus netral karena sebagai bentuk kewajiban profesionalism.
Baca SelengkapnyaPerangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama
Di tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional
Dengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.
Baca SelengkapnyaHendropriyono Minta Masyarakat Tolak Rasisme
Hendropriyono mengingatkan, rasialisme bisa muncul dengan sendirinya di masyarakat.
Baca SelengkapnyaKaesang: Politik Menjadi Satu Bagian yang Seru dan Indah
Dengan politik seseorang bisa menerapkan kebijakan baik untuk kepentingan rakyat banyak.
Baca SelengkapnyaMenag Minta Khatib Salat Jumat Sampaikan Pesan Pemilu Damai dan Hargai Perbedaan Pilihan Politik
Yaqut mengatakan, pemilu sebagai pesta demokrasi yang diselenggarakan lima tahun sekali sehingga dijalankan dengan penuh riang gembira.
Baca SelengkapnyaMenko Luhut Kesal Banyak Kritik Jelek Pemerintah, Ini Respons Anies Baswedan
Anies menuturkan, ada tiga hal prinsip demokrasi. Yaitu kebebasan berbicara khususnya mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaMUI: Luar Biasa Kehidupan Toleransi Antar-Agama di Negara Kita
Penting menjaga keberlangsungan lingkungan masyarakat yang damai dan toleran.
Baca Selengkapnya