Kerja serabutan agar tak kelaparan
Merdeka.com - Darmanto (42) sudah terbiasa hidup dalam udara pengap terjepit beton jembatan penyangga pipa air milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Bau tidak sedap sampah sungai Banjir Kanal Barat yang merangsek masuk dari celah-celah dinding beton, jadi santapan sehari-hari.
Lelaki asal Palembang, Sumatera Selatan ini duduk santai di ruang berukuran 3x2 meter yang disulap sebagai rumah tinggalnya. Sesekali dia berbaring di ruangan yang tingginya tak lebih dari satu meter itu.
Sehari-hari dia menjajakan bir dan minuman ringan di kawasan Tanah Abang. Penghasilannya tidak tetap, bahkan bisa dibilang kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup di kota metropolitan. Dia memilih tinggal di jembatan beton penyangga pipa PDAM agar bisa menyisakan penghasilannya untuk anak-istrinya yang tinggal di Daan Mogot, Jakarta Barat.
"Saya dagang, tidak selamanya untung. Semalam saya dagang, seribu perak pun enggak dapat," kata Darmanto ketika berbincang dengan merdeka.com di biliknya, akhir pekan lalu.
Dari bilik sempit itu Darmanto berbagi cerita. Dia sadar betul tanggung jawabnya untuk anak dan istrinya sangat besar. Dia berulang kali menyatakan bahwa anaknya harus mengenyam pendidikan dengan harapan bisa hidup layak suatu hari nanti.
Beberapa potong baju dan satu buah lampu bohlam 5 watt menjadi saksi bisu kegundahan hatinya setiap hari. Darmanto rela tidur di atas papan yang hanya dengan alas gabus tipis, asal anak dan istrinya bisa hidup layak di rumah kontrakan. "Kalau datang dari rumah pasti butuh ongkos mahal. Lebih baik untuk jajan anak-anak di sekolah," kata Darmanto lirih.
Ada satu hal yang membuat batin Darmanto teriris. Saat itu istri dan anak-anaknya datang menemuinya. Mereka terenyuh karena hanya bisa melihat Darmanto dari celah sempit di atas jembatan. Istrinya sempat mengajak Darmanto pulang ke rumah kontrakannya di daerah Jakarta Barat karena khawatir suaminya terjaring razia penyakit masyarakat.
belum tuntas ceritanya, tiba-tiba Darmanto terdiam. Wajahnya sedikit berubah ketika petir menggelegar diikuti hujan deras. Dengan cekatan Darmanto langsung menutup pintu rumahnya yang hanya terbuat dari sebilah papan triplek berukuran 50x25 cm. Hujan yang datang sewaktu-waktu membuat Darmanto khawatir banjir kembali menerjang. Hidup di atas aliran Banjir Kanal Barat membuatnya harus siap mengungsi jika suatu saat banjir datang. Seperti tahun lalu, Darmanto harus pergi dari 'pemukiman' bawah jembatan pipa PDAM karena tempat tinggal mereka digenangi air.
"Tahun ini memang tidak banjir seperti tahun lalu, tapi kalau hujan ya tetap masuk melalui celah terpal. Tapi Tuhan itu baik, saya tidak pernah sakit," tuturnya.
Tetangga Darmanto, Tina, punya cerita tak jauh berbeda soal perjuangan hidup di kerasnya ibu kota. Sehari-hari Tina bekerja sebagai buruh cuci di sebuah rumah susun tak jauh dari tempat tinggalnya itu. Gajinya hanya Rp 300.000 per bulan.
Dia menyadari betul, tidak bisa hidup di Jakarta jika hanya bermodal gaji sebesar itu. Karena itu, setiap senja hingga larut malam, dia menjajakan kopi keliling di pinggir jalan protokol.
Sebelum tinggal di tempat itu, Tina berdagang makanan di pingggir Stasiun Tanah Abang. Pada 2014 dia terjaring razia petugas Satpol PP DKI Jakarta. Wanita paruh baya ini pun memilih pulang kampung. Itu hanya sementara. Tina kembali tergiur janji kehidupan layak di Jakarta. "Kerja apa saja yang penting engak lapar," tutur Tina sambil tersenyum.
Penghuni lainnya, Aleks (42) juga merasakan getirnya hidup dari balik bilik sempit. Ketika banjir datang tahun lalu, semua perabotan dan barang-barang yang dimilikinya hanyut dibawa air. "Dulu saya punya TV tapi dibawa banjir semuanya dengan barang-barang yang lain," kata Aleks.
Aleks sadar betul, tinggal di bawah jembatan penyangga pipa air telah melanggar aturan. Beberapa kali dia terjaring penertiban. Petugas Satpol PP sering menertibakan terpal-terpal yang mereka gunakan. Mereka menyiasatinya dengan pergi sejenak beberapa hari. Setelah dirasakan aman, mereka kembali dan tinggal di tempat itu. "Razia sering tapi kalau aman datang lagi. Kita tidak keberatan kalau diusir kok. Ini kan tempat bukan milik kita," jelasnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Diancam akan Dibunuh, ABG Diperkosa Teman Kerja
Saat berada di tengah perjalanan pelaku malah mengarahkan kendaraannya ke rumahnya yang berada di wilayah Kecamatan Panongan.
Baca SelengkapnyaJangan Sampai Berkepanjangan, Kenali 5 Macam Sakit Kepala dan Penyebabnya
Kenali penyebab sakit kepala yang dialami agar bisa melakukan penanganan yang tepat.
Baca SelengkapnyaPBB: 2023 Jadi Tahun Penderitaan, Banyak Orang Tertindas Kemiskinan dan Kelaparan
Kata Gueters, orang-orang semakin tertindas akibat meningkatnya kemiskinan dan kelaparan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mana yang Harus Didahulukan antara Kereta Api dan Pemadam Kebakaran? Kejadian di Bandung Ini Jadi Contoh
Saat sampai di perlintasan sebidang Cikadupateh, para petugas dan relawan yang berjaga dengan sigap menghentikan truk pemadam kebakaran tersebut.
Baca SelengkapnyaSering Marah-Marah dan Kurang Percaya Diri, Petugas KPPS Dibawa ke Rumah Sakit Jiwa
Dia yakin jika MAH sudah dirawat sesuai standar operasional pekerja.
Baca Selengkapnya5 Persen PNS DKI Tak Masuk Kerja Hari Pertama Usai Libur Nataru
SKPD/UKPD yang memiliki tugas dan fungsi pelayanan kepada masyarakat pun tetap melaksanakan tugasnya itu.
Baca SelengkapnyaCara Hilangkan Rasa Pahit Pare Sebelum Diolah, Tanpa Garam dan Cuka
Meskipun dikenal karena pahitnya, pare tetap diminati karena khasiatnya dan sebagian orang menikmati rasanya. Cara untuk menghilangkan pare pun sangat mudah.
Baca SelengkapnyaPegawai Bisa Terima THR Lebih Besar dari Gaji, Ini Syarat dan Ketentuannya
Menaker Ida bilang ada perusahaan yang membayar THR lebih besar dari ketentuan.
Baca SelengkapnyaWajib Tahu! Ini Cara Mengetahui Pasangan Selingkuh
Di tengah maraknya kasus selingkuh, maka perlu waspada, agar pasangan tak sampai melakukannya.
Baca Selengkapnya