Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jejak saudagar Arab dan Malaysia di Kampung Melayu

Jejak saudagar Arab dan Malaysia di Kampung Melayu sejarah kampung melayu. ©ugm.ac.id

Merdeka.com - Mendengar nama Kampung Melayu sekarang ini, orang akan mengenalnya sebagai salah satu daerah langganan banjir di Jakarta Timur. Kenyataannya memang demikian, daerah padat penduduk ini saban musim hujan tiba selalu kebanjiran. Namun demikian, selain cerita banjir, ada riwayat sejarah lain yang perlu diketahui tentang Kampung Melayu ini, yakni ketika daerah itu dahulu kala dijadikan sebagai pusat perdagangan sejak zaman VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie).

Salah satu sesepuh di Kampung Melayu, Khasan, masih ingat betul detail migrasi warga, perubahan desain permukiman, termasuk cerita tutur tentang sejarah lama tanah kelahirannya itu. Warga asli Kampung Melayu yang kini berumur 78 tahun terebut juga menceritakan, dulu tanah kelahirannya merupakan tempat pemberhentian bus pengangkut barang dagangan yang akan didistribusikan ke Luar Jakarta.

"Jadi dulu nih awalnya banyak bus yang angkutin barang dagangan buat ke pusat kota. Macem-macem, ada ayam, kambing, makanan, pokoknya berhenti dulu deh dimari, nurunin sebagian dagangan baru, terus pada jalan lagi," kata Khasan dengan logat Betawi saat membuka perbincangan dengan merdeka.com kemarin di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur.

Karena ramainya orang dagang, para saudagar dari Arab dan Melayu tertarik untuk ikut berjualan. Kebanyakan dari saudagar itu berjualan sayur, buah-buahan dan kain bahan pakaian. Saking banyaknya orang Arab dan Melayu, penduduk asli Kampung Melayu dan sekitarnya kerap menyebut Melayu. Apalagi selain berdagang, kebanyakan dari orang Arab dan Melayu juga mendirikan tempat tinggal.

"Mereka jualan sayur-sayuran, buah-buahan, sama kain. Nah orang-orang pembeli kayak kita dulu nyebutnya beli di Melayu. Karena itulah akhirnya dinamakan Kampung Melayu," ujarnya.

Khasan melanjutkan, selain menggunakan bus-bus pengangkut barang dagangan, rakit juga digunakan sebagai moda transportasi dengan menyusuri Kali Ciliwung. Dulu, kata dia, Ciliwung memang digunakan sebagai jalur transportasi menuju Pelabuhan Sunda Kelapa. Sayangnya sisa-sisa bangunan-bangunan peninggalan zaman dulu mulai punah. Apalagi Sungai Ciliwung kini mulai tak bersahabat.

"Kali Ciliwung dulu itu gede banget. Banyak transportasi pakai getek atau rakit. Ada juga perahu yang bawa bambu pasir itu dari Kali Ciliwung. Sekarang mah boro-boro bisa dipakai itu kali," katanya.

Jauh sebelum disebut Kampung Melayu, kata Khasan, dulu orang-orang lebih mengenal dengan sebutan Mister Cornelis, seorang pendeta yang menyebarkan ajaran kristen. "Dulu namanya sebelum Kampung Melayu itu Mester artinya itu tuan. Mester Cornelis itu terkenal dulu. Sampai sekarang kan ada tuh Jatinegara Mester. Seiring berjalannya waktu, karena banyak orang Melayu lalu berubah jadi Kampung Melayu," tuturnya.

Cornelis Chastelein merupakan seorang tuan tanah. Selain di Jatinegara, Jakarta Timur, Cornelis juga merupakan tuan tanah di Depok. Sebelum meninggal, Cornelis menuliskan surat wasiat yang berisi pembagian tanah kepada para budaknya. Hingga kini, bukti sejarah keberadaan Cornelis masih bisa dilihat di Jalan Pemuda, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Salah satunya Rumah Sakit Harapan.

Literasi sejarah menyebutkan jika Kampung Melayu pada abad ke-17 pernah dijadikan tempat pemukiman orang-orang Melayu yang dari Semenanjung Malaka (sekarang Malaysia) di bawah pimpinan Kapten Wan Abdul Bagus.

Wan Abdul Bagus adalah anak Ence Bagus yang terlahir di Patani, Thailand Selatan. Konon dia dikenal sebagai orang cerdas baik administratif maupun di lapangan sebagai perwira. Tak heran jika dipercaya VOC, sebuah persekutuan dagang dari Belanda atau yang mashur disebut Kompeni.

Menjelang akhir hayatnya ia dipercaya bertindak selaku Regeringscommisaris, semacam duta ke Sumatera Barat. Kapten Wan Abdul Bagus meninggal dunia pada 1716, ketika usianya genap 90 tahun.

Sayang, Kampung Melayu kini sudah disesaki rumah-rumah kumuh. Migrasi penduduk yang tinggi membuat Kampung Melayu kini tak lagi dimiliki oleh orang Melayu, tetapi juga etnis lainnya. Namun, kondisi demikian bukan masalah. Hingga saat ini, belum terdengar warga antar etnis di Kampung Melayu tegang.

"Dulu ada orang Banten, orang Medan, orang Madura, orang Bugis. Mereka tinggal kelompok-kelompok sendiri. Kalau sekarang sudah campur satu sama lainnya," kata Khasan.

(mdk/mtf)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sisi Lain Kehidupan di Arab Saudi, Penduduknya Kaya Raya Tapi Tak Saling Kenal Tetangga Rumah

Sisi Lain Kehidupan di Arab Saudi, Penduduknya Kaya Raya Tapi Tak Saling Kenal Tetangga Rumah

Hal tersebut diketahui dari kebiasaan warga setempat yang jarang berinteraksi satu sama lain.

Baca Selengkapnya
Selain Bangun Rumah Mewah, TKW Arab Saudi Ini Buka Pabrik Camilan di Perkampungan Terpencil

Selain Bangun Rumah Mewah, TKW Arab Saudi Ini Buka Pabrik Camilan di Perkampungan Terpencil

Kisah sukses seorang TKW di Arab Saudi bangun bisnis di kampung halaman.

Baca Selengkapnya
Blak-blakan Cak Imin Dulu Ikut Potong Tumpeng di IKN, Kini Berbalik Menolak Pemindahan Ibu Kota

Blak-blakan Cak Imin Dulu Ikut Potong Tumpeng di IKN, Kini Berbalik Menolak Pemindahan Ibu Kota

Cak Imin akhirnya buka suara soal dulu dukung pembangunan IKN, sekarang malah menolak

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Penampakan Banyak Air, Emas & Berlian di Perut Bumi Arab, Padahal di Permukaan Pasir & Gersang

Penampakan Banyak Air, Emas & Berlian di Perut Bumi Arab, Padahal di Permukaan Pasir & Gersang

Di bawah permukaan pasir, ada banyak air menggenang hingga emas dan berlian.

Baca Selengkapnya
Asyiknya Berkemah di Bukit Kanaga Cikijing, Pemandangan Kabut dan Hutan Pinusnya Bikin Nagih

Asyiknya Berkemah di Bukit Kanaga Cikijing, Pemandangan Kabut dan Hutan Pinusnya Bikin Nagih

Bukit ini berada di atas ketinggian, dengan hamparan pohon pinus yang berjajar rapi.

Baca Selengkapnya
Kisah Gereja Tua Kaliceret, Bangunan Kayu Tanpa Paku yang Telah Berusia Ratusan Tahun

Kisah Gereja Tua Kaliceret, Bangunan Kayu Tanpa Paku yang Telah Berusia Ratusan Tahun

Bangunan ini dulunya sempat miring karena tertiup angin, namun bisa tegak kembali karena tertiup angin dari arah yang berbeda

Baca Selengkapnya
Hasil Kerja Keras di Arab Saudi, TKW Ini Bangun Rumah Mewah di Kampung Halaman Habiskan dana Rp5 Miliar

Hasil Kerja Keras di Arab Saudi, TKW Ini Bangun Rumah Mewah di Kampung Halaman Habiskan dana Rp5 Miliar

Walau masih dalam proses pembangunan, kemegahan rumah ini sudah terpancar.

Baca Selengkapnya
Menilik Desa Sekar Gumiwang yang Berada di Tengah Waduk Gajah Mungkur, Sempat Muncul saat Musim Kemarau

Menilik Desa Sekar Gumiwang yang Berada di Tengah Waduk Gajah Mungkur, Sempat Muncul saat Musim Kemarau

Di musim kemarau tahun 2023 lalu, desa tersebut kembali muncul ke permukaan.

Baca Selengkapnya
Menilik Asal-Usul Kota Sabang, Pernah Jadi Jalur Perdagangan Penting setelah Pembukaan Terusan Suez

Menilik Asal-Usul Kota Sabang, Pernah Jadi Jalur Perdagangan Penting setelah Pembukaan Terusan Suez

Dulu saat pedagang Arab berlayar hingga ke Pulau Weh, mereka menamakan Sabang dengan kata 'Shabag' yang berarti gunung meletus.

Baca Selengkapnya