Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ismail Fajrie Alatas (4): Fanatisme berlebihan rawan gesekan

Ismail Fajrie Alatas (4): Fanatisme berlebihan rawan gesekan Ismail Fajrie Alatas (Twitter.com)

Merdeka.com - Fanatisme tinggi di kalangan jamaah muda majelis pengajian, menurut pemerhati diaspora orang-orang Hadrami di Asia Tenggara, Ismail Fajrie Alatas, rentan memantik percikan api konflik. Meski masih batas kewajaran. "Biasa namanya anak muda, karena kefanatikan kepada guru luar biasa, sehingga kadang mereka melecehkan yang lain,” ujarnya.

Fenomena majelis pengajian para habib muda ini memang luar biasa. Dalam tempo singkat - satu dasawarsa lebih sedikit -puluhan ribu jamaah berhasil mereka rangkul. Majelis Rasulullah misalnya, mengklaim memiliki sekitar 50 ribu jamaah saban pengajian rutin dibuka. Majelis Nurul Musthofa mengaku menggaet 20 ribu orang. Sama-sama berusia muda, di bawah 40 tahun, dua habib itu memiliki kharisma yang mampu membetot perhatian jamaah muda dan tua di seluruh wilayah Jakarta.

Fajrie melanjutkan, pernah suatu waktu jamaah muda dua majelis ini berselisih faham. Hingga akhirnya dua pemimpin majelis bertemu dalam satu panggung mendamaikan suasana. ”Jadi itu biasa, namanya anak muda, karena emosinya memang masih tinggi,” kata sejarawan sekaligus kandidat doktor di University of Michigan, Amerika Serikat, ini.

 

Habib Mundzir, pemimpin Majelis Rasulullah yang belajar ilmu agama ke Hadratumaut, Yaman, lebih banyak berkisah tentang keteladanan nabi dan rasul. Sedangkan Habib Hasan, lulusan Pondok pesantren Daarul Hadits Al Faqihiyyah, Malang, Jawa Timur, cenderung menukil kisah-kisah para wali dan biasa mengajak jamaahnya berziarah ke makam-makam wali. Sebelum memiliki majelis besar, keduanya mengawali dakwah dengan pengajian rutin dari rumah ke rumah.

Berikut penuturan Ismail Fajrie Alatas saat ditemui Muhammad Taufik dari merdeka.com usai mengajar di Universitas Indonesia kemarin:

Jamaah majelis mengaku datang pada pengajian habib karena ingin berdekatan dengan Nabi, menurut Anda?

Ya jelas. Dari dulu yang namanya orang Betawi itu, bikin maulid tidak ada habibnya tidak sah. Karena, Anda mau mengundang nabi, harus ada keturunannya dong. Itu penting sekali. Di Pekalongan dan sebagian besar Jawa itu sama. Di kalangan NU (Nahdahtul Ulama) itu juga penting sekali. Bahwa nabi itu dihadirkan melalui berbagai cara, ada yang bersalawat atau mengundang habib-habib.

Apakah perkembangan majelis taklim ini lantaran menurunnya peran ormas-ormas islam dalam mendidik umat?

Iya dong. Justru karena ormas-ormas Islam terlalu banyak berpolitik, PMII, HMI, semua hanya masalah politik kampus. Di sisi lain, ormas Islam, misalnya Muhammadiyah, juga omongin masalah tidak mendasar. Padahal, mereka (para habib) itu bicara tentang spiritualitas dan realitas yg dialami anak-anak muda di Jakarta.

Bagaimana dengan peran Rabithah al-Alawiyah? Kabarnya dulu organisasi politik?

Pertama, itu keturunan Arab pada umumnya membuat Jamiat Khair (sekolah pendidikan modern Islam), sebelum eranya Boedi Oetomo, pada 1900-1905. Pramoedya Ananta Toer sempat menukil kisah pendidikan modern islam itu dalam novel “Jejak Langkah”. Di Jamiat Khair kemudian timbul perpecahan antara kelompok modernis dan tradisional.

Modernis memunculkan Al Irsyad yang anti otoritas habaib. Sementara habaib bikin organisasi Rabithah yang bergerak di bidang sosial, misalnya pencatatan nasab-nasab keturunan nabi dan menyantuni habaib kurang mampu. Rabithah sampai sekarang tetap menjadi organisasi sosial. Bukan organisasi yang mengontrol. Itu organisasi pencatatan, bukan pengontrol.

Apakah ada persaingan di antara habaib itu, misalnya untuk merebut jamaah?

Ya, saya rasa ada. Dulu pernah ada konflik antara MR dan NM. Sampai akhirnya Mundzir dan Hasan harus kumpul berdua di panggung biar nanti kelihatan berdua. Biasa anak muda, kefanatikan kepada guru luar biasa sehingga mereka melecehkan yang lain.

Dibilang kompetisi, ya iya lah. Karena lahan dakwah bukan cuma menguntungkan secara spiritual saja, tapi juga finansial. Jadi kalau memang semua kemudian mau membuka majelis taklim, itu biasa. Tapi di satu sisi bisa dibaca sebagai kompetisi, berlomba-lomba dalam kebaikan.

Apakah pemerintah perlu mengatur aktifitas majelis-majelis itu?

Kalau saya pribadi berpendapat tidak perlu pemerintah mengontrol pengajian. Mereka sudah mempunyai pimpinan.

                   

   

(mdk/fas)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Rayakan Idulfitri Sehari Lebih Lambat, Begini Ritual Lebaran Masyarakat Islam Aboge di Banyumas

Rayakan Idulfitri Sehari Lebih Lambat, Begini Ritual Lebaran Masyarakat Islam Aboge di Banyumas

Perbedaan hari Lebaran tidak pernah mereka permasalahkan.

Baca Selengkapnya
Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi, Ulama Besar dan Pejuang Islam dari Pesisir Selatan

Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi, Ulama Besar dan Pejuang Islam dari Pesisir Selatan

Ulama pemimpin faham Tarekat Naqsyabandiah di Padang ini pencetus pemikiran ikhtilaf di internal umat, namun bersatu di eksternal umat untuk melawan penjajah.

Baca Selengkapnya
Komunitas Teman Taat Gelar Kajian Bersama Ustadzah Oki Setiana Dewi Dengan Tema 'Agar Menikah Tak Salah Arah'

Komunitas Teman Taat Gelar Kajian Bersama Ustadzah Oki Setiana Dewi Dengan Tema 'Agar Menikah Tak Salah Arah'

Kajian atau studi dalam konteks agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslimah.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Setelah 40 Tahun Lebih, Keinginan Ayah Bangun Masjid Diwujudkan Anaknya Pensiunan Jenderal AU

Setelah 40 Tahun Lebih, Keinginan Ayah Bangun Masjid Diwujudkan Anaknya Pensiunan Jenderal AU

Di balik kemegahannya, ternyata masjid tersebut merupakan gagasan dari ayah seorang pensiunan jenderal TNI Angkatan Udara.

Baca Selengkapnya
Kisah Soekarno yang Pernah Mendapat Gelar Waliyul Amri, Sempat Kontroversial

Kisah Soekarno yang Pernah Mendapat Gelar Waliyul Amri, Sempat Kontroversial

Pemberian gelar ini sempat dianggap kontroversial karena Soekarno dijadikan imam yang harus dipatuhi umat Islam di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Isi Pakta Integritas Ijtima Ulama Dukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar

Isi Pakta Integritas Ijtima Ulama Dukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar

Anies berharap dengan dukungan ulama ini, jangkauannya akan semakin meluas.

Baca Selengkapnya
Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro Khilafah Masih Eksis, Begini Modus Barunya

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro Khilafah Masih Eksis, Begini Modus Barunya

Sri Yunanto mengingatkan kepada seluruh pihak bahwa pergerakan kelompok pro-khilafah masih tetap eksis di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Mengenal Pesantren Langitan Tuban, Didirikan Murid Pangeran Diponegoro, Awalnya Tempat Belajar Agama bagi Keluarga dan Tetangga

Mengenal Pesantren Langitan Tuban, Didirikan Murid Pangeran Diponegoro, Awalnya Tempat Belajar Agama bagi Keluarga dan Tetangga

Sang pendiri, Kiai Nur baru mendirikan surau saat puluhan santri datang untuk berguru padanya.

Baca Selengkapnya
Menag: Jaga Toleransi dalam Menyikapi Potensi Perbedaan 1 Ramadan

Menag: Jaga Toleransi dalam Menyikapi Potensi Perbedaan 1 Ramadan

"Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadan," kata Menag

Baca Selengkapnya