Merdeka.com - Drama politik Bank Century akan kembali menghangat jika Wakil Presiden Boediono datang memenuhi panggilan tim pengawas dana talangan Century di Dewan Perwakilan Rakyat pekan mendatang.

Mantan gubernur Bank Indonesia ini sebelumnya ogah memenuhi undangan parlemen dengan alasan telah memenuhi undangan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) untuk diperiksa menjadi saksi dalam kasus dana talangan dan suap menjerat bekas Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya .

Komisi antirasuah itu dua tahun terakhir telah memeriksa sekitar 90 saksi terkait penyertaan modal sementara dan suap dalam kasus Bank Century. Jumlah itu di luar saksi dari tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di mana lembaga ini telah menetapkan Rp 6,7 triliun dana digelontorkan sebagai kerugian negara.

KPK menargetkan pada akhir bulan ini segera menyeret mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya ke meja hijau. Dia bakal menghadapi dakwaan terkait suap dan pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek ( FPJP ) bagi Bank Century dan penentuan pemberi pinjaman sakit sebagai bank gagal berdampak sistemik. “Surat perintah penyidikan kita dua hal tersebut,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam konferensi pers akhir tahun.

BPK menyimpulkan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dari Bank Indonesia ke Bank Century sebesar Rp 689,39 miliar, termasuk penyaluran penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan ke Bank Century selama 24 November 2008 sampai 24 Juli 2009 senilai Rp 6,76 triliun merugikan negara.

"KPK sedang mempelajari laporan dan proses selanjutnya adalah komunikasi antara penyidik KPK dan jaksa penuntut umum sebelum berkas itu diajukan ke pengadilan," ujar Bambang.

KPK diserahi tugas oleh DPR membongkar kebusukan dana talangan Bank Century lima tahun lalu, berjanji menelusuri nama tercantum dalam hasil pemeriksaan kerugian keuangan negara dari BPK melalui sidang tersangka Budi Mulya .

Sebelum sidang dimulai, Bank Mutiara sebelumnya bernama Bank Century mendapatkan kucuran modal Rp 1,24 triliun. Namun KPK ogah menjawab kalau tambahan dana talangan itu masuk termasuk kerugian negara.

Sumber merdeka.com lama bekerja di bank sentral menegaskan tugas LPS bukan untuk menyuntikkan dana segar kembali ke bank sejak penggabungan sepuluh tahun lalu terus bermasalah. ”LPS harus sudah mendivestasi bukan menaikkan modalnya,” ujarnya saat berbincang dengan merdeka.com.

Kewenangan LPS didanai negara, uang nasabah, serta industri perbankan, perlu ditelusuri kepentingannya secara detail dan dicarikan dasar kewenangannya. ”Apakah ini kebijakan sehat? Itu pertanyaannya,” tuturnya.

Merujuk pada aturan, kata dia, LPS hanya bisa melakukan penyelamatan sementara dengan cara penyertaan modal sementara dengan berdasarkan perhitungan biaya dan untung untuk jangka waktu tertentu. ”Penyertaan modal sementara di Bank Mutiara dibatasi sampai 21 November 2013. Artinya LPS harus melakukan divestasi sehingga masa kepemilikannya sudah habis.”

Sekretaris LPS Samsu Adi Nugroho kepada wartawan menegaskan pendanaan operasional LPS termasuk penyertaan modal ke Bank Mutiara berasal dari premi bank. “Bukan dari anggaran negara atau APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Prinsipnya industri menolong industri,” katanya.