Berangkat lewat jalur halal

Merdeka.com - Teguh Iswantoro cuma sampai mengernyitkan dahi saat mengenang perjalanan panjang hingga akhirnya harus bekerja tanpa bayaran di atas kapal ikan di Ibu Kota Port of Spain, Trinidad dan Tobago. Selama dua hari dari Indonesia, dia melintasi beberapa negara tanpa hambatan menuju negara kepulauan ditemukan oleh pelaut asal Italia Christopher Columbus.

Dengan logat Jawa kental dia bercerita. Dalam perjalanan menuju Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Teguh, Sahudi, Umar, Sobirin, Sunardi, dan Suhendri didampingi calo dari PT Karltigo. Masing-masing diberi dokumen kelengkapan pemberangkatan, termasuk kontrak kerja menuju Port Of Spain dan uang USD 20.

"Di bandara saya disuruh kasih uang rokok. Saya ingat jumlahnya Rp 50 ribu," kata Teguh saat berbincang dengan merdeka.com awal Juli lalu di komplek perumahan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Kalibata, Jakarta Selatan. Dia saat itu sedang memperjuangkan gajinya dan bertahan di rumah dinas anggota komisi IX Poempida Hidayatulloh.

Lolos dari Bandara Soekarno-Hatta, dia terbang ke Malaysia dan menyambung perjalanan dengan pesawat KLM menuju Amsterdam, Belanda. Setelah dua jam transit di Bandara Schipol, Amsterdam, Teguh kemudian diterbangkan ke Curacao.

Dia kemudian menumpang pesawat berawak enam orang menuju Aruba. Aruba adalah sebuah pulau kecil di selatan Laut Karibia, 27 km sebelah utara pesisir Venezuela. Sedangkan Curacao merupakan salah satu negara konstituen Kerajaan Belanda beribu kota Willemstad. "Dari sana saya baru sampai Port Of Spain dan dijemput sama lelaki kayak orang China," ujarnya.

Kelimanya berangkat bermodalkan paspor terbitan kantor imigrasi Pemalang, Jawa Tengah, dan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Semua kelengkapan ini diberikan di Bandara Soearno-Hatta.

Dari sana dia bersama dengan temannya disuruh bekerja di kapal ikan besar berisi 25 anak buah kapal. Selama seminggu hanya mendapat jatah beristirahat empat jam sehari. Teguh bersama dengan temannya Sutanda dipindah ke ke kapal ikan kecil dan berlayar menuju tengah samudera dengan perjalanan kurang lebih satu bulan.

"Saya dipindah kapal kecil ABK-nya 15 orang. Satu minggu saya dipindah, dikasih bantal sama tiker, diberangkatin ke laut kurang lebih perjalanan satu bulan," tuturnya. Saya nggak tahu ada di samudera mana."

Wahyu Susilo dari Migrant Care mengatakan maraknya perdagangan manusia salah satunya disebabkan lemahnya penegakan hukum. "Hingga saat ini persepsi tentang pelaku perdagangan manusia adalah perorangan bukan koorporasi," katanya.

Selain itu praktek curang dan korupsi di lembaga negara juga merupakan pelaku perdagangan orang melalui jalur legal. Dia mengakui mereka memanfaatkan pula kelemahan diplomasi pemerintah.

Seorang pemalsu dokumen, sebut saja R, 30 tahun, mengaku bisa mengerjakan paspor dan visa dalam waktu singkat. Dia juga menjamin pembuat paspor hanya datang untuk melakukan validasi foto saja. Selama biayanya disetujui, pembuatan paspor dan visa bisa terselesaikan.

"Kalau di kantor imigrasi setiap meja minta pelicin, paling tidak Rp 50 ribu," kata R saat ditemui pertengahan Ramadan lalu di Depok, Jawa Barat. R merupakan calo imigrasi dan kerap mendapat pesanan untuk pembuatan paspor dan visa dari luar daerah.