Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Asing tekan, longgar aturan

Asing tekan, longgar aturan ilustrasi obat. ©2012 Merdeka.com

Merdeka.com - November tahun lalu, Daftar Negatif Investasi atau biasa disebut DNI, resmi direvisi. Lima sektor dilonggarkan kepemilikan sahamnya bagi pengusaha asing, salah satunya farmasi.

Dari penelusuran merdeka.com, kebijakan pro-asing ini murni berdasar kalkulasi bisnis, bukan melayani kepentingan masyarakat. Apalagi pasien yang membutuhkan kebijakan agar harga obat lebih terjangkau.

Usulan DNI telah diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono buat diteken menjadi peraturan pemerintah. Sesuai jadwal, Maret 2013, seharusnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 soal DNI sudah berubah lebih ramah kepada investor asing.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa tahun lalu mengatakan usulan pelonggaran DNI berasal dari saran para pengusaha lokal. Salah satu poin dalam draf beleid itu adalah peningkatan peran asing di industri farmasi. Hatta mengaku hal itu terpaksa dilakukan lantaran banyak pebisnis Indonesia tidak mempunyai cukup modal membangun pabrik obat dan alat kesehatan.

Awalnya pengusaha lokal digadang-gadang bisa bermitra dengan perusahaan asing sekaligus mempelajari alih teknologi dengan porsi 75 persen asing, sisanya lokal. Dari temuan pemerintah, tak ada yang berminat jadi mitra asing. Soalnya tidak ada pengusaha bersedia memiliki saham lebih kecil dan tak banyak berwenang mengelola perusahaan.

Alhasil, kendali rata-rata farmasi asing beroperasi di Indonesia tetap dikuasai sepenuhnya pemodal utama luar negeri. Bahkan, keleluasaan asing selama beberapa tahun terakhir turut mengerek kuantitas impor bahan baku obat.

Data Kementerian Perekonomian menyebut perkiraan impor tahun lalu antara 90 hingga 96 persen kimia dasar."Farmasi tadinya asing hanya boleh punya saham 75 persen. Karena partner lokal nggak kuat, impor bahan obat malah tinggi. Makanya ada pikiran asing dilonggarkan sepuluh persen," kata Hatta di kantornya.

Pangsa pasar bisnis obat di Indonesia sebetulnya dikuasai oleh pemain lokal, mencapai 70 persen dari total obat terjual di negara ini. Akan tetapi, semua nyaris bermain di bisnis obat generik. Sedangkan paten atas obat, bahan baku, sampai divisi riset, tak dimiliki farmasi dalam negeri.

Pengurus Gabungan Pengusaha Farmasi kepada merdeka.com membenarkan kekalahan telak itu. Dari segi finansial saja, kira-kira baru sepuluh pabrik obat lokal mampu menghadapi 24 perusahaan asing beroperasi di Indonesia. Itupun bersaing untuk penjualan obat generik bermerek, misalnya obat batuk atau parasetamol, yang konsumsinya tinggi.

Kondisi itu juga diakui Maura Linda Sitanggang, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan. Apalagi dalam hal bahan baku obat, negara ini sangat tergantung asing. "Bahan baku didominasi dari India dan China," ujarnya.

Pemerintah, kata Linda, sadar kondisi ini kurang sehat. Sebagai solusi jangka pendek, pihaknya tak punya pilihan selain kembali meminta bantuan asing. Pelonggaran DNI berdampak pada kepemilikan saham hingga 85 persen diharapkan merangsang farmasi luar negeri membangun pabrik bahan baku di dalam negeri.

Kelonggaran kali ini juga lebih ideal karena menetapkan kewajiban divisi riset. Bila farmasi asing ingin menguasai saham lebih besar maka wajib hukumnya mengembangkan laboratorium bisa melahirkan obat paten di Indonesia. "Sekarang kita beri syarat. Harus ada yang berkualitas, yakni teknologi tinggi berbasis riset. Belum tentu molekul terbaru, tapi paling tidak dia buat pusat riset," tutur Linda. "Jadi dia buat yang ada nilai tambah daripada hanya formulasi."

Farmasi asing ternyata tak hanya diam saja menunggu situasi menguntungkan mereka di Indonesia. Dari penelusuran merdeka.com, banyak perusahaan sangat getol menyuarakan perlunya pemerintah membuka diri dalam bisnis obat.

Hal itu pun diakui secara terang-terangan, misalnya oleh Eka Wahyuni. Dia adalah juru bicara PT Sanofi-Aventis Indonesia, perusahaan farmasi asing dengan pangsa pasar terbesar di negara ini. Tawaran pemerintah dalam draf DNI teranyar, menurut dia, tidak sesuai harapan awal.

Para pelaku farmasi asing dalam International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) Indonesia sejak setahun terakhir sudah mendapat sinyal pemerintah luluh. Kasak-kusuk beredar, Kementerian Kesehatan bahkan bersedia membuka kepemilikan saham hingga seratus persen.

Bila sepenuhnya mengelola bisnis tanpa harus membagi kepemilikan saham, harapannya ekspansi usaha lebih mudah. Pilihan melansir produk obat baru di pasaran tak perlu mengajak berunding mitra lokal. "Yang kita harapkan lebih (dari 85 persen), karena kalau perusahaan punya inovasi, kita ingin itu masuk Indonesia," kata Eka.

Dia menilai tawaran hak atas saham hingga 85 persen tak bakal membuat farmasi asing membangun pabrik bahan baku atau divisi riset seperti harapan pemerintah. Permintaan Indonesia itu baru bisa dipenuhi bila kendali perusahaan seratus persen mereka kuasai. "Untuk bangun pabrik tidak gampang. Kita berharap tidak disamakan dengan industri lain karena karakternya spesifik, unik, dan omzetnya tidak terlalu besar. Jenis usaha kita juga bukan padat karya," ujarnya.

Hal lain jadi penyebab pengusaha asing enggan mencari mitra lokal adalah persoalan paten. Mereka tidak sudi investasi besar dalam penelitian obat tiba-tiba bisa diakses pebisnis dalam negeri hanya bermodalkan sedikit saham.

Tak sekadar bersuara lewat asosiasi, perusahaan asing beberapa kali langsung mengontak lembaga resmi negara. Salah satu instansi pemerintah paling banyak mendapat lobi asing soal pelonggaran farmasi asing adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Guyub Sagotrah Wiroso, Direktur Kerja Sama Dunia Usaha Internasional BKPM, membenarkan gencarnya lobi perusahaan farmasi asing supaya DNI jadi longgar. Dia mengingat paling tidak sejak 2008 bujukan farmasi asing supaya aturan ketat di sektor obat-obatan dikurangi makin deras datang ke kantornya.

Selain DNI membatasi kepemilikan saham 75 persen, ada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10/10 Tahun 2008 mewajibkan pengusaha luar membangun pabrik jika ingin berbisnis obat-obatan di Indonesia.

Rupanya, sebelum ada beleid dikeluarkan Menteri Siti Fadilah Supari itu, farmasi asing kebanyakan mengimpor obat jadi dan langsung menjual seperti distributor belaka. Ini beberapa hal diminta pemodal asing supaya dilonggarkan.

Informasi dalam kertas posisi Kamar Dagang dan Industri Eropa perwakilan Indonesia untuk 2013 diperoleh merdeka.com juga menunjukkan ada perhatian besar pelaku farmasi Benua Biru. Mereka meyakini sektor obat-obatan dalam waktu dekat bakal dikelola lebih liberal. "Kami mendapat informasi ada arah kepemilikan asing akan dibuka seratus persen," seperti dikutip dari dokumen terbit pada Februari lalu itu.

Adanya pembicaraan dengan industri juga diakui Linda sebelum draf DNI diusulkan kepada BKPM. Untuk diketahui, usulan sektor bisnis hendak dilonggarkan buat asing berasal dari kementerian teknis.

Kementerian Kesehatan meyakini kelonggaran kepemilikan asing tak bakal merugikan kepentingan nasional, kendati memang berasal dari masukan pelaku usaha. Apalagi, mereka diberi izin menguasai modal hingga 85 persen adalah yang membangun divisi riset, titik terlemah farmasi Indonesia.

"Itu juga belum terbuka seratus persen, dari 75 ke 85 persen. Kalau dulu tanpa persyaratan, sekarang kita memilih yang berkualitas," kata Linda.

Bukan cuma negara Barat berambisi mencicipi bisnis obat di Indonesia tahun lalu menghasilkan omzet USD 4,9 miliar. Pabrikan obat asal India sejak 2009 juga beberapa kali secara gamblang mengutarakan niat masuk. Pejabat di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan aktif diajak bersua. Dua perusahaan Negeri Sungai Gangga paling aktif berekspansi adalah Nicolas Piramal dan Aurobindo Pharma.

Di sisi lain, Kepala BKPM Mahendra Siregar menilai niatan investor itu harus diterima dengan tangan terbuka. Itu dia sampaikan saat mengumumkan rencana perluasan pabrik Pfizer, perusahaan berinduk di Amerika Serikat. Nilai investasinya mencapai USD 4 juta. "Pada triwulan I ini semakin banyak perusahaan melakukan ekspansi, kini giliran Pfizer," ujarnya di Kementerian Perekonomian dua pekan lalu.

Pfizer lewat investasi terbarunya merencanakan 80 persen produksi pabrik barunya untuk memasok kebutuhan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hanya 20 persen baru diekspor.

Mahendra menyebut tujuan investasi itu sebagai upaya Pfizer memasok kebutuhan obat generik bermerek di Indonesia. Bukan untuk segmen paten. "Kebutuhan obat di Indonesia semakin meningkat seiring dengan implementasi BPJS kesehatan," kata mantan wakil menteri keuangan ini.

Direktur Eksekutif GP Farmasi Darodjatun Sanusi sejak awal meyakini kelonggaran itu tak terkait upaya penguatan struktur industri nasional. Ini sekadar strategi pemerintah supaya target investasi terpenuhi. Tawaran kepemilikan 85 persen berarti kesempatan balik modal lebih cepat diandaikan bikin banyak pemodal tertarik membangun pabrik farmasi.

BKPM tahun ini dibebani target memperoleh realisasi investasi Rp 450 triliun. "DNI ini pemanis saja supaya investasi asing meningkat," kata Darodjatun. Dia mengaku selama pemerintah tak memberi kelonggaran asing dalam hal paten, farmasi lokal tak bakal banyak protes.

"Definisi kita soal serbuan asing itu kalau mereka masuk ke semua sektor dan ingin memperpanjang patennya. Hak paten 15-17 tahun mereka ingin perpanjang 3-5 tahun, produk itu akan terus mahal dan tidak memberi kesempatan bagi industri lokal, jadi pasar tergantung".

Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta kecewa pemerintah mengizinkan asing leluasa memperluas cengkeramannya di bisnis farmasi lokal. Padahal di negara lain, ini salah satu sektor usaha diatur sangat ketat. Contohnya di China atau India, kini terbukti menjadi pemasok bahan baku obat utama buat Indonesia. "Sekalian saja negara ini dijual. Kalau mereka dominan sahamnya, dia menentukan harga dong. Padahal obat itu nggak bisa tawar-tawaran, dalam hitungan detik orang harus menggunakannya," ujarnya.

Dia sudah yakin pembukaan investasi asing bukan untuk mengurangi biaya obat, baik generik atau paten, sehingga lebih terjangkau bagi pasien. Sebaliknya, dengan 240 juta penduduk, masyarakat Indonesia adalah pasar menggiurkan untuk siapapun produsen generik bermerek harganya jauh di atas generik logo.

"Obat yang beredar di Indonesia itu 70 persen generik bermerek, itu semua yang jadi incaran," kata Marius.

(mdk/fas)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Industri Semen Masih Tertekan, ini Strategi SIG Kejar Kinerja Positif di 2024

Industri Semen Masih Tertekan, ini Strategi SIG Kejar Kinerja Positif di 2024

Kenaikan harga komoditas membuat industri semen tertekan di 2023.

Baca Selengkapnya
Investasi Mulai Mengalir ke Indonesia, Investor Pantau Hal Ini Usai Pemilu 2024

Investasi Mulai Mengalir ke Indonesia, Investor Pantau Hal Ini Usai Pemilu 2024

Saat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.

Baca Selengkapnya
Pria ini Kena Tipu Ratusan Juta Malah Tambah Sukses, Padahal Cuma Jualan Bawang Goreng

Pria ini Kena Tipu Ratusan Juta Malah Tambah Sukses, Padahal Cuma Jualan Bawang Goreng

Sempat ditipu hingga ratusan juta, pengusaha bawang goreng satu ini justru makin sukses dengan penghasilan mencapai ratusan juta.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
KEK Sanur Dapat Suntikan Investasi Rp10,3 Triliun, Berpotensi Serap 43 Ribu Pekerja

KEK Sanur Dapat Suntikan Investasi Rp10,3 Triliun, Berpotensi Serap 43 Ribu Pekerja

Investasi tersebut berasal dari berbagai pihak mulai dari perusahaan BUMN, swasta hingga investor asing.

Baca Selengkapnya
Tambah Lagi Perusahaan Melantai di Bursa Saham, FOLK Raup Dana Segar Rp57 Miliar dari IPO

Tambah Lagi Perusahaan Melantai di Bursa Saham, FOLK Raup Dana Segar Rp57 Miliar dari IPO

Dalam IPO, perseroan menawarkan sebanyak 570 juta saham biasa atau setara 14,44 persen.

Baca Selengkapnya
Selain Memperbanyak ASI, Ini 11 Khasiat Daun Katuk untuk Kesehatan

Selain Memperbanyak ASI, Ini 11 Khasiat Daun Katuk untuk Kesehatan

Daun katuk, dengan bentuknya yang lonjong dan corak keperakan di bagian tengah, biasanya diolah menjadi sayur bening bersama jagung manis dan wortel.

Baca Selengkapnya
Indonesia Siap Kuasai 61 Persen Saham Freeport

Indonesia Siap Kuasai 61 Persen Saham Freeport

Indonesia mendominasi saham Freeport, pekerja lokal terus bertambah.

Baca Selengkapnya
63 Perusahaan Melantai di Bursa Saham Sepanjang 2023, Raup Dana Rp49 Triliun dari IPO

63 Perusahaan Melantai di Bursa Saham Sepanjang 2023, Raup Dana Rp49 Triliun dari IPO

Sampai dengan saat ini telah terdapat 887 perusahaan tercatat di pasar modal Indonesia, dengan 28 perusahaan dalam pipeline atau antrean pencatatan saham.

Baca Selengkapnya
Konglomerat Indonesia Ini Pernah Rasakan Hilang Kekayaan Rp2 Miliar per Detik

Konglomerat Indonesia Ini Pernah Rasakan Hilang Kekayaan Rp2 Miliar per Detik

Melansir Forbes, orang terkaya Indonesia ini masuk sebagai orang terkaya peringkat enam, se-Asia.

Baca Selengkapnya