Mengenal Makna Malem Songo, Tradisi Nikah Sehari Sebelum Lebaran di Bojonegoro
Merdeka.com - Malem Songo adalah sebutan yang disematkan masyarakat Bojonegoro untuk malam ke-29 dalam bulan Ramadan. Masyarakat Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur memiliki tradisi unik terkait dengan Malem Songo.
Pada malam tersebut, ratusan warga Bojonegoro melangsungkan pernikahan. Kejadian ini berlangsung setiap tahun.
Dikutip dari fai.um-surabaya.ac.id, malam tersebut diyakini baik untuk melangsungkan pernikahan. Keyakinan ini dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat Bojonegoro, khususnya di wilayah pedesaan.
Tidak heran apabila pada malam tersebut, ratusan mempelai melangsungkan akad nikah.
Antusiasme Masyarakat
©2014 Merdeka.com
Tradisi menikah di Malem Songo tidak hanya terjadi di Bojonegoro. Tetapi juga di beberapa daerah di sekitarnya, seperti Tuban dan Lamongan.
Masyarakat sangat antusias melaksanakan tradisi Malem Songo. Meskipun untuk melakukannya, mereka harus merogoh kocek lebih banyak.
Minimal untuk biaya akad nikah dan pesta perkawinan. Berdasarkan Peraturan Penerintah (PP) no 48 tahun 2014, pernikahan yang dilangsungkan di luar kantor dikenai biaya Rp. 600.000.
Melangsungkan pernikahan di Malem Songo jelas tidak mungkin dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), melainkan di rumah masing-masing calon pengantin.
Pelaksanaan akad nikah pada Malem Songo juga terjadi di luar jam kantor para penghulu yang bekerja di KUA. Belum lagi, setelah itu biasanya akan digelar pesta perkawinan yang membutuhkan biaya cukup besar.
Makna Malem Songo
Tradisi Malem Songo yang mengakar kuat pada masyarakat Bojonegoro memiliki sejumlah dasar. Pertama, malam tanggal 29 merupakan malam ganjil terakhir pada bulan Ramadan.
Diyakini pada tanggal tersebut sebagai malam istimewa. Karena ada kemungkinan turunnya malam seribu bulan alias Lailatul Qadar.
Tradisi ini juga dianggap baik karena saat malam 29 Ramadan, banyak keluarga pengantin yang sudah mudik alias pulang kampung. Sehingga menjadi momentum yang tepat untuk melangsungkan pernikahan dengan disaksikan keluarga besar.
Selanjutnya, segera melangsungkan pernikahan pada akhir Ramadan karena ada keyakinan bahwa puasa dapat mencegah hawa nafsu. Hal ini sesuai hadis Nabi Muhammad SAW, “Yaa Ma’syaro al syabab, man istatho’a minkum al ba’ata …..”Intinya, jika khawatir tidak dapat menahan nafsu selepas bulan puasa, maka lebih baik segera dinikahkan.
Tradisi Turun-Temurun
©2019 Merdeka.com/Pixabay
Dihimpun dari berbagai sumber, tradisi Malem Songo sudah berlangsung secara turun-temurun. Tidak diketahui pasti kapan tradisi ini pertama kali dilaksanakan.
Berdasarkan data dari Kemenag Bojonegoro, pasangan pengantin yang menikah di Malem Songo melangsungkan akad nikah di rumah mempelai. KUA di masing-masing kecamatan juga telah mempersiapkan penghulunya.
Menjadi Tren
Tradisi melangsungkan akad nikah pada malam 29 Ramadhan atau Malem Songo masih menjadi tren bagi sebagian masyarakat Bojonegoro. Terbukti di Bojonegoro ada ratusan pasangan yang melangsungkan akad nikah pada malam yang dianggap baik itu.
Setiap tahun, tradisi ini menjadi tren di kalangan masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur. Terbukti pada malam 29 Ramadan tahun 2019 lalu, ada sejumlah 642 pasangan yang menggelar akad nikah.
(mdk/rka)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lebih dari 490 Calon Pengantin di Bojonegoro Mantap Menikah pada Malam Songo Ramadan, Ternyata Ini Alasannya
Menikah pada malam Songo Ramadan sudah jadi tradisi turun-temurun sejak dulu.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Tonggeyamo, Cara Unik Menentukan Tanggal 1 Ramadan ala Masyarakat Gorontalo
Selain dengan cara melihat hilal untuk menetapkan Bulan Ramadan, di Gorontalo memiliki tradisi yang unik dan berlangsung secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaMeriahnya Prosesi Dugderan di Semarang, Tradisi Warga Menyambut Ramadan
Meski di tengah guyuran hujan, prosesi Kirab Dudgeran Kota Semarang tetap berlangsung semarak dan meriah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas
Pada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaSambut Bulan Suci Ramadan, Begini Serunya Tradisi Nyadran Ala Masyarakat Desa di Boyolali
Di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
Baca SelengkapnyaBegini Awal Mula Tradisi Mudik Jelang Lebaran di Indonesia, Sudah Ada Sejak Kerajaaan Majapahit
Tradisi ini telah menjadi fenomena sosial yang besar di Indonesia, di mana jutaan orang memilih untuk meninggalkan kota.
Baca SelengkapnyaMengenal Balimau Kasai, Tradisi Bersuci Sambut Hari Ramadan Khas Masyarakat Kampar Riau
Dalam menyambut bulan Ramadan, setiap daerah memiliki tradisinya masing-masing yang unik dan penuh makna.
Baca SelengkapnyaPerahu Bidar, Tradisi Lomba Perahu di Sungai Musi yang Sudah Ada sejak 1898
Tradisi lomba Perahu Bidar ini sudah berlangsung sejak Kesultanan Palembang tepatnya pada tahun 1898. Lomba ini juga dikenal dengan istilah Kenceran.
Baca SelengkapnyaMengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
Lebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.
Baca Selengkapnya