Merdeka.com - Hari ini, Joko Widodo dan Basuki T Purnama genap 100 hari menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Tentu masa kepemimpinan keduanya baru seumur jagung, sehingga masih perlu dilakukan evaluasi. Tapi kita juga perlu mengapresiasi program-program jangka pendek yang sudah berjalan.

Sejak awal memang mantan wali kota Solo itu membuat gebrakan dengan blusukan ke kampung-kampung untuk mendengar langsung keluh kesah warga. Sejumlah tempat seperti bantaran kali, kecamatan, Rusunawa di sidak. Dan kini hasilnya memang mulai terlihat.

Kepada sang pasangan, Jokowi memberi tugas agar membenahi birokrasi. Ahok biasa Basuki disapa tidak main-main, dia menggelar rapat dengan Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan dan lain sebagainya. Ahok juga tegas menegur anak buahnya yang tak becus bekerja.

Selain itu, mantan anggota DPR itu juga detail merinci setiap anggaran di berbagai pos kedinasan. Anggaran yang tak jelas juntrungannya dipangkas. Satu hal yang tak lazim dilakukan pimpinan sebelumnya adalah, setiap rapat diunggah ke youtube. Tujuannya agar seluruh warga DKI tahu. Ini tentu terobosan, ketika transparansi di negeri ini adalah satu barang yang sulit didapatkan.

Keduanya terus ngebut memberikan pelayanan kepada warga Ibu kota. Beberapa program yang dijanjikan ketika kampanye, mulai direalisasikan. Warga pun menyambut positif dengan harapan program dapat dilakukan secara menyeluruh dan menyentuh seluruh lapisan warga yang memang membutuhkan.

Pertama kali Jokowi memenuhi janjinya dengan membagikan langsung Kartu Jakarta Sehat di beberapa kelurahan seperti di Bukit Duri, Manggarai, Pademangan Timur, Tambora, Marunda, dan Tanah Tinggi. Jokowi menargetkan 4,5 juta warga Jakarta harus mendapat Kartu Sehat pada 2013.

Selanjutnya, Jokowi membagikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk para pelajar Ibu Kota. Saat ini sudah 6.000 KJP dibagikan. Ditargetkan sebanyak 332.000 KJP untuk sekolah swasta maupun negeri akan dibagikan. Dana yang disediakan per bulannya bagi siswa yang ada sesuai tingkatannya yakni, SMA/SMK diberikan Rp 240.000, SMP Rp 210.000, dan SD Rp 180.000.

Kemudian pada malam tahun baru, Jokowi menerapkan car free night. Langkah ini diambil karena Jokowi ingin seluruh warga dapat menikmati pesta rakyat. Kala itu disediakan 16 panggung hiburan, mulai dari musik dangdut sampai rock.

"Mencontoh negara Solo, hehehe, yah enggak ada ide negara mana, kita buat kan dari adanya car free day, kenapa tidak dibuat car free night, besok kita lihat gambarannya kan sudah ada," kata Jokowi.

Acara hampir sama juga pernah digagas oleh mantan Gubernur DKI Ali Sadikin. Waktu itu ia menggagas kegiatan malam muda-mudi. Acara itu terselenggara awal tahun 1970-an. Acaranya juga diselenggarakan di sepanjang Jalan MH Thamrin penuh dengan aroma romantis. Lampu remang-remang, suasana tenang, membuat para muda mudi hanyut dalam tawa riang dengan pasangannya.

Kemudian saat baru duduk di Balai Kota, Jokowi dan Ahok selalu didatangi tamu tak diundang, yaitu para demonstran. Para buruh menuntut agar upah minimum regional ditingkatkan. Setelah berjalan alot, akhirnya ada kesepakatan peningkatan upah minimum buruh menjadi Rp 2,2 juta. Mereka juga menggagas pembayaran pajak secara online untuk mencegah kebocoran.

Selain keberhasilan, tentu masih ada sejumlah program yang belum berjalan. Tapi memang program itu jangka panjang, seperti pembangunan MRT, monorail, deep tunnel yang masih menjadi wacana. Jokowi-Ahok juga belum menambah ruang terbuka hijau dan meremajakan Kopaja.

Selain itu pembangunan stadion di bekas Taman BMW masih sebatas analisa. Begitu juga dengan pembangunan Masjid Agung Jakarta, pembangunan Kampung Deret di Ciliwung serta normalisasi tiga kali di jakarta.

Kini, pasangan yang diusung PDI Perjuangan dan Gerindra itu harus fokus menangani banjir yang hampir menenggelamkan Jakarta. Meski sudah mulai surut, dan intensitas hujan berkurang, namun masih ada permukiman warga di Pluit, Jatinegara yang masih terendam.

Sejarah akan mencatat, apakah Jokowi-Ahok dapat mengatasi banjir yang sudah menjadi penyakit kronis. Atau sama seperti pendahulu mereka, yang dianggap tak berhasil membebaskan Jakarta dari banjir.