Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kematian Jenderal Spoor versi Maraden Pangabean, Hingga Bikin Murka Militer Belanda

Kematian Jenderal Spoor versi Maraden Pangabean, Hingga Bikin Murka Militer Belanda Jenderal Spoor, Panglima Tertinggi KNIL. Arsip Nasional Belanda©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Cerita para pejuang Sumatera Utara yang mengklaim Spoor meninggal karena tertembak dalam suatu pengadangan di wilayah mereka.

Penulis: Hendi Jo

Pusara bernisan salib putih itu tertancap kokoh di hamparan hijau rerumputan Pemakaman Menteng Pulo, Jakarta. Tertera sederet nama gagah pada bagian tengah nisan salib tersebut: General S.H.Spoor, Legercommandant Commandeur MWO, disertai penjelasan waktu kelahiran dan saat kematian.

"Dia meninggal akibat tersumbatnya sirkulasi darah di jantungnya…" tulis sejarawan J.A. de Moor dalam buku Jenderal Spoor: Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia.

jenderal spoor panglima tertinggi knilArsip Nasional Belanda©2022 Merdeka.com

Keterangan J.A. de Moor yang merupakan penjelasan resmi militer Belanda sama sekali tak berlaku di Sumatera Utara. Hampir sebagian besar buku-buku sejarah di sana menyebut kematian Spoor bukan karena serangan jantung. Tapi karena ditembak gerilyawan Indonesia saat dia tengah berkunjung ke wilayah Sibolga dan Sipirok.

De Moor sendiri menyitir soal ini sedikit di bukunya, namun kemudian dia menampik kemungkinan itu, karena menurutnya "… cerita ini, hanya sedikit terdapat bahan bukti…"

Penjelasan de Moor itu tentunya dibantah keras para pelaku sejarah dan penulis sejarah di Sumatera Utara. Muhammad T.W.H (89), jurnalis sepuh yang banyak menulis hikayat perang kemerdekaan di Sumatera, meminta de Moor untuk datang ke Sumatra Utara jika memang ingin mencari kebenaran soal itu.

"Datanglah kemari. Banyak bukti yang bisa dia jadikan petunjuk. Bahkan saya sendiri sudah membuat sebuah buku khusus tentang itu, judulnya: Tewasnya Jendral Spoor di Tapanuli Tengah," ujar Muhammad T.W.H.

Kendati kukuh berpendapat demikian, versi terbunuhnya Spoor di Sumatera Utara sendiri banyak versi. Siapa yang menembak hingga mati sang jenderal Belanda tersebut, setidaknya diklaim oleh dua pihak: pasukan Maraden Pangabean dan pasukan Bedjo. Secara resmi mereka berdua menyebutkan peristiwa itu di buku biografi masing-masing dan tentu saja dengan versi pelaku penembakan yang berbeda.

Klaim Maraden Pangabean

Sumatra Utara, 24 Mei 1949. Sebuah konvoi besar yang dikabarkan sebelumnya oleh pihak intelijen TNI, tengah mengawal 'seorang petinggi militer Belanda' yang baru pulang dari inspeksi zuiveringsacties (aksi pembersihan besar-besaran) militer Belanda. Iring-iringan konvoi itu diinformasikan akan melewati jalur Sibolga-Tarutung.

Berdasarkan informasi tersebut, pada Hari-H pasukan Sektor IV sudah bersiap sepanjang jalur tersebut sejak subuh. Pukul 8, iring-iringan mulai muncul. Sebagai kawal depan, Letnan August Marpaung sengaja membiarkan bagian depan konvoi lewat begitu saja.

Namun begitu badan konvoi ada di depan hidung pasukannya, serentak dia memberi komando untuk mulai menembak. Maka terjadilah pertempuran yang sangat seru. Tembakan gencar dari TNI dibalas dengan dentuman peluru mortir yang datang dari arah Bonandolok (sebuah wilayah yang berdekatan dengan palagan).

"Sementara badan konvoi diserang oleh pasukan Letnan August, bagian depan konvoi diadang oleh pasukan Kapten Henri Siregar," tulis Maraden Pangabean dalam otobiografinya: Berjuang dan Mengabdi.

Sesuai taktik hit and run, pasukan Sektor IV langsung mundur begitu situasi mulai tidak menguntungkan. Dengan cepat mereka menyelusup ke balik pohon-pohon dan semak belukar saat konvoi militer Belanda menyusun formasi kembali. Namun ada yang aneh, alih-alih melanjutkan perjalanan menuju Tarutung, konvoi tersebut justru kembali berbalik arah ke Sibolga.

Masih bingung dengan situasi tersebut, dari arah Tarutung, tiba-tiba muncul sekelompok pasukan Belanda dalam kekuatan besar. Pasukan yang rupanya adalah tenaga bantuan itu, sebelum masuk Sibolga kembali dihantam oleh pasukan Sektor IV yang langsung dipimpin oleh Mayor Maraden sendiri.

"Konvoi ini saya rasa menderita, walau kami harus meloloskannya juga…" ujar Komandan Sektor IV Sub Teritorium VII Sumatera tersebut.

Menjelang sore, pasukan Sektor IV mendapat laporan: konvoi militer Belanda yang berbalik telah sampai di Sibolga kembali pada pukul 11.00 dengan membawa seorang petinggi militer Belanda yang terluka parah ke rumah sakit. Rakyat tak bisa menyaksikan karena selain dihalau oleh para para petugas polisi militer Belanda ke tempat yang jauh, juga jalur evakuasi 'korban orang penting' itu juga dibuat sejenis cordon supaya lolos dari penglihatan khalayak. Siapakah sebenarnya dia?

Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan tersebut hingga pada malam hari, berita susulan dari Sibolga datang dengan informasi terbaru bahwa petinggi militer Belanda yang terluka parah itu bernama Jenderal Spoor. Menurut pembawa berita, malam itu juga Jenderal Spoor sudah dievakuasi dengan sebuah pesawat Catalina ke Jakarta.

"Besoknya yakni tanggal 24 Mei 1949, kami mendengar dari radio Belanda di Jakarta bahwa Jenderal Spoor telah meninggal akibat serangan jantung…" ungkap Menteri Pertahanan di era Orde Baru (1973-1978) tersebut.

Di kalangan prajurit Sektor IV, berita itu disambut dengan gembira dan rasa bangga. Seiring dengan itu, beredar pula berbagai klaim tentang pelaku penembakan. Salah satunya yang didengar oleh prajurit Sumbat Sembiring, veteran berusia 92 tahun.

"Yang menembak itu jenderal Belanda adalah kawanku satu kesatuan, aku lupa nama lengkapnya tapi dia orang dari marga Hutabarat. Dia tembak itu jenderal dengan tiga peluru, satu yang kena lewat jendela kecil yang ada di panser" ujar eks anggota pasukan Sektor IV itu.

Maraden sendiri sangat meyakini bahwa Spoor meninggal karena peluru anak buahnya. Dalam otobiografinya, dia mengutip informasi dari seseorang bernama Justin Lumbantobing. Saat peristiwa pengadangan itu, kata Maraden, Justin adalah salah satu prajurit KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) berpangkat kopral yang ditugaskan mengawal Jenderal Spoor yang berada dalam konvoi.

"Makanya wajar saja militer Belanda marah sekali dan melakukan operasi besar-besaran di Sumatera Utara dua minggu usai kejadian pengadangan di jalur maut tersebut…" ujar Maraden.

Muhammad TWH mengamini apa yang diyakini oleh Maraden. Penulis buku Tewasnya Jendral Spoor di Tapanuli Tengah itu, menyebut seorang narasumbernya bernama Bu Rangun yang saat itu tengah berobat di Rumah Sakit Sibolga sempat mendengar percakapan antara seorang dokter Belanda dengan perwira Belanda.

"Si perwira itu bilang ke si dokter: Jenderal kita sudah mati," ujar TWH.

Militer Belanda Murka

Kurang lebih sebulan setelah kejadian pengadangan di jalur Sibolga-Sipirok tersebut, militer Belanda mengadakan operasi besar-besaran. Mereka mengerahkan ratusan prajurit KST (Korps Pasukan Khusus Belanda) yang bergerak dari Sibolga menuju wilayah-wilayah pegunungan sekitar wilayah tersebut.

Salah satu target serbuan mereka adalah Sipakpahi, kawasan yang dicurigai oleh pasukan Baret Hijau itu sebagai markas pusat Gubernur Militer dr.F.Lumbantobing dan Letnan Kolonel A.E.Kawilarang, Komandan Sub Teritorium VII Sumatera.

"Di setiap sudut tempat dan mimbar gereja mereka menempelkan poster yang antara lain berbunyi: Hei, Kawilarang, menyerahlah! Jangan seperti babi hutan yang sedang diburu harimau!" ungkap Maraden Pangabean.

Selama sepuluh hari mereka melancarkan operasi besar-besaran. Kendati gagal menangkap orang-orang yang menjadi target utama, namun tanpa ampun mereka sanggup mengobrak-abrik wilayah-wilayah yang menjadi basis pertahanan para gerilyawan Indonesia di Sumatera Utara.

"Begitu banyaknya rumah penduduk dan gereja yang dibakar oleh pasukan Baret Hijau," kenang Maraden.

Menurut Maraden Pangabean, operasi besar-besaran yang dilakukan KST di kawasan pegunungan Sipakpahi merupakan reaksi kemarahan militer Belanda atas terbunuhnya komandan tertinggi mereka di 'jalur maut' Sibolga-Tarutung pada 24 Mei 1949. Dan komandan itu tak lain adalah Letnan Jenderal S.H. Spoor.

(mdk/noe)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku

Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku

Simak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.

Baca Selengkapnya
Mengenal Suku Orang Laut, Penghuni Perairan Sumatra Timur yang Dulunya Dikenal Kawanan Perompak

Mengenal Suku Orang Laut, Penghuni Perairan Sumatra Timur yang Dulunya Dikenal Kawanan Perompak

Salah satu masyarakat asli Sumatra Timur yang kesehariannya hidup di perairan ini berperan dalam melestarikan kehidupan bahari.

Baca Selengkapnya
Momen Ribuan Warga Blitar Naik Kereta Menuju Sumatra, Diminta Pindah dari Pulau Jawa dengan Iming-iming Lahan Pertanian Luas

Momen Ribuan Warga Blitar Naik Kereta Menuju Sumatra, Diminta Pindah dari Pulau Jawa dengan Iming-iming Lahan Pertanian Luas

Minimnya lapangan pekerjaan dan upah buruh yang rendah membuat warga Blitar rela meninggalkan kampung halamannya

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Momen Mengerikan Istri Jenderal Maruli Simanjuntak Kena Pedang Dayak oleh Suami 'Sakit Banget'

Momen Mengerikan Istri Jenderal Maruli Simanjuntak Kena Pedang Dayak oleh Suami 'Sakit Banget'

Istri Kasad Jenderal Maruli Simanjuntak kesakitan saat terkena pedang Dayak di kakinya, ekspresi orang-orang jadi sorotan.

Baca Selengkapnya
Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial

Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial

Sebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.

Baca Selengkapnya
Penampakan Daerah Paling Kotor di Jepang Banyak Sampah Di mana-mana, 'Orang Jepang Aja Ogah Ke Sini'

Penampakan Daerah Paling Kotor di Jepang Banyak Sampah Di mana-mana, 'Orang Jepang Aja Ogah Ke Sini'

Begini penampakan daerah terkotor di Jepang sampai ditemukan banyak sampah sepanjang jalan.

Baca Selengkapnya
Beredar Kabar Belasan Menteri Ingin Mundur, Luhut: Sudah Ditawarin Enggak Mundur-Mundur

Beredar Kabar Belasan Menteri Ingin Mundur, Luhut: Sudah Ditawarin Enggak Mundur-Mundur

Tanpa menahan, Luhut mempersilakan menteri yang ingin mundur segera pamit dari jabatannya.

Baca Selengkapnya
Terduga Pemerkosa Gadis Keterbelakangan Mental hingga Hamil di Banyuasin Bertambah Jadi 10 Orang

Terduga Pemerkosa Gadis Keterbelakangan Mental hingga Hamil di Banyuasin Bertambah Jadi 10 Orang

Terduga pemerkosa gadis keterbelakangan mental hingga hamil enam bulan asal Banyuasin, Sumatera Selatan, IN (23), bertambah menjadi 10 orang.

Baca Selengkapnya
Sosok 2 Jenderal TNI Beda Bintang Dulu Atasan & Bawahan, Kemudian Hari si Anak Buah Melejit Sama-sama Bintang 5

Sosok 2 Jenderal TNI Beda Bintang Dulu Atasan & Bawahan, Kemudian Hari si Anak Buah Melejit Sama-sama Bintang 5

Dua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.

Baca Selengkapnya