Nilai Filosofi di Balik 4 Monumen Bersejarah di Jakarta yang Jarang Diketahui Warga
Merdeka.com - Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, Jakarta menyimpan banyak situs sejarah. Ibukota juga memiliki sejumlah monumen bersejarah. Salah satu yang paling dikenal mungkin Monumen Nasional alias Monas.
Meski sering dilalui, tak semua peristiwa di balik pendirian monumen-monumen itu diketahui oleh masyarakat. Bahkan oleh mereka yang tinggal di ibukota sekalipun.
Seperti apa cerita di balik monumen-monumen ikonis seperti Patung Dirgantara dan Tugu Selamat Datang? Berikut ini penjelasan singkat yang bisa Anda simak.
Monumen Nasional
Monumen ini lebih dikenal orang dengan singkatannya, Monas. Arsitek dari monumen ini adalah Frederich Silaban dan R M Soedarsono. Tugu ini merupakan tugu peringatan kegigihan rakyat Indonesia melawan penjajahan Pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa ratusan tahun.
Jakarta-tourism.go.id
Pembangunan tugu ini lahir dari pemikiran Presiden Ir Soekarno pada 1949 yang pada saat itu Indonesia sudah menyatakan merdeka, tapi Belanda masih terus bernafsu menguasai kembali Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden Ir Soekarno bermaksud menjunjung kebesaran negara dengan simbol yaitu monumen.
Pada 1961, Monumen Nasional mulai didirikan di Gambir, Jakarta Pusat, dan selesai pada 12 Juli 1975. Kini, Monas telah menjadi salah satu ikon Jakarta, dan tempat rekreasi hingga wisata edukasi masyarakat lokal maupun luar daerah.
Monumen Selamat Datang
Walaupun hanya patung yang tidak terlalu besar, karena tempat berdirinya di Bundaran HI ini membuatnya jadi yang paling terkenal di Jakarta. Monumen ini dibuat atas perintah Presiden Ir Soekarno untuk mempercantik wajah Jakarta dalam rangka persiapan Asian Games ke-4. Saat itu, Indonesia menjadi tuan rumah.
Liputan6.com/Faizal Fanani
Sketsa dasar monumen ini dibuat oleh seniman Henk Ngantung dan dikerjakan oleh pematung Edhi Soenarso. Monumen ini selesai dibangun pada tahun 1962. Bentuk monumennya yaitu terdapat muda mudi yang tengah berdiri melambaikan tangan sambil membawa buket bunga.
Patung ini mencirikan bahwa Indonesia memiliki keramahtamahan dalam menyambut tamu. Kalau dilihat, monumen ini memang sedikit mirip dengan rancangan monumen Vera Mukhina untuk Pavilium Uni Soviet di Expo pada 1937.
Monumen Patung Dirgantara
Karena didirikan di sekitar daerah Pancoran, Jakarta Selatan, orang-orang sering menyebutnya patung Pancoran. Padahal, patung ini dibangun karena ingin memberi penghormatan terhadap Angkatan Udara yang gugur dalam perang Kemerdekaan Indonesia. Itulah sebabnya patung ini memiliki nama asli Patung Dirgantara.
Shutterstock
Lagi-lagi, monumen ini adalah karya seniman patung Edhi Soenarso. Patung ini dibuat oleh Edhi dengan bentuk seseorang yang mengacungkan tangannya ke udara. Acungan tangannya itu mengarah ke Bandar Udara Internasional Kemayoran, yang saat itu adalah bandara yang melayani seluruh rute penerbangan.
Saat ini bandara itu sudah pindah menjadi ke Bandara Internasional Soekarno Hatta di Cengkareng. Proses pembuatan patung ini sedikit tersendat karena peristiwa G30SPKI pada tahun 1965. Monumen akhirnya selesai dibangun pada 1966.
Monumen Pembebasan Irian Barat
Patung ini berbentuk seorang laki-laki yang mematahkan rantai dengan kedua tangannya dan kakinya yang menghadap ke arah Barat. Ini menggambarkan alasan dinamakan Monumen Pembebasan Irian Barat yaitu karena Irian Barat telah lepas dari belenggu kekejaman Belanda.
Liputan6.com/Fery Pradolo
Patung setinggi 9 meter ini lagi-lagi adalah karya dari pematung Edhi Soenarso yang sketsanya dibuat dari seniman Henk Ngantung. Diresmikan pada 1963 oleh Presiden Ir Soekarno, monumen ini juga memiliki filosofi lain yaitu pecahnya demonstrasi massa di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, tempat berdirinya monumen tersebut.
Monumen ini menampilkan orang dengan otot menonjol dimaksudkan pematung sebagai simbol tekad masyarakat Indonesia untuk lepas dari belenggu Belanda. Kala itu, Belanda berkeras tak mau melepaskan Papua dari tanggannya. Hingga kini, monumen ini masih berdiri kokoh di Lapangan Banteng. Lapangan Banteng juga sering dijadikan tempat olahraga santai di pagi maupun sore hari.
Reporter: Ossid Duha Jussas Salma/Putu ElmiraSumber: Liputan6.com
(mdk/tsr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Punya Arti Filosofi, Ini Tujuan Program Berbagi Ketupat kepada Masyarakat
Secara filosofi, ketupat merupakan makanan khas dalam budaya Indonesia sebagai simbol perayaan keluarga dan sosial.
Baca SelengkapnyaTak Boleh Digunakan Sembarangan, Begini Sakralnya Golok Betawi yang Penuh Filosofi
Bagi masyarakat Betawi, golok bukan sekadar senjata tajam, tapi juga punya makna mendalam.
Baca SelengkapnyaMemahami Filosofi, Aliran, dan Pengaruhnya pada Cara Berpikir
Filosofi berbeda dari ilmu pengetahuan dalam cara ia mendekati pertanyaan-pertanyaan ini melalui alasan logis dan kritis.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tak Hanya Khas Jawa Tengah, Intip 6 Keunikan Kue Lupis Betawi yang Kini Mulai Langka
Kue lupis khas Betawi ini sarat keunikan dan nilai filosofis
Baca Selengkapnya12 Februari: Wafatnya Immanuel Kant, Filsuf Jerman Berpengaruh Abad Pencerahan
Karya-karya monumentalnya memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran etika, epistemologi, dan metafisika.
Baca SelengkapnyaMengenal Socrates dan Kata-Kata Bijaknya tentang Kehidupan
Banyak gagasan Socrates mengenai etika, moralitas, dan hakikat manusia menjadi landasan perkembangan filsafat Barat.
Baca SelengkapnyaBocah di Jakarta Utara 'Disunat Jin' Usai Kencing di Kali, Ternyata Ini yang Terjadi
Dilansir dari Liputan6, ocah 6 tahun, AJ disunat jin yang memicu perhatian warga Mereka berbondong-bondong ke rumah AJ, . Simak kronologi selengkapnya!
Baca SelengkapnyaMengapa Bulan Januari Terasa Lebih Panjang dan Berjalan Lambat? Begini Penjelasan Ilmuwan
Sains ternyata punya jawaban mengapa bulan Januari terasa lambat dari bulan-bulan biasanya.
Baca SelengkapnyaMengulik Tradisi Bersyukur dengan Bubur Sumsum, Ternyata Punya Makna dan Filosofi Mendalam
Bubur ini bukan sekadar makanan untuk dimakan secara biasa, tetapi memiliki makna yang mendalam dalam konteks tradisi Jawa.
Baca Selengkapnya