Trump: Amerika Izinkan Obat Anti-Malaria untuk Pasien Corona
Merdeka.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kemarin di Gedung Putih mengatakan kepada wartawan, negaranya sudah mengizinkan pemakaian obat anti-malaria chloroquine untuk mengobati pasien terinfeksi virus corona.
"Kami akan membuat obat itu segera bisa dipakai dan karena itulah kinerja FDA (Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan) sudah baik sekali," kata Trump, seperti dilansir laman Alarabiya, Jumat (20/3).
"Mereka sudah melalui proses pengajuan dan sudah disetujui. Jadi kita akan bisa memakai obat itu lewat resep."
Namun FDA belum menyetujui penggunaan obat ini untuk merawat pasien corona dan obat ini juga sudah ada di pasaran untuk mengobati malaria dan juga rheumatoid arthritis. Hingga hari ini FDA belum menambahkan penyakit corona ke dalam daftar penyakit yang bisa disembuhkan dengan obat itu. Selama ini dokter memakai obat itu untuk malaria atau penyakit lain yang bisa diobati dengan obat tersebut.
Chloroquine phosphate biasa digunakan sebagai obat antimalaria dan sudah dipakai di dunia medis selama 70 tahun.
Sejumlah dokter di China, Korea Selatan dan Prancis dilaporkan sudah memakai obat ini untuk mengobati pasien corona dan tampaknya membantu. Namun upaya itu tidak melibatkan penelitian valid yang bisa membuktikan obat itu benar-benar dalam skala tertentu bisa disebut cukup efektif.
Menurut Trump obat anti-malaria itu sudah memperlihatkan hasil yang cukup menjanjikan.
"Saya rasa ini akan cukup menggembirakan. Ini bisa jadi penentu atau mungkin juga tidak," kata dia, seperti dikutip laman the New York Times, Jumat (20/3).
Sejumlah rumah sakit di Amerika Serikat sudah mulai memakai obat ini untuk pasien corona dan tampaknya obatnya bisa membantu dan tidak membahayakan. Obat ini juga murah dan relatif aman. Hasil penelitian laboratorium menunjukkan obat ini bisa mencegah virus corona merusak sel dan itu bisa mencegah infeksi lebih luas.
Komisioner FDA Dr Stephen M Hahn mengatakan lembaganya juga mengizinkan pasien corona memakai obat remdesivir, obat antiviral buatan Gilead yang belim mendapat persetujuan. Tindakan ini dibolehkan jika dokter tidak punya pilihan lain.
Remdesivir sudah diuji coba klinis tapi hasilnya belum diketahui. Obat itu pernah diteliti untuk mengobati Ebola tapi terbukti kurang manjur.
Dr Hahn mengatakan tugas lembaganya adalah membuktikan obat itu aman dan efektif.
"Yang juga penting adalah bukan memberi harapan palsu, tapi memberikan harapan," kata dia.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Jokowi menerima surat kepercayaan dari sembilan duta negara-negara sahabat
Baca SelengkapnyaInformasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah telah mendistribusikan alat USG kepada 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaMalaria dan demam berdarah adalah dua penyakit yang sering kali disalahpahami sebagai penyakit yang sama karena keduanya ditularkan oleh nyamuk.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaCawapres Cak Imin, Gibran dan Mahfud MD asyik tertawa dan berpelukan meski para capres sedang debat panas.
Baca SelengkapnyaPaket bantuan Pemerintah Indonesia untuk Palestina dan Sudan berupa obat obatan dan fasilitas kesehatan.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, alat kesehatan di Indonesia masih didominasi impor.
Baca SelengkapnyaPemerintah menyiapkan bantuan pangan beras hingga Juni 2024, masing-masing 10 Kg per keluarga, per bulan.
Baca SelengkapnyaLima fakta Masjid Istiqlal yang tidak banyak orang tahu
Baca Selengkapnya