Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Revolusi di Myanmar Tak Lagi Butuhkan Sosok Aung San Suu Kyi

Revolusi di Myanmar Tak Lagi Butuhkan Sosok Aung San Suu Kyi Aksi Protes Kudeta Militer Myanmar. ©2021 AFP/Ye Aung THU

Merdeka.com - Ketika pengadilan di Myanmar pada Senin menjatuhkan hukuman pertama dalam daftar panjang dakwaan junta terhadap Daw Aung San Suu Kyi, pengadilan menutup babak era demokrasi di negara yang telah lama diperintah tangan besi militer itu.

Namun demikian telah muncul sebuah gerakan demokrasi baru — lebih muda, lebih progresif, lebih konfrontatif dan melampaui apa yang telah dilakukan Suu Kyi. Harapan saat ini terletak pada pemerintahan bayangan yang terbentuk setelah Suu Kyi, pemimpin sipil Myanmar, ditahan militer dalam kudeta 1 Februari.

Tantangannya sangat besar bagi kelompok pemimpin baru ini, yang dikenal sebagai Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), banyak dari mereka terpaksa bergerak dari pengasingan.

Sejauh ini memang tidak ada negara asing yang mengakui pemerintahan bayangan, meskipun perwakilannya telah bertemu dengan pejabat senior AS, termasuk penasihat keamanan nasional, Jake Sullivan.

Namun yang jelas, politik di Myanmar telah dibentuk kembali. Pemerintah bayangan menjangkau seluruh masyarakat. Dengan bantuan gerakan unjuk rasa, mereka mengoperasikan sekolah, klinik, dan rumah sakit bawah tanah. Ketika bulan lalu mengumumkan mereka akan menjual "obligasi" untuk mendanai revolusinya, terkumpul USD 6,3 juta dalam satu hari. Pada September, NUG menyerukan “perang sipil” melawan junta, mendorong ribuan pengunjuk rasa yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat bersiap menghadapi konflik bersenjata.

“Lanskap telah benar-benar berubah,” kata Khin Ohmar, seorang veteran aktivis demokrasi yang berbasis di Virginia yang menjalankan sebuah organisasi hak asasi manusia di Myanmar.

“Politik arus utama, para aktor, kesadaran politik masyarakat — semuanya sangat berbeda," lanjutnya, dikutip dari The New York Times, Rabu (8/12).

Suu Kyi masih memiliki banyak pengikut setia di Myanmar, yang mengecam perlakuan militer terhadapnya. Beberapa jam setelah dijatuhi vonis pada Senin atas tuduhan menghasut kerusuhan publik dan melanggar protokol Covid-19, pemimpin junta Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengurangi hukuman empat tahun Suu Kyi menjadi dua tahun. Suu Kyi masih menghadapi sembilan dakwaan lain yang bisa membuatnya berada di penjara selama sisa hidupnya.

Tetapi ada pengakuan yang meluas saat ini bahwa pemerintahan Suu Kyi mengecewakan banyak orang, termasuk etnis minoritas dan aktivis HAM.

Visi Suu Kyi tentang demokrasi, baik karena keadaan maupun karena pilihan, menjadi terbatas. Sebagian besar menteri yang diangkat Suu Kyi berasal dari etnis mayoritas Bamar. Dan hampir semuanya adalah anggota partainya, Liga Nasional Demokrasi (NLD). Ketika Suu Kyi memimpin pemerintahan sipil, dia hanya menunjuk satu perempuan ke dalam anggota kabinetnya — dirinya sendiri.

Pemerintahan inklusif

Sementara itu NUG mengumpulkan kepemimpinan yang lebih beragam, menunjuk anggota etnis minoritas ke posisi teratas. Sekitar sepertiga menterinya berasal dari kelompok selain mayoritas Bamar, dan dari partai-partai selain NLD. Sembilan dari 37 menteri kabinet adalah perempuan.

Pada Juni, NUG mengatakan Muslim Rohingya harus diberikan hak yang sama, sangat kontras dengan Aung San Suu Kyi yang berulang kali menolak mengkritik kampanye pembersihan etnis oleh tentara terhadap Rohingya pada 2017, ketika ribuan orang terbunuh dan lebih dari 700.000 orang diusir melintasi perbatasan ke Bangladesh. Pada 2019, di Den Haag, dia membela tindakan brutal tentara, mendorong seruan agar dia mengembalikan Hadiah Nobel Perdamaian yang dianugerahkan pada 1991.

NUG juga telah mengusulkan federalisme sebagai cara untuk menjangkau kelompok etnis negara itu. NUG mengumumkan, jika mengambil alih kekuasaan, pihaknya akan mencabut Konstitusi 2008, yang memberikan otoritas militer untuk menghalangi setiap perubahan konstitusional yang dapat merusak kekuasaannya.

"Menurut saya banyak dinamika dan banyak cerita telah bergerak melampaui Aung San Suu Kyi,” kata Richard Horsey, penasihat senior Myanmar untuk International Crisis Group.

“Itu bukan karena dia tidak lagi dicintai dan dihormati. Hanya saja dia dibungkam, dan banyak hal telah terjadi tanpa dia."

NUG mencantumkan Aung San Suu Kyi sebagai salah satu pemimpin puncaknya dan mempertahankan gelarnya sebagai penasihat negara. Tapi itu juga menandakan keinginan untuk menjauh dari model kekuasaan terkonsentrasi yang dia gunakan sebagai setengah kepala pemerintahan dan sipil selama lima tahun.

NUG mengatakan akan mencari konsensus yang lebih luas dan menerima saran dari badan politik yang disebut Dewan Konsultatif Persatuan Nasional, yang terdiri dari anggota parlemen dari beberapa partai politik, organisasi etnis bersenjata, masyarakat sipil dan orang-orang yang tergabung gerakan unjuk rasa.

“Organisasi kami tidak akan dipimpin oleh satu orang saja,” kata U Min Ko Naing, dari kelompok aktivis 88 Generation Peace and Open Society, pada konferensi pers bulan lalu saat menyampaikan soal dewan konsultatif.

“Ini akan lebih seperti kepemimpinan kolektif.”

Revolusi tanpa Suu Kyi

Aung San Suu Kyi ditahan tanpa komunikasi di sebuah rumah di ibu kota negara, Naypyidaw. Seseorang yang telah berbicara dengannya beberapa kali sejak penangkapannya mengatakan tim hukumnya menginformasikan kepada Suu Kyi berbagai peristiwa besar dan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah bayangan, tetapi dia tidak dalam posisi untuk memberikan saran atau petunjuk.

Secara pribadi, Suu Kyi menyampaikan keprihatinannya soal nasib rakyat dan kebrutalan yang mereka hadapi di tangan militer. Dia sangat prihatin begitu banyak orang telah terbunuh dan begitu banyak anak muda yang mengangkat senjata.

Wakil Menteri Luar Negeri NUG, U Moe Zaw Oo, mengatakan dia percaya jika Aung San Suu Kyi dibebaskan, dia akan mendukung keputusan yang dibuat selama dia ditahan.

“Ada masa selama tahanan rumahnya di tahun 1990-an dan 2000-an ketika NLD harus membuat keputusan saat dia tidak ada,” kata Moe Zaw Oo, yang pernah menjadi ajudan Suu Kyi.

“Kemudian, ketika dia keluar, dia menghormati keputusan itu dan memahami bahwa keputusan harus dibuat dalam keadaan tertentu. Jadi, lagi saat ini, saya yakin dia akan menerima apa yang tersisa dari NLD harus dilakukan oleh para pemimpin.”

Tetapi Thinzar Shunlei Yi, seorang aktivis hak asasi berusia 30 tahun di Myanmar, mengatakan revolusi tidak membutuhkan Aung San Suu Kyi lagi karena dia “telah melakukan bagiannya.”

“Kami ingin menyusun naskah baru untuk negara kami karena waktunya telah tiba,” katanya.

“Sekarang saatnya generasi muda dan pemimpin suku mengambil posisi kepemimpinan. Karena negara bukan hanya tentang satu orang. Ini tentang semua orang.”

U Khin Zaw Win, direktur Institut Tampadipa, sebuah organisasi advokasi kebijakan yang berbasis di Yangon, mengatakan tidak ada tindakan yang dijanjikan oleh NUG akan terjadi di bawah “bayangan Aung San Suu Kyi.”

Diamengatakan Suu Kyi tidak merencanakan pengganti atau membawa darah baru ke NLD, yang dia sebut dijalankan seperti klub "eksklusif". Sebaliknya, Suu Kyi mengelilingi dirinya dengan penasihat berusia 70-an dan 80-an.

“Setiap hari, hari demi hari, Aung San Suu Kyi semakin tidak berhubungan dengan revolusi,” kata Khin Zaw Win.

“Pertunjukan bisa berlangsung tanpa dia. Lebih baik pertunjukan berlangsung tanpa dia.”

(mdk/pan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pemenang Pemilu Tahun 1955, Berikut Sejarahnya

Pemenang Pemilu Tahun 1955, Berikut Sejarahnya

Pemilu 1955 di Indonesia merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam proses demokratisasi dan konsolidasi negara setelah merdeka pada tahun 1945.

Baca Selengkapnya
Ridwan Kamil Ingatkan IKN Harus Layak Huni dan Manusiawi

Ridwan Kamil Ingatkan IKN Harus Layak Huni dan Manusiawi

Contohnya seperti Naypyidaw, Ibu Kota Myanmar, yang dianggap gagal karena kotanya sepi dan desainnya hanya berfokus pada pusat pemerintahan.

Baca Selengkapnya
Sosok Yusof Ishak, Presiden Pertama Singapura yang Menjabat hingga Akhir Hayatnya, Ternyata Keturunan Minangkabau

Sosok Yusof Ishak, Presiden Pertama Singapura yang Menjabat hingga Akhir Hayatnya, Ternyata Keturunan Minangkabau

Dalam sejarah berdirinya negara Singapura, sosok presiden pertama yang menjabat adalah keturunan Indonesia.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Presiden Jokowi Diseret Dalam Sidang Sengketa Pilpres, Istana Minta Pembuktian Tuduhan di MK

Presiden Jokowi Diseret Dalam Sidang Sengketa Pilpres, Istana Minta Pembuktian Tuduhan di MK

Pihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.

Baca Selengkapnya
Wacana Pemakzulan Jokowi, Kapten Timnas AMIN: Ini Negara Demokrasi, Biar Rakyat Menilai

Wacana Pemakzulan Jokowi, Kapten Timnas AMIN: Ini Negara Demokrasi, Biar Rakyat Menilai

Wacana pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) muncul menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Baca Selengkapnya
Terbunuhnya Mahatma Gandhi 30 Januari 1948, Berikut Sejarahnya

Terbunuhnya Mahatma Gandhi 30 Januari 1948, Berikut Sejarahnya

Mahatma Gandhi, lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, India, dikenal sebagai pemimpin revolusioner dan arsitek gerakan kemerdekaan India.

Baca Selengkapnya
Sejarah Terbentuknya BUMN, Ternyata Awalnya Sengketa dengan Belanda

Sejarah Terbentuknya BUMN, Ternyata Awalnya Sengketa dengan Belanda

Kolonel Soeprayogi, diangkat sebagai menteri urusan stabilisasi ekonomi oleh Presiden Sukarno, memainkan peran kunci dalam peraturan untuk pengambilan keputusan

Baca Selengkapnya
4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya

4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya

Pemilu 1955 memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia karena hasil pemilu tersebut menjadi dasar pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Selengkapnya
NasDem: Pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi Puluhan Kali, Tidak Terkait Sikap Politik

NasDem: Pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi Puluhan Kali, Tidak Terkait Sikap Politik

Surya Paloh dan Jokowi diketahui menggelar pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (18/2).

Baca Selengkapnya