Prancis usul hak veto PBB tak dipakai lindungi kejahatan kemanusiaan

Merdeka.com - Prancis mengusulkan pembatasan hak veto lima negara anggota permanen di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut Negeri Anggur, sebaiknya mekanisme veto tak dipakai untuk menahan resolusi yang dibutuhkan buat menghentikan peperangan maupun pembantaian massal.

Channel News Asia melaporkan, Kamis (1/10), usulan Prancis didukung oleh 75 negara dari seluruh benua. Diplomat Prancis di PBB optimis, lebih banyak negara dari total 193 negara anggota siap mendukung gagasan pembatasan fungsi hak veto.

"Kami mengusulkan ini mengingat resolusi untuk mencegah krisis kemanusiaan di Suriah gagal hanya karena ada veto dari salah satu negara utama," kata Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius.

Lima pemegang hak veto di PBB adalah Amerika Serikat, Prancis, China, Inggris, dan Rusia. Selama abad 21, AS, China, dan Rusia adalah yang paling aktif memakai veto untuk mendukung kepentingan masing-masing. Prancis dan Inggris tak pernah memakainya.

Dalam draf yang akan diajukan pada Majelis Umum, pemerintah Prancis menyatakan, "Dewan Keamanan sepatutnya tidak menghalangi resolusi yang bisa mengakhiri kejahatan kemanusiaan."

Rusia memakai veto empat kali untuk menghalangi penyelidikan penggunaan senjata kimi oleh sekutunya, Presiden Suriah Basyar al-Assad, melawan pemberontak Sunni. Upaya Dewan Keamanan PBB mengirim pasukan perdamaian ke Suriah juga diveto oleh Moskow.

Termasuk pada 30 Juli lalu, Rusia memveto upaya beberapa negara menyelidiki penyebab jatuhnya Malaysia Airlines MH17 yang diduga kuat ditembak jatuh pemberontak Ukraina, dengan senjata pasokan dari Rusia.

AS menggunakan hak khusus itu berkali-kali buat menggagalkan resolusi merugikan Israel. Termasuk pada 30 Desember tahun lalu menolak rancangan resolusi Dewan Keamanan yang menyerukan pengakhiran pendudukan Israel di Yerusalem, Tepi Barat, dan Jalur Gaza dalam waktu tiga tahun.

Pegiat Hak Asasi mendukung usulan Prancis. Apalagi konflik Suriah bertambah runyam karena PBB gagal terlibat ketika perang saudara masih seumur jagung pada 2012 lalu.

"Hak veto tidak boleh digunakan satu negara mendukung sekutunya," kata Kepala Human Rights Watch, Kenneth Roth.