Kesimpulan Intelijen: Kejahatan Rasisme Paling Membahayakan Rakyat AS
Merdeka.com - Laporan bersama dari sejumlah lembaga intelijen Amerika Serikat menyimpulkan, "kejahatan rasisme atau etnis dari kaum ekstremis" adalah yang paling berpeluang menimbulkan korban massal" terhadap rakyat sipil.
Di samping kekerasan bermotif rasial, kekerasan milisi "bisa menimbulkan ancaman terjadinya kekerasan dalam negeri terhadap aparat keamanan dan pegawai pemerintah serta fasilitas negara."
Laporan yang diumumkan kemarin itu dibuat setelah berkonsultasi dengan Jaksa Agung dan Menteri Keamanan Dalam Negeri, Pusat Kontraterorisme Nasional, FBI, dan Departemen Keamanan Nasional. CIA dan Badan Pertahanan Intelijen juga ikut berperan dalam penyusunan laporan itu.
"Ektremis bermotif rasial" adalah orang yang mempunyai "bias agenda ideologi yang seringkali terkait ras atau etnis," kata laporan intelijen itu, seperti dilansir laman Aljazeera, Kamis (18/3).
"Milisi Ekstremis" dipandang sebagai kelompok yang menentang dan ingin menggulingkan pemerintahan AS karena mereka meyakini punya tujuan untuk mendirikan "rezim totalitarian".
Mereka yang didefinisikan komunitas intelijen sebagai "milisi ekstremis" kerap menentang aturan dan hukum federal, terutama yang berakitan dengan kepemilikan senjata.
Laporan ini diumumkan setelah peristiwa penyerbuan Gedung Capitol di Washington pada 6 Januari lalu ketika Kongres hendak meresmikan kemenangan Presiden Joe Biden dalam pemilu November lalu.
Penyerangan itu diduga dikomandoi oleh kelompk garis kanan seperti Proud Boys yang menyebut diri mereka sendiri sebagai "Chauvinis Barat". Pemimpin Proud Boys yaitu Henry "Enrique" Tarrio adalah keturunan Afrika-Kuba tapi sebagia besar anggota kelompok itu adalah kulit putih.
Diduga anggota Oath Keepers dan Three Percenters, dua kelompok milisi paling dikenal di AS juga terlibat dalam kerusuhan di Gedung Capitol kala itu.
Lima orang tewas dalam penyerbuan itu, termasuk salah satu polisi.
Pemerintahan Biden berjanji akan menangani kekerasan dari kelompok supremasi kulit putih yang berkempang pesat pada era pemerintahan presiden Donald Trump.
Kasus pembunuhan yang bermotif bias rasisme itu mencapai angka 51 pada 2019, menurut statistik FBI.
Separuh dari kasus pembunuhan berasal dari penembakan di sebuah toko swalayan Walmart di El Paso, Texas, yang menyasar orang Latin.
Pelaku, Patrick Wood Crusius, sempat mengunggah manifesto kebencian sebelum penembakan, kata aparat keamanan.
Joe Biden memerintahkan kasus kekerasan dalam negeri ini dicermati pada Januari lalu.
Juru bicara Gedung Putih jen Psaki mengatakan pemerintahan Biden ingin ada analisis berdasarkan fakta untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
Kaum milisi atau warga sipil bersenjata yang secara umum tidak bermotif rasial mendapatkan momentum mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Para ahli mencatat serangan ke Gedung Capitol pada 6 Januari lalu terkait dengan kebijakan kepemilikan senjata di era Trump dan kelompok anti-imigran yang tampaknya mendukung Trump.
Laporan intelijen menyimpulkan, "kian besarnya dukungan dari sejumlah orang di AS atau luar negeri dan pandangan bahwa pemerintahan yang ada sudah melampaui batas bisa menimbulkan ancaman kekerasan pada 2021 dan masa akan datang."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kisah Tragis Keluarga Presiden Joe Biden, Anak dan Istri Meninggal Sepekan Sebelum Natal
Bulan Desember mungkin bisa menjadi hari menyakitkan bagi Joe Bide, Presiden Amerika Serikat saat ini.
Baca SelengkapnyaKonvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial mulai Diadopsi pada 21 Desember 1965
Konvensi ini lahir sebagai tanggapan terhadap tantangan yang dihadapi oleh banyak negara yang berjuang untuk melawan diskriminasi rasial.
Baca SelengkapnyaSurvei: Mayoritas Pemilih Anggap Joe Biden Terlalu Tua untuk Kembali Maju sebagai Capres
Survei: 86% Pemilih Sebut Joe Biden Terlalu Tua untuk Kembali Maju Capres
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kronologi Mobil Iring-Iringan Presiden Joe Biden Ditabrak, Secret Service Sampai Kokang Senjata
Insiden ini terjadi saat Biden dan Ibu Negara Jill Biden baru saja meninggalkan markas kampanyenya.
Baca SelengkapnyaJawaban Presiden Jokowi soal Tudingan Politisasi Bansos
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab tudingan bantuan sosial (bansos) dipolitisasi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Baca Selengkapnya7 Hari Jelang Pencoblosan, Semua Pihak Diminta Bijak Jaga Stabilitas Politik
Indonesia akan memilih pemimpin baru pada 14 Februari 2024
Baca SelengkapnyaMasa Tenang, Cak Imin dan Kiai Pendukungnya Doa Bersama agar Pemilu Jujur
Mendoakan Indonesia agar mampu mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi rakyatnya.
Baca SelengkapnyaRespons Istana Soal Pemakzulan Jokowi: Sampaikan Mimpi Politik Sah-sah Saja
"Dalam negara demokrasi, menyampaikan pendapat, kritik atau bahkan punya 'mimpi-mimpi politik' adalah sah-sah saja," kata Ari
Baca SelengkapnyaBegini Asal Usul Munculnya Jabatan Presiden dan Ini Presiden Pertama di Dunia
Sebelum ada istilah presiden, seorang pemimpin biasanya disebut dengan 'kaisar', 'raja', dan 'sultan'.
Baca Selengkapnya