Filipina Tutup Paksa Media Independen Berpengaruh yang Kerap Kritik Duterte
Merdeka.com - Jaringan media penyiaran independen yang cukup berpengaruh di Filipina, ABS-CBN Corp, kemarin dipaksa tutup oleh lembaga penyiaran.
ABS-CBN mengatakan mereka sebelumnya diberitahu bisa melanjutkan penyiaran sembari menunggu Kongres memperbarui lisensi penyiaran mereka yang berakhir kemarin setelah mengudara selama 25 tahun.
Namun lembaga penyiaran mengatakan mereka harus berhenti siaran kemarin.
Media terkemuka di Filipina itu kerap memicu kemarahan Presiden Rodrigo Duterte dalam pemberitaan yang mengkritik kebijakan pemerintah.
"Ini sungguh menyakitkan bagi kami, tapi ini juga menyakitkan bagi jutaan anak bangsa yang percaya siaran kami penting bagi mereka," kata Direktur ABS-CBN Mark Lopez sesaat sebelum siaran mereka berhenti, seperti dilansir laman BBC, Rabu (6/6).
"Jutaan warga Filipina akan kehilangan sumber informasi dan hiburan di saat semua orang sangat membutuhkannya di tengah pandemi Covid-19 ini," kata pernyataan ABS-CBN.
Dalam pernyataan sebelumnya, ABS-CBN mengatakan mereka akan menghentikan operasi kemarin untuk menaati kebijakan dari Komisi Telekomunikasi Nasional dan mendesak anggota parlemen di Kongres, majelis rendah, untuk memperbarui izin siaran mereka.
"Kami percaya pemerintah akan memutuskan yang terbaik bagi kepentingan rakyat Filipina, mengakui peran dan upaya ABS-CBN dalam menyediakan informasi dan berita-berita terbaru di masa sulit ini," kata ABS-CBN.
Organisasi pemantau media menuduh pemerintah memberangus media independen seperti ABS-CBN yang kerap kritis dengan kebijakan pemerintahan Duterte.
Pejabat pemerintah membantah penutupan ini adalah masalah kebebasan pers. Mereka berkukuh semua pihak harus menaati peraturan.
"Penutupan ABS-CBN ini mematikan sumber berita-berita independen dan terpercaya di Filipina," kata Shawn Crispin dari Komite Perlindungan Jurnalis yang berbasis di Bangkok.
"Ini pukulan keras bagi kebebasan pers dan tentu atas perintah Presiden Rodrigo Duterte yang ingin membungkam laporan-laporan kritis terhadap pemerintahnya. Jika dia bisa menutup sebuah media yang cukup berpengaruh seperti ABS-CBN, maka tidak ada media independen lain yang aman. Pesannya jelas."
Juru bicara kepresidenan Harry Roque mengatakan ABS-CBN diberi kesempatan untuk mengajukan solusi hukum dan menuturkan Duterte sudah menyerahkan masalah ini kepada Kongres.
Sebelum lisensi ABS-CBN berakhir, Jaksa Agung Muda Jose Calida Februari lalu meminta Mahkamah Agung mencabut izin lisensi ABS-CBN dan media cabangnya untuk menutup perusahaan media itu karena diduga melanggar aturan soal investasi asing di media Filipina. ABS-CBN menyangkal tuduhan ini.
Sedikitnya dua perusahaan media, termasuk harian terkemuka, Philippine Daily Inquirer, mendapat tekanan dari Duterte karena laporan-laporan kritis mereka.
Pemerintah Filipina sebelumnya juga menuding media daring Rappler, melanggar aturan kepemilikan asing dan mendesak perusahaan media itu ditutup. Rappler membantah tudingan itu dan masih tetap beroperasi.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaJokowi tetap menganggap sebuah kritikan sebagai kebebasan berekspresi.
Baca SelengkapnyaIni sosok wanita yang bisa menemui Presiden Jokowi tanpa dicegah Paspampres. Tenyata punya jabatan penting di Istana.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi menganggap itu sebuah kritikan yang harus didengar
Baca SelengkapnyaMelalui akun media sosialnya, Kapolri menyebut NU menjadi salah satu pilar bangsa dalam mengisi kemerdekaan
Baca SelengkapnyaJokowi juga memuji sejumlah peralatan media yang diklaim tercanggih yang terpasang di dalamnya.
Baca SelengkapnyaKaesang berharap pers Indonesia semakin independen dalam mengedukasi masyarakat dengan beragam pemberitaan.
Baca SelengkapnyaArtikel adalah sebuah karangan yang berisi fakta dan opini, ditulis untuk dipublikasikan di media cetak atau media online.
Baca SelengkapnyaPrengki menyebut sebelumnya sudah dilakukan mediasi dengan beberapa terlapor.
Baca Selengkapnya